Keesokan harinya, Carlos benar- benar membawa Ayana pulang, keluar dari rumah sakit, walaupun Dr. Nicolas mengatakan kalau Ayana masih butuh perawatan ekstra, Carlos tidak mempedulikan hal itu sama sekali.
“Keluar,” Carlos berkata sambil menahan pintu agar tetap terbuka untuk Ayana, senyum di wajahnya tidak pernah pudar, tapi bukan berarti hari- hari Ayana setelah ini akan menjadi lebih baik. Itu hanyalah sebuah senyum iblis yang akan mengantarkan Ayana ke neraka.
Tanpa menunggu diperintah dua kali dan tidak ingin Carlos kehilangan kesabaran lalu menghukumnya lagi, Ayana segera keluar dari dalam mobil dan berdiri di samping Carlos dengan wajah tertunduk, menyembunyikan rona pucat yang mengindikasikan kalau dirinya masih belum sehat benar.
“Ayo kita masuk ke dalam Babe,” Carlos berkata dengan manis, orang yang tidak mengetahui akan keadaan yang sebenarnya akan berpikir kalau Carlos adalah kekasih Ayana dan telah memperlakukannya dengan sangat baik.
Tapi semua kepura- puraan ini hanyalah Ayana yang tahu. Apabila Carlos memutuskan untuk merubah sikapnya menjadi monster yang Ayana temui malam itu, maka tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya.
Carlos lalu menarik Ayana mendekat dan mencium keningnya, memeluk pinggangnya sambil mereka melangkah masuk ke dalam lobi apartment tempat Carlos tinggal.
Walaupun ini bukan pertama kalinya Ayana berada di sini, tapi ini merupakan kali pertama baginya masuk ke dalam apartment Carlos dalam keadaan sadar.
Setelah sampai, Carlos segera menarik Ayana masuk ke dalam dan mengunci pintunya dengan cepat, lalu mendorong tubuh Ayana menghantam pintu yang tertutup itu.
Gadis itu harus menggigit bibirnya sendiri untuk mencegah agar tidak ada jeritan yang terdengar, dia masih takut pada pria ini dan tidak ingin kalau suara pekikkannya itu membuat Carlos kesal.
“Dengar,” Carlos berkata perlahan, memenjarakan tubuh Ayana di antara ke dua tangannya dan menatap gadis itu dalam. Kini, Carlos yang menakutkan kembali muncul. “Aku tidak ingin repot- repot menjagamu, jadi kau cukup tahu satu hal.”
Carlos berhenti berbicara dan menyentuh rahang Ayana yang gemetar ketakutan. Dia menunggu hingga Ayana memberikannya respon, dan baru setelah gadis itu menganggukkan kepalanya, Carlos melanjutkan kata- katanya yang tertunda.
“Kau cukup tahu kalau kau tidak akan bisa keluar dari tempat ini tanpa izin dariku dan bila kau mencoba untuk kabur, maka aku tidak akan segan- segan menembak kepalamu,” ucap Carlos, tapi kemudian dia menggelengkan kepalanya, menyangkal kata- katanya sendiri. “Tidak. Tidak. Kau tidak akan mati semudah itu, bagaimana kalau kau akan kuberikan pada para bodyguard. Dibandingkan dengan apa yang aku lakukan, hal- hal yang akan mereka perbuat pada gadis sepertimu akan jauh lebih ‘membekas’.”
Ayana tidak perlu bertanya ataupun mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang Carlos maksud dengan ‘membekas’, karena dia sudah dapat membayangkan kemungkinan terburuk dari itu.
“Kalau kau selamat dari para bodyguard itu, maka kau beruntung, tapi itu bukan berarti kau akan bisa melarikan diri dari ronde kedua, ketiga dan seterusnya hingga kau mati di tangan mereka.” Carlos menyelipkan rambut Ayana kebelakang telinganya dan dapat merasakan kalau gadis itu gemetar ketakutan atas apa yang dirinya katakan, tentu saja ini membuat Carlos senang. “Jadi, kau sudah paham, kan?”
Ayana segera menganggukkan kepalanya. Matanya menatap dagu Carlos, terlalu takut untuk melihat langsung ke dalam matanya yang bengis.
“Good girl,” ucap Carlos sambil tersenyum dan menundukkan kepalanya, mengecup bibir Ayana dan mejauh darinya.
