Lilian benar- benar kesal atas apa yang Ayana katakan padanya, baginya, itu meupakan sebuah penghinaan dan Lilian tidak bisa menerima itu.
Lilian adalah putri dan anak satu- satunya dari Bertha dan Timothy, yang sudah pasti mereka manjakan dengan tanpa pamrih sama sekali.
Lilian sudah sangat terbiasa beranggapan kalau Ayana berada di bawahnya dan tidak seharusnya anak asuh ini menaikkan suaranya, sekesal atau segusar apapun dia.
maka dari itu, untuk memberi Ayana pelajaran, Lilian menamparnya dengan sangat keras.
Sangat kencang hingga suara pekikkan terkejut dari Ayana dan gema dari pukulan yang di daratkan Lilian berdengung di telinga Ayana.
Begitu keras hingga Ayana pikir kepalanya akan terlepas.
Bukan hanya Ayana saja yang merasakan sakit, tapi Lilian pun merasakan yang sama.
Dia meringis sambil memegangi tangannya. Lilian telah memukul Ayana tanpa memperkirakan tenaga yang dia gunakan.
Tapi, begitu dia melihat darah yang mengalir di sudut bibir Ayana, bibirnya tertarik hingga menjadi sebuah seringai puas.
"Itu yang akan kamu dapatkan kalau kamu bicara sembarangan!" teriak Lilian penuh kemenangan. "Rasakan saja nanti, apa yang akan terjadi padamu setelah ini, akan menjadi mimpi paling buruk yang pernah kau alami!"
Selesai mengatakan kalimatnya yang menyakitkan tersebut, Lilian melenggang pergi dengan menggerakkan pinggulnya secara berlebihan, seolah meledek Ayana.
Ayana menggigit bibirnya untuk menahan air mata yang hampir meluncur turun.
Ayana selalu berpikir tidak ada gunanya menangis di dunia yang tidak peduli pada orang- orang sepertinya dan sistem pemerintahan kota T yang menutup sebelah mata pada kejahatan yang terjadi di pasar gelap.
Mereka bukannya tidak tahu, tapi merupakan hal yang lumrah di kota ini untuk menjual anak asuh yang sudah beranjak remaja seperti Ayana.
Maka dari itu, walaupun terkejut saat dua orang pria tadi datang dan menawar dirinya pada Bertha dan Timothy, Ayana sudah menduga hal ini akan terjadi padanya.
Tidak peduli seberapapun baiknya dirinya, mereka akan melakukan ini, karena tidak ada satu anggota keluarga Timothy yang benar- bebar peduli padanya.
Ayana melanjutkan membuka sekrup terakhir dari teralis jendela kamarnya dengan susah payah, karena air matanya mengaburkan penglihatannya.
Pipinya terasa sangat sakit ketika dia mengusap air matanya yang meluncur turun tanpa permisi.
Kesal, karena air matanya yang tidak mau berhenti mengalir dan rasa berdenyut di wajahnya yang tidak kunjung membaik, tangan Ayana justru terselip yang menyebabkan koin di tangannya jatuh ke lantai.
Dengan panik dan terburu- buru, Ayana segara berjongkok dan mencari kemana koin tersebut menghilang.
Tepat pada saat yang bersamaan, pintu terbuka dan masuklah Bertha dengan wajahnya yang suram.
"Sedang apa kau!?" bentaknya dengan kasar.
Ayana tersentak dan menjadi gelagapan karena tidak tahu harus menjawab apa. "Ini... Ayana mencari..." dia tidak terbiasa berbohong.
Tapi, pandangan Bertha kemudian segera tertuju pada pipi Ayana yang sudah memiliki tanda dari tangan Lilian.
"Kenapa wajahmu bisa seperti itu!!?" Bertha mengambil langkah panjang untuk menghampiri Ayana. Dia benar- benar gusar.
Bagaimana tidak?! Kesalahan sepele seperti ini dapat menurunkan harga jual Ayana!
Bertha merasa dia sudah mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk Ayana dengan membiarkannya tinggal di rumah ini selama bertahun- tahun dan hari ini merupakan hari dimana Bertha akan menuai keuntungan dari 'memelihara' Ayana.
Jadi, bagaimana bisa Ayana melukai wajahnya seperti ini!?
Setidaknya seperti itulah jalan pikiran Bertha dan dua orang lain penghuni rumah ini.
