Bab 9

Tidak di sangka oleh seluruh pasukan yang ada, keberhasilan mereka justru memicu perang yang lebih besar. Seluruh wanita dari kaum Barbarian menyerang secara membabi buta dan hampir membiasakan para Prajurit.

Kehebohan itu akhirnya terdengar pada para bangsawan di ibu kota, mereka mulai ketakutan dengan ketidak amanan Kekaisaran. Kepercayaan rakyat juga kian jatuh pada seluruh kebijakan pemerintah.

Di tengah gempuran yang maha dasyat itu, Arga berdiri di depan para Kesatria dan Prajurit yang tersisa. Kepalanya terangkat memperhatikan para ibu yang tak bersalah yang telah kehilangan suaminya, para anak yang lusuh yang tak memiliki keluarga.

Pedang Arga bergetar hebat, ingin melangkah maju. Namun dia berat melakukannya, ingatannya jatuh pada dirinya sendiri dan Serena. Arga merasakan dadanya yang bergejolak dan begitu banyaknya pertempuran dalam nuraninya.

"Maju!" Teriak para Kesatria, Arga dan pasukan dari Atlan berdiri paling depan. Mereka membusungkan dada dan mengangkat pedang mereka tinggi-tinggi.

"Habis mereka!" Teriak Arga, sebuah penghianatan yang harus di lakukan Arga akhirnya terjadi. Bukan lagi Negaranya yang dia bela, melainkan kemanusiaan.

Arga dan pasukan kecilnya meluluh lantahkan seluruh pasukan Kekaisaran, tak ada.berita yang keluar masuk, dan semuanya musnah dalam gempuran satu malam.

Para janda dan anak-anak itu hanya terdiam, memeluk bayi dan suami mereka yang telah tiada. Memperhatikan bagaimana pasukan Atlan bertaruh hidup untuk mereka semua.

Dada mereka bergemuruh mengatakan 'bunuh!' dan hati mereka teriris tak kala melihat kenyataan yang ada. Hanya karena hal sepele seorang Pangeran mengobarkan bendera perang.

Kebencian mereka seolah berbaur dalam.nadi dan bersatu melawan takdir, seolah dewa telah turun dari langit. Semua hal yang di miliki kaum Barbar telah hancur seketika.

Rumor yang beredar bila mereka pemakan manusia, membunuh anak kecil dan merusak fasilitas Kerajaan terus beredar. Padahal, mereka hanyalah manusia gunung yang ingin hidup tenang dengan cara mereka sendiri.

Seluruh orang terdiam saat Arga mengoyak seluruh pasukan yang ada, bahkan sang jendral agung dia runtuhkan saat itu juga. Para kaum Barbarian menunduk di hadapan Arga.

"Kami mengakui kekalahan kami, bawalah kepala Pimpinan suku kami. Tapi tinggalkanlah tubuhnya, karena dia juga adalah pemimpin kamu." Ucap salah seorang anak berusia 12 tahun yang ternyata adalah Putra yang pemimpin.

"Dan kau sendiri?" Arga menatap ke arah anak itu dengan tatapan tajam, anak itu menunduk dan mengambil busur sang Ayah.

"Anda mengabdikan hidup anda, kami mengabdikan hidup kami. Kejadian hari ini akan kami kenang atas nama Dewa, anda dapat memberi perintah pada kami saat anda menginginkan." Anak itu menenteng busur itu di atas pangkuan tangannya, menyerahkannya pada Arga secara perlahan.

"Pergilah, bila tak ada tempat untuk kalian kembali. Maka datanglah ke tanah kami, tanah kami bernama Atlan." Ucap Arga, dia tak menerima busur tersebut.

"Kau adalah masa depan mereka, berfikirlah sedikit licik demi melindungi orang-orang mu." Arga berbalik dan pergi meninggalkan mereka semua, para mata-mata Kaisar tak lupa di ba*nt*i dan di musnahkan hingga ke akar.

Ratusan kaum Barbarian akhirnya pergi, baik yang masih hidup, yang terluka dan para i u serta bayi mereka. Gambaran Arga terukir di benak mereka sebagai pahlawan, namun mereka juga harus melangkah demi kemaslahatan.