Begitu Carlos bergerak menjauh dan menghilang dari pandangannya, Ayana segera jatuh terduduk, seolah ke dua kakinya sudah tidak mampu menahan beban tubuhnya lagi.
Ayana tidak menangis, hanya saja matanya menatap kosong ke lantai di hadapannya. Kata- kata Carlos terus terngiang di telinganya, seperti sebuah nyanyian mengerikan yang akan terus menempel dalam batang- batang otaknya.
Ayana tidak tahu sudah berapa lama dia terduduk di sana dan dia juga tidak menyadari ketika seseorang bergerak mendekatinya.
Ayana baru sadar ketika seorang wanita paruh baya menyentuh lututnya untuk menyadarkan Ayana dari lamunan yang tidak berkesudahan.
Karena terkejut, secara naluri, Ayana menepis tangan yang menyentuhnya itu dan menatap ketakutan pada wanita di hadapannya.
“Jangan takut, namaku Abby.” Kata wanita yang terlihat berusia sekitar dua puluh lima tahunan itu. “Ayo, aku antar ke kamarmu.”
Tapi, Ayana menggeleng. Kalau kamar yang akan dia tempati nanti adalah kamar yang sama dengan Carlos, maka lebih baik dia duduk di sini selamanya.
Seolah Abby dapat membaca kekhawatiran Ayana, dia lalu menjelaskan. “Jangan takut, kamar yang akan kau tempati merupakan kamar yang berbeda dari Carlos. Kau akan memiliki kamar sendiri.”
Ayana masih tidak percaya dan tidak mau bergerak, tapi kata- kata Abby selanjutnya membuatnya menurut dengan enggan, sepertinya gadis ini sangat memahami bagaimana cara menangani gadis- gadis seperti Ayana.
“Kalau kau berada di sini terus, maka Carlos akan melihatmu, dia tidak akan senang melihatmu seperti ini, kau akan mendapat hukuman,” ucap Abby dengan suara pelan, mendramatisir efek yang diberikan. “Kau tidak akan mau tahu hukuman apa yang Carlos akan berikan. Kalau kau akan bersembunyi, bersembunyilah di kamarmu.”
Mendengar itu, Ayana segera berdiri dan bergerak- gerak dengan gelisah, hal ini membuat Abby tersenyum dengan lembut dan menggandeng tangannya untuk memasuki ruang- ruang di dalam temapt ini.
Tanpa Ayana perhatikan jelas, dia sudah tahu kalau tempat ini merupakan tempat yang mewah dan memukau, tapi tidak ada satu pun yang dapat menarik perhatiannya saat ini ketika dia tengah berada di dalam sarang serigala.
Segalanya terlihat muram dan tidak menarik. Bahkan pemandangan kota di balik jendela besar di sisi ruangan yang membentang dari lantai ke langit- langit, tidak mampu menarik minat Ayana ataupun mengalihkan pikirannya dari bayangan hari- hari yang akan dia lewati nanti.
“Ini adalah kamarmu,” Abby berkata sambil membuka pintu menuju kamar Ayana.
Ayana tidak begitu peduli dengan kamar yang akan dia tempati, kalaupun dia harus tinggal di gudang, dia tidak akan mempermasalhkannya selama Carlos meninggalkannya sendirian dan tidak mengganggunya lagi.
“Terimakasih,” gumam Ayana, hendak buru- buru menutup pintunya, tapi Abby menahannya sambil tersenyum lembut.
“Siapa namamu?” Abby bertanya.
Ayana mengangkat kepalanya dan menatap Abby untuk sesaat sebelum akhirnya dia berkata pelan. “Ayana.”
“Okey, kalau begitu Ayana. Aku akan kembali ke sini dan mengantarkan makanan untukmu dan kalau Carlos pergi, mungkin kau bisa menjelajahi tempat ini.” Abby kemudian menambahkan dengan miris. “Tentu saja kau sebaiknya tidak mencoba untuk kabur.”
Ayana mengangguk mengerti. Sepertinya Abby bisa dijadikan teman.
Namun, apakah benar ada kata ‘teman’ dalam situasi seperti ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Nurasiahnasution Asyiah
makasih atas ceritanya
2020-11-20
1
Nurasiahnasution Asyiah
up cepat cepat ya thor
2020-11-20
1
Happy Narulita
akhirnya up juga dirimu.. 😁
2020-09-16
1