Aku Akan Menjaganya Sebaik Mungkin

🦋🦋🦋

Kedua tangan ini menyeka bibir dengan wajah kesal dan marah sambil menatap kak Radek berdiri diam dengan wajah dingin di hadapanku. Pandangan aku alihkan setelah mataku mendapati kedua tangan kak Radek mencengkeram. 

“Aku mau istirahat. Keluarlah!” suruhku dengan nada suara lebih rendah dalam ketenangan sambil memutar badan, hendak berbaring di kasur. 

Sebelum berbaring, tubuhku malah didorong kak Radek secara kasar sampai tertelungkup di atas kasur. Dia mengenduskan hidungnya seperti anjing di leher belakangku setelah menepikan rambut yang terurai memanjang ke belakang. 

"Kakak mau ngapain?" tanyaku, bisa membaca adegan apa yang akan terjadi berikutnya. 

Pria itu memutar badan ku sampai terlentang menatapnya yang mengungkung badanku. Kedua telapak tanganku mendarat di dada bidangnya yang terbungkus kemeja. Perlahan ku dorong sampai akhirnya berhasil duduk. Mataku menatap kesal padanya dan memalingkan muka, masih dengan ekspresi yang sama, juga ada kemarahan yang hanya terlihat dari ekspresi ku. 

"Kenapa? Bukankah kamu menginginkannya?" tanya kak Radek, mengingatkan ku akan perbincangan kecilku dan dirinya di malam pernikahan kami. 

'Hmm ... apa Kakak berencana memiliki anak dalam waktu dekat? Ibu membicarakan hal itu denganku kemarin.' 

Saat itu kak Radek duduk diam di tepi kasur, di malam pernikahan kami dengan posisi membelakangi keberadaan ku. Ternyata, diamnya itu kemarahan yang tidak ditunjukkan karena merasa berhutang budi pada ibu dan tidak bisa menolak apa pun keputusan yang diambil ibu. 

Satu hal yang aku sadari malam itu. Di tengah pembicaraan kami, kak Radek berpura-pura menghubungi seseorang melalui sambungan telepon dan berjalan memasuki kamar mandi. Padahal, tidak ada siapapun yang menghuninya,  kak Radek hanya mencuci muka, tampak tidak tenang yang aku intip dari pintu kamar mandi yang sedikit aku buka. 

"Aku tidak menginginkannya," balasku dan hendak berjalan keluar dari kamar. 

Kak Radek memelukku dari belakang, mendaratkan dagu ke pundak kanan ku sambil berbicara ke telingaku, "Usiamu 22 tahun, bukankah sudah cukup untuk mengandung anakku?" 

Caranya berbicara malah membuatku takut. Kak Radek tidak pernah seperti ini sebelumnya. Mengapa pria ini agak sedikit lebih aktif dari sebelumnya? 

"Aku tidak bisa," ucap ku sambil melepaskan kedua tangan kak Radek yang melilit di pinggang ku. 

Kaki ku lanjut berjalan keluar dari kamar. Keluar dari ruangan yang cukup panas itu, aku ke dapur untuk meminum segelas air putih. Bibirku sedikit tersenyum mengingat perkataan kak Radek sambil membayangkan diriku mengandung anaknya dan sikapnya tidak dingin lagi dan peduli padaku seperti sebelumnya. Bayangan itu buyar setelah aku sadar kalau pria itu tidak mencintaimu, hanya ada kak Karina di hatinya yang tertangkap jelas oleh indra pendengaran ku pria itu berbicara bersama kak Karina melalui sambungan telepon mengenai perasaannya. Hal itu aku dengar di malam pernikahan, di tengah malam, ketika kami tidur satu ranjang, tetapi seperti dua rumah yang dipisahkan oleh sebuah pagar, ada jarak di antara kami. Tetapi, sepertinya kak Radek tidak sadar kalau sebenarnya aku masih bangun. Malam itu juga menjadi malam di mana untuk pertama kalinya kak Radek dekat dengan wanita. 

