Selama dua hari terakhir ini, Ayana selalu berada di dalam kamar, dan Abby akan selalu datang untuk mengantarkan makanan ataupun minuman agar Ayana tidak kelaparan dan kehausan, karena gadis itu lebih memilih untuk menyiksa dirinya sendiri daripada harus keluar dari kamar tersebut.
Beruntungnya, di dalam kamar Ayana dia memiliki bathroom tersendiri, sehingga dia tidak harus berkeliaran di sepanjang lorong. Hal ini juga meminimalisir kesempatan Ayana untuk bertemu dengan Carlos.
Selama percakapan singkat antara Ayana dan Abby selama dua hari tersebut, Ayana mengetahui kalau Abby ternyata adalah kekasih Sam, tangan kanan, orang kepercayaan Carlos.
Sebenarnya, Abby tidak selalu berada di sana, tapi setiap kali Carlos akan pergi bersama Sam, dia akan datang dan tinggal untuk beberapa hari agar apartment ini tidak selalu kosong.
Dan selain Abby, ada seorang pelayan wanita paruh baya bernama Dalia, yang juga tinggal di sana. Namun, karena Ayana tidak pernah sekalipun keluar dari kamar, dia sama sekali tidak pernah melihat wanita itu.
“Kau harus keluar dari kamar ini sekali- sekali. Carlos tidak ada di rumah.” Abby memberitahu Ayana sambil memperhatikan gadis kurus disebelahnya makan dengan pelan.
Walaupun Abby tidak memperhatikannya, tapi sepertinya Ayana terlihat lebih kurus dari saat dia pertama kali bertemu dengannya.
“Sebenarnya Carlos tidak begitu buru,” Abby berkata, tapi kemudian dia cepat- cepat mengkoreksinya karena dapat terlihat jelas kalau Ayana mulai terlihat tegang dengan hanya menyebutkan nama Carlos saja. “Maksudku, dia tidak selalu berada di dalam mood yang buruk, kalau mood- nya sedang baik, dia cenderung cukup menyenangkan.”
Ayana mengerutkan dahinya ketika dia mendengar kata- kata Abby, walaupun dia tidak menunjukkan ekspresi wajahnya, tapi Abby dapat merasakan betul rasa tidak suka yang sudah mendarah daging di dalam nadi Ayana terhadap Carlos.
“Baiklah, baiklah, kalau kau tidak suka membahas mengenai Carlos, tapi kau sebaiknya keluar dari kamar ini dan menyapa Dalia. Setidaknya kau harus tahu dengan siapa saja kau tinggal.” Abby berkata sambil beranjak dari single sofa di sudut kamar Ayana. “Besok aku tidak akan ke sini, jadi tidak akan ada yang mengantarkan makanan ataupun minuman untukmu, maka dari itu, sebaiknya beranikan dirimu untuk keluar. Kau tidak bisa selamanya hidup dalam ketakutan seperti ini terus.”
Setelah berkata demikian, Abby melangkah pergi, meninggalkan Ayana terpaku sendiri, masih melanjutkan memakan makanan yang terasa seperti pasir di dalam mulutnya.
***
Keesokan harinya, benar saja, Abby sama sekali tidak datang untuk menemui Ayana dan itu berarti, Ayana tidak akan mendapatkan antaran makanan ataupun minuman.
Pada awalnya, Ayana dapat bertahan, tapi saat menjelang sore hari dan matahari telah tergelincir di ufuk barat, Ayana mulai merasa kehausan.
Rasa lapar masih bisa ditahan olehnya, tapi rasa haus ini yang sulit.
Ayana yakin kalau dirinya bisa bertahan tanpa makanan bahkan sampai tiga hari, tapi dia tidak akan melewati malam ini tanpa segelas air mineral.
Ayana menggigit bibirnya dengan cemas.
Kemarin Abby bilang kalau Carlos tidak akan pulang selama dua hari ini, tapi entah kenapa Ayana tetap merasa tidak aman.
Namun, pada akhirnya, saat matahari benar- benar telah terbenam. Ayana akhirnya menyerah pada rasa hausnya.
Tenggorokannya seperti padang pasir yang kering kerontang dan dia tidak tahan lagi.
