🦋🦋🦋
Kutarik tangan yang digenggam erat oleh kak Radek dengan kasar, lalu menatapnya dengan wajah marah. Saking marahnya, napasku berhembus cepat sampai dadaku naik-turun dengan durasi singkat.
Setelah mata marah kami beradu, aku berjalan keluar dari pintu rumah, mengambil buku di atas meja teras, lalu berjalan melewati kak Radek, lanjut memasuki kamar.
“Siapa saja yang sudah kamu beritahu?” tanya kak Radek, menerobos masuk setelah membuka pintu kamar yang baru aku tutup.
“Jangan khawatir, meskipun aku memberitahu mereka, sedikitpun rahasia itu tidak akan bocor,” balasku sambil merapikan buku-buku tadi di atas meja, aku berbicara tanpa menoleh ke belakang, menghadap ke arahnya.
Kak Radek terdengar mendengkus, tersenyum remeh, membuatku menoleh ke belakang, melihatnya tersenyum.
“Air yang dibendungi saja bisa bocor, bangkai yang disembunyikan saja bisa tercium, mengapa rahasia yang dipegang oleh mulut tidak bisa terbongkar?” tanya kak Radek sambil berjalan mendekati ku, berdiri di hadapanku.
“Kak tau dengan jelas akan hal itu, lalu mengapa kita tidak katakan kepada orang-orang kalau kita sudah menikah?” timpal ku, tersenyum remeh.
Kak Radek menggenggam pergelangan tangan ku dengan erat bersama senyumannya berubah marah. Dasar pria egois, yang diketahuinya hanya dirinya yang benar, semuanya benar, lalu aku salah.
“Kenapa? Yang aku katakan benar, kan?” tanyaku, masih berani menantangnya.
Jelas ini salah, melawan suami itu salah, tetapi aku tidak tahan dengan sikapnya. Cukup selama satu tahun ini aku terlalu bodoh diam dalam luka yang berusaha aku sembuhkan sendiri.
Dengan sekuat tenaga aku melepaskan cengkeraman tangan kak Radek di pergelangan tanganku, lalu aku menghampiri lemari, mengambil koper yang ada di dalamnya, lalu menyusun pakaian ke dalam koper itu dengan aksi cepat.
“Kamu mau ke mana?” tanya kak Radek, celingukan memperhatikanku.
“Terserah aku mau ke mana, terpenting aku tidak di sini. Ingat, ceraikan aku,” ucapku tanpa memberhentikan tangan mengemasi pakaian.
Kak Radek menggenggam pergelangan tangan kananku yang hendak menarik resleting koper. Kemudian, ditarik, membuatku berdiri, dan mengajakku keluar dari kamar memasuki kamarnya.
“Jangan coba-coba keluar. Kamu pikir kamu bisa hidup di luaran sana? Kamu masih membutuhkan banyak biaya untuk hidupmu terutama kuliahmu. Jangan sok bisa,” ucap kak Radek yang membuatku kaget karena pria ini yang aku kenal sebelumnya tidak pernah menyombongkan uangnya padaku.
Aku hanya bisa diam mendengar perkataan kak Radek, itu juga benar.
“Tidur,” ucap kak Radek dan melepaskan pergelangan tangan ku dari cengkeramannya.
Pria itu keluar dari kamar, meninggalkanku. Aku duduk di tepi kasur, meneteskan cairan bening yang hampir jatuh setiap harinya di pipi ini dengan suara tangis yang sengaja aku tahan.
***
Rasanya sudah hampir satu jam aku duduk merenungi segala perubahan yang membawa kesedihan itu. Sempat berpikir, jika seperti ini akhirnya, aku tidak akan seantusias satu tahun lalu ketika ingin dinikahi kak Radek karena kau benar-benar menyukainya. Entah ibuku atau kak Karina yang terlambat datang, semuanya benar-benar sudah merusak hatiku.
Dalam renungan itu aku mengambil sebuah keputusan besar yang mungkin akan membuatku dalam kesulitan. Aku seka air mata dan berdiri dalam keberanian, aku keluar dari kamar itu secara diam-diam bersama mata celingukan untuk memantau. Aku beralih masuk ke kamarku. Setelah membuka pintu kamar, aku melihat kak Radek tidur di atas kasur ku sambil memeluk Momo, boneka beruang berwarna coklat yang diberikannya di hari ulang tahun ku ketika usiaku 17 tahun. Lucu sekali melihatnya sampai aku tersenyum ringan. Tetapi, tidak bertahan lama, senyuman itu hilang setelah melihat layar ponsel kak Radek yang ada di atas meja, ada foto kak Karina di sana. Kebetulan ponselnya menyala, mungkin ada pesan masuk.
Kakiku melangkah pelan meninggalkan posisi ambang pintu. Aku mendekati koper ada di samping lemari. Ringan rasanya koper ini, mungkinkah kak Radek sudah mengeluarkan isinya? Ternyata benar, pakaianku kembali ke posisi semula. Dasar pria aneh, aku tidak bisa membaca apa yang ada di benaknya. Semua pakaian yang tadi aku keluarkan dari lemari, kembali aku masukkan ke dalam koper.