Ponsel yang sebelumnya aku taruh di atas meja dapur berdering. Raga menghubungiku, teman satu kelas di kampus. Gelas yang ada di tangan aku letakkan di atas meja dan beralih mengambil gawai itu. 

"Galuh, keluar! Aku kasih kamu kejutan," ucapnya, terdengar senang. 

Raga biasa datang ke rumah untuk belajar. Raga juga teman masa sekolah menengah atas yang cukup dikenal oleh almarhum ibu dan kak Radek. 

"Baiklah." Dengan antusias aku berjalan keluar dari rumah. 

Setelah membuka pintu, wujud Raga aku lihat berdiri di teras rumah dengan sesuatu disembunyikan di belakang badannya sambil mengumbar senyuman yang membuatku penasaran. 

"Ta-Da ...." Pria berambut gondrong yang suka diikat itu memperlihatkan beberapa lembar buku.  "Kamu bisa menggunakan buku-buku ini untuk menambah isian skripsi mu. Semoga berhasil," ucapnya sambil mengangkat tangan yang dikepal. 

"Siapa ...?" tanya kak Radek sambil berjalan keluar dari rumah dalam balutan piyama yang tidak terikat di bagian depan, memperlihatkan roti sobeknya yang putih dan mulus, membuatku memalingkan pandangan dengan perasaan tidak sedikit malu. 

"Kak Radek," sapa Raga. 

Sejenak Raga diam, memperhatikan penampilan kak Radek dari ujung kepala hingga ujung kaki. Raga mendekatkan bibirnya ke telingaku, membisikkan sesuatu. 

"Kalian tidak memiliki hubungan darah. Aku rasa ini terlihat tidak nyaman oleh orang-orang di luaran sana. Tidakkah sebaiknya kalian tidak serumah?" tanya raga dengan berbisik dan mata sesekali melirik kak Radek dengan senyuman yang berbalas palsu oleh pria bertubuh jangkung yang ada di sampingku ini. 

"Dia adikku, aku akan menjaganya sebaik mungkin. Sekarang, dia tanggung jawab ku," jelas kak Radek, mungkin perkataan Raga didengar olehnya. 

"Hari ini kamu ke kampus atau masih belum enakan? Aku bisa meminta izin pada dosen nanti," kata Raga.

"Hari ini aku akan ma," perkataanku dipotong oleh kak Radek. 

"Kami akan berziarah ke makam Ibu. Besok dia akan kembali masuk. Kalau semua sudah, kami masuk dulu, harus bersiap-siap," ucap kak Radek dan merangkul ku masuk ke dalam rumah. 

Kak Radek menutup pintu rumah, lalu mengambil buku di tanganku, menaruhnya di atas meja di sudut ruang tamu. Kak Radek kembali menghampiri ku, membopong ku berjalan masuk ke dalam kamarnya. Tubuhku dibaringkan di atas kasur. Pria ini kembali mengungkung tubuh ku, membuat indra penciumanku menangkap bau yang begitu sedang, mungkin itu parfumnya, karena aku sering mencium bau parfum itu. 

Bergantian, ponsel kak Radek yang berdering, menghancurkan aksi pria ini yang hendak menautkan bibirnya ke bibirku. 

Tubuh kak Radek bangkit dari kasur. Kak Radek berdiri di tengah kamar sambil berbicara bersama kak Karina yang jelas kulihat namanya di layar ponsel suamiku ini. Entah apa yang mereka bicarakan, tetapi kak Radek langsung menghampiri lemari, mengambil pakaiannya di sana dan keluar dari kamar tanpa ada penjelasan satu katapun. 

***

Seperti malam-malam sebelumnya, aku seperti malam tidak bertuan. Di kamar, tubuhku berdiri di depan jendela dengan pandangan dilayangkan ke luar, mengarah ke gerbang rumah, melihat tidak ada wujud kak Radek pulang sejak tadi. Padahal, jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. 

Ketika hendak menutup jendela, menyudahi penantian itu, aku melihat kak Radek keluar dari mobil kak Karina yang baru berhenti di depan gerbang. Pertanyaanku, di mana mobilnya? 