Dengan sangat kasar Bertha mencengkeram lengan Ayana, lupa, kalau tindakannya ini dapat mengurangi 'nilai jual' Ayana nantinya.
"Siapa yang melakukan ini?!" bentak Bertha.
"Lilian," Ayana menjawab tanpa ragu.
Namun, bukannya memarahi putrinya yang manja, Bertha justru memarahi Ayana.
"Kenapa kamu membiarkan Lilian memukulmu!? Kamu sengaja membuatnya marah dan melakukan ini padamu!?" bentak Bertha dengan mata yang melotot tajam.
Ayana benar- benar ingin tertawa, menertawakan kemalangannya.
Bagaimana mungkin Bertha berpikir seperti itu? Dimana logika dari alasannya tersebut?
Mana mungkin Ayana mau dipukuli seperti ini?
"Tentu saja tidak," Ayana menolak tuduhan tersebut, dia meringis ketika cengkeraman Bertha di tangannya mengencang.
Bertha seperti ingin kembali memaki Ayana, tapi kemudian dia menelan kembali kata- katanya.
"Pakai sekarang bajumu! Orang- orang yang akan menjemputmu sudah menunggu di bawah!" geram Bertha yang lalu menghempaskan tubuh Ayana dengan kasar ke atas kasur.
Ayana meringis menahan sakit, dia mengertakkan giginya agar tidak ada suara yang keluar.
Namun, begitu pintu kamar tertutup dan suara langkah Bertha sudah menjauh, Ayana segera melompat bangun dan buru- buru menghampiri jendela, dimana teralisnya telah lepas.
Beruntungnya, Ayana tidak tinggal di lantai dua rumah ini, kalau tidak, dia akan memiliki kesulitan lain karena harus lompat dari lantai yang tinggi itu.
Begitu Ayana telah mendorong jendela kamarnya terbuka, angin malam yang dingin segera menerpa wajahnya dan membuat dirinya menggigil kedinginan.
Walaupun begitu, Ayana menganggap ini sebagai angin kebebasan baginya.
Dengan sigap, Ayana segera menyambar satu- satunya jaket yang ia miliki dan inipun jaket kekecilan milik Lilian yang tidak bisa dia pakai.
Hanya dengan berbekal uang seadanya dan jaket, Ayana nekat mengadu nasib di luar sana, terlepas dari kungkungan keluarga asuhnya dan, terutama, dari pasar gelap.
Tempat dimana Bertha akan menjualnya.
Tidak ada kabar baik yang pernah Ayana dengar dari tempat seperti itu, terlepas dari kenyataan bahwa berita- berita tersebut tidak bisa di pertanggung jawabkan kebenarannya, Ayana tidak memiliki niat sedikitpun untuk mencari tahu.
Dengan cekatan, Ayana keluar dari kamar dan segera berlari ke pintu belakang dimana dia berakhir di sebuah gang kecil.
Ayana menyusuri jalan yang sudah dia hapal.
Karena jalanan di bagian belakang rumah sedikit tertutup oleh rumah- rumah lainnya, maka Ayana harus berjalan beberapa menit untuk sampai ke jalan besar.
Ini merupakan pertama kalinya bagi Ayana keluar dari rumah seorang diri, tapi dia tidak merasa takut.
Kalaupun dia harus kelaparan di jalan atau harus mengais makanan di tengah kota T yang kejam, maka dia akan melakukannya.
Tekadnya sudah sangat bulat.
Namun, takdir berkata lain, karena tepat sesaat setelah Ayana berhasil melarikan diri, Bertha kembali masuk ke dalam kamarnya sambil membawa obat memar.
Dia tidak ingin 'barang dagangannya' terlihat seperti itu dan mengurangi nilai jual.
Tapi, betapa terkejutnya dia ketika mendapati kamar Ayana sudah kosong dengan jendela yang terbuka.
Menyadari apa yang terjadi, Bertha segera menghambur keluar dan berteriak histeris pada suaminya, Timothy.
"Gadis itu melarikan dir! Cepat cari dia, dia pasti belum jauh!" Bertha begitu histeris.
Dan tanpa aba- aba, lima orang pria dewasa dengan sigap berdiri dan berlari keluar rumah dengan tergesa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Nurasiahnasution Asyiah
lanjut
2020-11-20
1