🦋🦋🦋
Suara ketukan pintu dan suara samar seseorang memanggil nama kak Radek berulang kali terdengar di indra pendengaranku. Perlahan mataku terbuka, menatap sejenak langit-langit kamar yang berwarna putih bersih. Kepalaku menoleh ke sisi kanan, melihat kak Radek tidur dengan posisi telungkup di bawah selimut yang sama. Pria ini kelihatan nyenyak sekali sampai tidak mendengar seseorang memanggilnya. Biasanya, kak Radek orang yang paling mudah bangun, bahkan hanya mendengar suara langkah kaki. Mungkin karena tadi, permainan yang melelahkan itu.
Tubuhku rasanya pegal, remuk sekali sampai malas untuk duduk membangunkan Kak Radek. Ternyata seperti ini rasanya, apalagi melakukannya bersama orang yang aku cintai. Perasaanku merasa bahagia, tetapi juga ada sedikit rasa takut, yaitu takut hamil karena kami tidak memakai pengaman.
“Radek …!” Suara seseorang yang tadi memanggil kembali aku dengar. Suara itu aku dengar lebih teliti dan sepertinya aku mengenalnya.
Tubuhku berusaha bangkit, duduk dari posisi baring, dan mengutip pakaian di lantai. Bergegas aku mengenakannya kembali dan menghampiri jendela dengan langkah pelan karena tubuhku masih lemas. Wujud kak Karina membuat mataku terbelalak kaget.
“Kak Radek …!” panggilku dengan suara kecil sambil berlari menghampiri kak Radek dan menepis punggung bagian atasnya.
Sulit sekali membangunkannya.
“Kak, ada Kak Karina,” ucapku sedikit keras ke telinga kak Radek.
Kak Radek sontak membuka kedua matanya dan menoleh ke arahku, ikut mendengar suara wanita yang memanggilnya sejak tadi. Kak Radek bangkit dari kasur tanpa sadar tidak memakai sehelai pakaian pun. Pria ini tampak bingung dalam diamnya dan kaget sendiri melihat kondisi di hadapanku yang membuatku menutup mata.
“Kak …,” geram ku.
Dari celah jari yang aku buat, aku melihat kak Radek mengutip pakaiannya di lantai dan bergegas mengenakannya dengan posisi membelakangi keberadaan ku. Lalu, pria itu keluar dari kamar sambil merapikan rambut yang acakan.
“Selamat pagi, Sayang …,” ucap kak Karina saat aku baru keluar kamar, memperhatikan mereka dari ruang tamu.
“Kamu tidak ke kantor polisi? Ini udah jam sepuluh, Sayang,” kata kak Karina.
Wanita itu melayangkan pandangan ke arah ku, menatap ku dengan senyuman ringan, dan menerobos masuk melewati keberadaan kak Radek di pintu.
“Kamu baik-baik saja, kan? Kamu kelihatannya lemas sekali. Mendingan istirahat dulu, nanti ke kampus kalau sudah sembuh,” ucap kak Karina, begitu perhatiannya padaku.
“Iya, Kak.” Kubalas senyumannya.
Ku pandangi kak Radek yang memalingkan muka, lalu memutar badan, berjalan ke arah kamar ku.
“Tunggu!” tahan kak Karina setelah kaki ini baru melangkah beberapa langkah ke arah kamar.
“Aku datang ke sini karena ingin mengucapkan sesuatu, selamat ulang tahun Galuh …,” ucap kak Karina sambil mengeluarkan sesuatu dari tas jinjingnya, sebuah kota, isinya jam tangan, aku bisa menebaknya.
Iya, aku baru ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahun ku yang ke 22 tahun. Selain itu, hari ini juga bertepatan dengan hari pernikahan kami satu tahun lalu.
Wajah aku dongak kan, menatap wajah kak Radek yang sedikit sedang berpikir. Bukan hanya aku, sepertinya kak Radek juga lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahun ku, apalagi hari ulang pernikahan kami, karena pernikahan ini tidak pernah diharapkan olehnya.
“Terima kasih, Kak,” ucapku sambil mengambil kotak yang disodorkan kak Karina, lalu lanjut berjalan menuju pintu kamar.
“Kenapa masih diam? Kamu tidak pergi bekerja? Ingat, kita harus mengumpulkan uang untuk pertunangan dan pernikahan nanti. Pokoknya kita harus menikah di hari ulang tahun ku,” kata kak Karina kepada kak Radek.
Tanganku yang hendak membuka pintu kamar berhenti dengan aksi itu dan menoleh ke belakang, menontoni kemesraan mereka yang berdiri berhadapan dengan kedua tangan saling menggenggam .