Kak Radek melambaikan tangan kepada kak Karina yang tidak keluar dari mobil. Kak Radek memperhatikan kepergian mobil kak Karina dan menutup gerbang rumah, lalu berjalan menuju rumah. Bergegas aku menutup jendela. Setelah itu, aku membaringkan badan di atas kasur, berpura-pura sudah tidur. 

Sekitar dua menit kemudian, pintu kamar terdengar dibuka. Langkah kaki terdengar semakin mendekati tubuhku. Sebuah telapak tangan mendarat di dahi ku dan perlahan mataku terbuka. 

"Kak Radek," lirihku. 

Kak Radek menaruh jaketnya di atas meja dan membaringkan badan di sampingku, memelukku dalam kehangatan untuk pertama kalinya yang membuatmu bisu membeku. Mata aku pejamkan, merasakan kehangatan pelukan itu yang membuatku merasa nyaman. 

Terpopuler

Comments

Dara fadilah

Dara fadilah

😍

2024-04-15

2

Indah Yuki

Indah Yuki

suka sekali cerita nya

2024-04-14

1

lihat semua
Episodes
1 Ini Membuatku Terluka
2 Aku Akan Menjaganya Sebaik Mungkin
3 Aku Sudah Berjanji Pada Ibumu
4 Masih Banyak Yang Harus Kita Lakukan
5 Kamu Baik-Baik Saja, Kan?
6 Kakak Pernah Menyukaiku?
7 Lelah Perasaan
8 Untuk Apa?
9 Jika Begitu, Akhiri
10 Keputusan Yang Aku Ambil
11 Galuh Benar Di Sini?
12 Kafe Barisan
13 Tidak Perlu!
14 Aku Bukan Suamimu
15 Uang Bulanan Untukmu
16 Bergegas Ke Rumah Sakit
17 Oh ... Aku Mengerti
18 Mengulur Waktu
19 Rawat Kakakmu
20 Mobil dan Orang Yang Sama
21 Kenapa Tidak Menceritakan?
22 Sehancur-Hancurnya
23 Mengaku Sebagai Ayahku
24 Bersikap Baik
25 Kamu Masih Hidup?
26 Sebentar Saja
27 Orang-Orang Baik Bersamaku
28 Meninggalkan Diriku
29 Bukan Yang Aku Harapkan
30 Bocah Laki-Laki
31 Dari Aku, Tidak
32 Seharian Membantuku
33 Jangan Bawa Putraku
34 Selahap Ini
35 Aku Tidak Bisa Tidur
36 Kamu Menggoda Galuh?
37 Kamu Mau Aku Jadi Istri Keduamu?
38 Cucu?
39 Kamu Suka?
40 Pesta Tanpa Undangan
41 Merayakannya Bertiga
42 Kenapa Lari?
43 Satu-Satunya Yang Aku Cintai
44 Merestui Hubungan Mereka?
45 Jadi Pengen Nikah Lagi
46 Ternyata Kamu Menepati Janjimu
47 Permainan Polisi Tangguh
48 Tanyakan Saja Padanya
49 Maksudnya?
50 Maaf, Aku Tidak Bisa
51 Ini Sebabnya Aku Menyembunyikannya
52 Dia Itu Gila
53 Buku Catatan
54 Mengapa Harus Kamu?
55 Jangan Meracuni Galuh
56 Dia Orang Jahat
57 Tidak Ada yang Salah
58 Kenapa Begini?
59 Tidak Mungkin
60 Hal yang Kamu Salah Pahami
61 Tidak Pantas
62 Jangan Tikam Aku Dengan Mendukung Ayahmu
63 Sudah Aku Usir Keluar
64 Siapa Orangnya, Yah?
65 Alasannya Mendiamiku
66 Berada di Rumah Sakit
67 Benda Terjuntai
68 Satu Kali ... Saja
69 Kita Tidak Seharusnya Bersama
70 Jangan Menghindariku!
71 Tidak Tenang
72 Tidak Mungkin
73 Mungkin Hadir sebagai Pengganti
74 Pulang ....
75 Benarkah? Di Mana?
76 Untuk Apa Anak Ini?
77 Jaga Kondisimu
78 Kalian Jual Dia
79 Akankah Penyamaranku Terbongkar?
80 Anda Tidak Salah Orang?
81 Dia Mendengar Pembicaraan Kita?
82 Kalian Menyembunyikan Sesuatu Dariku?
83 Ternyata Dugaanku Benar
84 Penganiayaan Mereka
85 Kamu Tidak Bermimpi
86 Potret Kami Berdua
87 Buru Baca Cerita On-Going Ke-enam Author!
Episodes