Apa yang akan aku lakukan? Ini keputusan yang aku ambil setelah merenung tadi.
Setelah menarik koper sampai ke pintu, aku mengambil tas jinjing di atas meja, memasukkan barang-barang penting di atas meja belajar. Sebelum meninggalkan kamar itu, aku menatap wajah kak Radek yang polos saat tidur.
"Maaf," ucapku dalam hati.
Momo tidak bisa aku bawa, biarkan boneka itu tinggal bersama kak Radek. Walaupun sebenarnya aku sangat ingin membawa Momo sebagai kenang-kenangan dari kak Radek.
Air mata ku menetes ketika kakiku melangkah semakin jauh dari keberadaan kak Radek. Ada seruan yang didengar oleh telinga ini seakan menahan ku, diikuti oleh hati, tetapi aku tidak bisa mengikutinya.
Setelah menutup pintu kamar, hatiku sedikit lega. Mudah sekali mengambil barang-barang dari kamar, aku tidak berekspektasi begitu mudahnya karena kak Radek orang yang sulit ditaklukkan bahkan saat tidur.
"Kak Radek baik-baik saja?" Langkahku terhenti di ambang pintu rumah, kepikiran, mengingat tidur pria itu tidak terganggu dengan kehadiranku tadi. "Tidak. Jangan hiraukan lagi. Ini kesempatanku," ucapku penuh tekad.
Kakiku lanjut berjalan keluar dari rumah bersama koper yang tadi aku jinjing agar tidak menimbulkan suara.
Dalam keadaan kaki melangkah, pandanganku sesekali melayang ke belakang, menatap bagian depan rumah yang kami tempati cukup lama bersama ibu.
***
Tangan kananku mengetuk pintu sebuah rumah yang tidak terlalu besar, ukuran besar rumah itu sama seperti rumahku. Beberapa kali aku ketuk pintu itu, tidak ada orang yang membukanya. Apakah tidak ada orang di rumah ini? Oh iya, ini rumah Om Zidan, satu-satunya adik ayahku.
"Om ...!" panggilku dan terus mengetuk pintu.
Suara langkah kaki aku dengar. Berarti, mereka ada di dalam. Mungkin mereka tidur. Pastinya, jam juga sudah menunjukkan pukul satu dini hari.
"Galuh ...," ucap Om Zidan, tersenyum.
Om Galuh dan istri tante Tia memperhatikanku dari ujung kepala hingga ujung kaki, begitu juga dengan barang bawaan ku.
"Kamu kenapa?" tanya Om Zidan, terlihat bingung.
Senyuman di bibirku mulai tergulung, memunculkan wajah sedih bersama air mata. Kupeluk pria yang sudah aku anggap sebagai ayahku itu dalam tangis.
"Tenang ... kamu kenapa?" tanya Om Zidan sambil menepuk punggungku, pelan.
Om Zidan melepaskan pelukan ku, merangkul bahuku, dan mengajak ku duduk di bangku ruang tamu. Lalu, tante Tiara menarik koperku masuk dan menutup pintu.
Tentunya membingungkan bagi Om Zidan melihat ku begini. Jadi, aku bercerita kalau aku meninggal rumah karena tidak tahan di sana melihat kak Radek bersama wanita lain. Sama seperti cerita ku kepada Maya dan Raga, aku tidak menceritakan bagaimana sikap abai pria itu. Aku tidak mau memburukkan kak Radek seburuk-buruknya di hadapan mereka.
"Kamu menyukainya?" tanya om Zidan, tampak serius.
Aku tidak bisa berbohong. Tentunya karena aku suka dengan pria itu yang membuat hatiku saat saat melihatnya bersama wanita lain.
"Um," dehemku dengan sedikit anggukan.
"Tunggu. Ini kenapa? tengah tante Tia, masih bingung.
Aku dan om Zidan menoleh ke arah tante Tia, membaca ekspresi bingung di wajah wanita paruh baya itu.
"Jangan bilang kalau Radek menikahi adiknya sendiri? Kamu dan Radek menikah?" tebak tante Tia dengan ekspresi kaget sampai ternganga.
Aku menundukkan kepala dengan wajah murung.
"Aku yang menikahkan mereka atas keinginan kak Renata," ucap im Zidan.
"Apa? Kamu gila, Mas? Adik-Kakak kamu nikahkan? Kamu taruh di mana otakmu?" tanya tante Tia, marah besar.
"Mereka bukan saudara kandung!" tutur om Zidan, membuat tante Tia tidak usai dari rasa dan ekspresi kagetnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Nur Setiawati
no bucin2 galuh
2024-04-16
1
Nurkhayatun
kasihan bgtz Galuh..dsni radek terasa egois sekali kalo memang tdk suka dgn Galuh ya Sdh tinggalkan
2024-04-16
1
ELESTAMEN HD
jangan mau balik lagi Galuh, pertahankan keputusan mu, kamu'bisa kerja sepulang kuliah, jangan jadi perempuan lemah, jadilah wanita kuat jangan cengeng jangan mudah di tindas
2024-04-15
5