Hatiku rasanya sakit sekali. Perih, sesak, dan membuatku sulit bernapas. Pandanganku kembali mengarah ke depan, ke pintu, setelah melihat kak Radek hendak menunjukan mata ke arahku. Pintu kamar kembali aku buka dan bergegas masuk bersama air mata menetes dalam jiwa sedih.
“Setelah kita menikah nanti, kamu tidak perlu mengkhawatirkan Galuh lagi, aku juga akan menjaganya.” Kudengar kak Karina berbicara mengenai diriku dengan kak Radek yang aku kuping dari balik pintu kamar.
***
“Galuh …!” panggil kak Karina dari balik pintu kamar setelah merenungi nasib hampir satu jam di kamar dengan posisi duduk di tepi kasur sambil menatap foto ku bersama ibu dan kak Radek saat perpisahan sekolah menengah atas.
Ketika aku hendak berdiri, pintu sudah dibuka oleh kak Karina. Di tangannya terdapat nampan, di mana di atas nampan itu ada segelas susu dan nasi goreng. Betapa baiknya wanita ini, pantas saja kak Radek jatuh cinta padanya. Sebelum kak Karina melihat jejak merah di tubuhku, bergegas aku menarik selimut, duduk dalam balutan selimut yang menutupi tubuhku hingga leher seperti orang kedinginan.
"Kamu makan dulu. Setelah itu, lanjut istirahat. Besok saja ke kampusnya," ucapnya sambil menaruh piring nasi goreng dan segelas susu ke atas meja. "Ini apa? Kamu terluka?" tanya kak Karina sambil mendekati kasur, menatap bercak cairan merah di atas sprei.
Ini pertama kalinya aku berhubungan dengan kak Radek. Mungkin itu karena itu. Harus cari alasan apa untuk menipu kak Karina? Dia bukan anak kecil yang mudah ditipu.
"Karina!" panggil kak Radek dari pintu kamar.
"Aku baik-baik saja, Kak," ucapku tanpa memberikan penjelasan lebih jelas ketika fokus kak Karina terbagi antara diriku dan kak Radek.
"Kita berangkat sekarang?" tanya kak Radek kepada kak Karina.
"Iya," jawab kak Karina. "Kamu istirahat, ya," ucap kak Karina sambil mendaratkan tangan ke pundak kananku sambil tersenyum dan berjalan keluar dari kamar.
Kak Radek bergantian masuk dengan mata sesekali mengarah ke pintu, memantau. Pria itu menghampiri kasur, menarik bantal, di mana di bawah bantal itu ada jam tangannya yang baru aku sadari ada di sana. Kak Radek menatapku, bergantian menatap bercak darah di atas sprei.
"Ingat, sembunyikan hubungan kita di hadapan Karina. Cukup kita yang tau," pesan kak Radek.
Aku hanya menganggukkan kepala.
Kak Radek berhenti melangkah di depan pintu, ia menoleh ke belakang, menatapku beberapa saat, dan menghampiriku.
"Hubungi aku jika sesuatu terjadi. Kamu istirahat saja," ucap kak Radek sambil membelai rambutku sebelum meninggalkan kamar.
Bibirku tersenyum manis untuknya sambil menganggukkan kepala sekali. Bibirnya tersenyum ringan membalas senyumanku, membuat hatiku merasa bahagia. Rasanya ada secercah harapan di mana pria ini akan kembali bersikap baik padaku.
"Kak ...!" panggilku ketika kak Radek hendak menutup pintu kamar. "Terima kasih," ucapku yang dibalas olehnya dengan anggukan kepala.
Betapa bahagianya perasaan ini hingga aku melompat-lompat di atas kasur setelah pintu ditutup. Kak Radek sedikit berubah, ia bisa tersenyum tidak seperti sebelumnya. Mungkinkah karena hubungan itu?
Tubuh yang sebelumnya terasa lemas akhirnya bisa bersemangat kembali. Setelah melompat-lompat, aku duduk di tepi kasur sambil memakan nasi goreng buatan kak Karina dan minum susu sampai habis. Hati ini rasanya sangat bahagia, ada kelegaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Andita Mayangsari
mundur lah galuh
2024-11-27
0
Enih Rustini
membingungkan ... sdh nikah setahun baru melakukan tp jangan sampai pacarnya tahu, kasihan dong istrinya ...
2024-04-15
2
Almi Suryahastati
d tunggu up ny y kak ,ceritany bagus
2024-04-14
1