Updated 87 Episodes

1
Ini Membuatku Terluka
2
Aku Akan Menjaganya Sebaik Mungkin
3
Aku Sudah Berjanji Pada Ibumu
4
Masih Banyak Yang Harus Kita Lakukan
5
Kamu Baik-Baik Saja, Kan?
6
Kakak Pernah Menyukaiku?
7
Lelah Perasaan
8
Untuk Apa?
9
Jika Begitu, Akhiri
10
Keputusan Yang Aku Ambil
11
Galuh Benar Di Sini?
12
Kafe Barisan
13
Tidak Perlu!
14
Aku Bukan Suamimu
15
Uang Bulanan Untukmu
16
Bergegas Ke Rumah Sakit
17
Oh ... Aku Mengerti
18
Mengulur Waktu
19
Rawat Kakakmu
20
Mobil dan Orang Yang Sama
21
Kenapa Tidak Menceritakan?
22
Sehancur-Hancurnya
23
Mengaku Sebagai Ayahku
24
Bersikap Baik
25
Kamu Masih Hidup?
26
Sebentar Saja
27
Orang-Orang Baik Bersamaku
28
Meninggalkan Diriku
29
Bukan Yang Aku Harapkan
30
Bocah Laki-Laki
31
Dari Aku, Tidak
32
Seharian Membantuku
33
Jangan Bawa Putraku
34
Selahap Ini
35
Aku Tidak Bisa Tidur
36
Kamu Menggoda Galuh?
37
Kamu Mau Aku Jadi Istri Keduamu?
38
Cucu?
39
Kamu Suka?
40
Pesta Tanpa Undangan
41
Merayakannya Bertiga
42
Kenapa Lari?
43
Satu-Satunya Yang Aku Cintai
44
Merestui Hubungan Mereka?
45
Jadi Pengen Nikah Lagi
46
Ternyata Kamu Menepati Janjimu
47
Permainan Polisi Tangguh
48
Tanyakan Saja Padanya
49
Maksudnya?
50
Maaf, Aku Tidak Bisa
51
Ini Sebabnya Aku Menyembunyikannya
52
Dia Itu Gila
53
Buku Catatan
54
Mengapa Harus Kamu?
55
Jangan Meracuni Galuh
56
Dia Orang Jahat
57
Tidak Ada yang Salah
58
Kenapa Begini?
59
Tidak Mungkin
60
Hal yang Kamu Salah Pahami
61
Tidak Pantas
62
Jangan Tikam Aku Dengan Mendukung Ayahmu
63
Sudah Aku Usir Keluar
64
Siapa Orangnya, Yah?
65
Alasannya Mendiamiku
66
Berada di Rumah Sakit
67
Benda Terjuntai
68
Satu Kali ... Saja
69
Kita Tidak Seharusnya Bersama
70
Jangan Menghindariku!
71
Tidak Tenang
72
Tidak Mungkin
73
Mungkin Hadir sebagai Pengganti
74
Pulang ....
75
Benarkah? Di Mana?
76
Untuk Apa Anak Ini?
77
Jaga Kondisimu
78
Kalian Jual Dia
79
Akankah Penyamaranku Terbongkar?
80
Anda Tidak Salah Orang?
81
Dia Mendengar Pembicaraan Kita?
82
Kalian Menyembunyikan Sesuatu Dariku?
83
Ternyata Dugaanku Benar
84
Penganiayaan Mereka
85
Kamu Tidak Bermimpi
86
Potret Kami Berdua
87
Buru Baca Cerita On-Going Ke-enam Author!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!