Dengan memberanikan diri, Ayana mengintip ke lorong di depan kamarnya dan kesunyianlah yang menyapa. Dia memasang telinga, mencoba mendengar setiap pergerakan kecil di sekitarnya, tapi tidak ada.
Sepertinya, rumah ini memang kosong. Kecuali wanita bernama Dalia yang memang tinggal di sana. Ayana berharap bisa bertemu dengannya.
Tanpa mengetahui dimana letak dapur, Ayana berjalan pelan, sebisa mungkin tidak menimbulkan keributan, mencoba mencari dimana posisi dapur.
Dan baru kini Ayana sadari, seperti apa yang Abby katakan, rumah ini begitu luas, dipenuhi dengan perabotan mewah dan barang- barang antik. Bukan hanya itu saja, setiap barang elektronik di tempat ini merupakan keluaran terakhir.
Sepertinya, Carlos tidak tahu bagaimana cara menghabiskan uangnya, sehingga dia menghambur- hamburkannya dengan cara seperti ini.
Butuh waktu kurang lebih lima menit hingga Ayana berhasil menemukan tempat yang dirinya cari, ternyata letak dapur di apartment ini berada di dekat balkon kedua yang mengarah pada pemandangan kota.
Ayana sempat tertegun di sana sebentar, menikmati kerlap- kerlip lampu di kala malam. Ayana belum pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya, apalagi berada di tempat setinggi ini, dan tidak menyangka akan melihatnya.
Untuk sesaat yang indah, rasa haus Ayana terlupakan. Seolah ada sebuah sihir yang menuntunnya, Ayana bergerak maju untuk membuka pintu kaca yang menghubungkan dengan balkon.
“Apa kau mau bunuh diri?”
Suara seseorang dari belakang, membuat Ayana terkejut bukan main, dia memekik pelan dan segera membalikkan badannya untuk melihat sumber asal suara tersebut.
Itu adalah wanita paruh baya yang mengenakan kemeja kotak- kotak kecil berwarna maroon, rambutnya yang hampir seluruhnya telah memutih, dijepit di atas kepalanya. Mata mereka bertemu, dan Ayana memalingkan wajah, menatap jemari kakinya yang telanjang.
“Kau pasti Ayana,” Dalia membuat pernyataan. Tentu saja tebakannya tidak keliru, karena kalau bukan Ayana yang berada di sana, siapa lagi?
Walaupun mereka belum pernah bertemu sebelumnya, tapi Ayana tahu kalau wanita di hadapannya ini adalah Dalia.
“Ibu… Dalia…” sapa Ayana ragu- ragu, dia mengangkat kepalanya sedikit untuk melihat wanita ini,
“Panggil Dalia saja,” ucap Dalia, tanpa banyak kata dia berjalan menuju dispenser, mengambil gelas di sampingnya dan setelah penuh terisi, Dalia memberikan gelas itu kepada Ayana. Apalagi yang dapat membuat gadis ini keluar dari pertapaannya kalau bukan rasa haus?
“Terimakasih,” gumam Ayana, segera mengambil gelas tersebut dan menandaskan minumannya dalam hitungan detik. “Boleh… aku minta lagi?” tanya Ayana takut- takut. Melihat Dalia yang bersandar di kitchen counter membuat Ayana menjadi was- was kembali.
“Tentu saja.” Dalia mengangkat bahunya tidak peduli, “Kau bebas memakan atau meminum apapun di sini, asalkan kau tidak keluar dari rumah, maka tidak akan masalah.”
Ayana tahu akan peringatan itu dan akan mengingatnya dengan baik. Namun, untuk saat ini yang dia butuhkan adalah cairan agar dirinya tidak dehidrasi. Setelah mendengar apa yang Dalia katakan, Ayana bergerak menuju dispenser dan mulai mengisinya kembali.
Baru setelah gelas ketiga, dahaga Ayana tersalurkan.
“Aku akan kembali ke kamarku.” Ayana segera mencuci gelasnya dan berniat untuk lari kembali ke dalam kamarnya, tapi Dalia menahannya.
Genggaman wanita paruh baya di lengan Ayana itu luar biasa erat, hingga dia sulit untuk bergerak, secara otomatis mengurungkan niat awal Ayana untuk kabur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Nurasiahnasution Asyiah
kasian ayana
2020-11-20
1
Happy Narulita
next ya👍🙏💪💪
2020-09-17
1