Api peperangan yang berkobar dengan begitu dasyat akhirnya padam dalam air darah, merah dan menyala begitu nyata di pandangan. Tak ada lagi teriakan dan keheningan merasuki mereka semua.

Pasukan Atlan akhirnya kembali, seorang Kesatria akhirnya melapor pada Kaisar dan mereka semua akhirnya kembali pada tanah mereka yang tercinta.

Arga memperhatikan tumpukan salju yang tebal di hadapannya, tak ada lagi mayat yang mati di atas tumpukan salju. Melainkan tawa anak-anak terdengar di sekitar bangunan megah di sekitar mereka.

Mereka tak mengenali kembali tempat yang mereka tinggalkan, gerbang besar itu menjulang agung dan para Kesatria nampak berjaga dengan siaga.

"Siapa kalian?" Tanya salah satu Kesatria, dia menatap kekacauan di antara mereka semua. Sangat kontras dengan tanah Atlan saat ini.

"Katakan pada Pimpinan, Arga kembali dari medan perang." Ucap Arga tegas, para Kesatria akhirnya menunduk di hadapan Arga dan membuka gerbang dengan cepat.

"Ampuni Kelancangan kami." Ucap mereka semua, Arga memakluminya. Sebagai seorang penjaga gerbang, memang di butuhkan ketegasan dan sikap yang adil. Dan mereka hanya menjalankan tugas dengan benar, apa yang harus di salahkan?

Seorang Kesatria langsung berlari menuju Kastil Atlan yang megah, Serena akhirnya bangkit dan langsung berlari menuju alun-alun Kota. Begitupun dengan semua keluarga yang anaknya pergi berperang.

Bunga dan tarian selamat datang akhirnya berbaur dalam suka cita, ada 3 peti mati yang di bawa oleh Arga dan rombongannya. Tiga prajurit meninggal dunia saat mereka harus melakukan pemberontakan.

Tangis tak terbendung terdengar saat menerima jenazah, namun Serena yang seolah melihat orang lain itu tak berkedip sedikitpun.

Bocah yang dia didik dengan tinggi yang hanya sepundaknya itu kini tumbuh menjadi Arga dengan tinggi dua meter, badannya yang kekar dan besar serta sorot mata tajam dan mempesona.

Baju besi yang masih dia kenakan nampak kusam dengan banyaknya bekas sabitan pedang, dan langkah pria itu saat ini nampak sangat berbeda dari saat dia pergi.

Serena ingin mendekat namun kakinya seolah terpaku tak bergerak, zirah yang di penuhi darah dan mata setajam pedang yang menghunus. Mata itu akhirnya saling bertemu setelah tiga tahun lamanya mereka hanya berbagi cerita dalam kertas singkat.

Mata Serena berlinangan, bibir bawahnya dia gigit agar tidak terisak. Seolah tengah mengucapkan selamat datang pada sang Ayah yang kembali dari medan perang yang ganas, Serena merasakan harapan pada jiwanya meledak-ledak.

Arga melangkah mendekati Serena, rambut panjang itu nampak sudah kembali menutupi mata dan lehernya, Arga menunduk di hadapan Serena dan mengangkat pedangnya di atas pangkuan tangan.

"Saya memenangkan pertempuran, terimalah kemenangan kami." Ucap Arga dengan serius, namun Serena masih bergeming di tempatnya.

Bruk!

Serena memeluk Arga begitu saja, dia menerjang tubuh itu hingga membuat Arga terkejut namun hatinya merasa begitu senang.

"Kau menepati janji mu Arga." Isak Serena dengan kemenangan mereka, kini medan perang akan mereka buat semakin berkibar.

Arga mengangguk, dia menghisap aroma manis dari rambut Serena. Bibirnya sedikit mengecup leher Serena yang tak terhalang kain.

Tingkah Arga dapat di rasakan oleh Serena dan dia tidak keberatan dengan hal itu, biarkan saja dia, asalkan dendam yang dia miliki bisa terbalaskan maka memberikan sedikit kelonggaran bagi Arga adalah hal yang kecil.

Terpopuler

Comments

Ani

Ani

heem aroma aromanya

2024-04-26

1

Ani

Ani

"baju besi " "dengan" ada yang salah ketik kak.

2024-04-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!