"My girl!" seru Carlos dengan nada yang sedikit cadel. Sepertinya alkohol sudah merusak caranya berbicara.
Pria itu menghampiri Ayana dengan langkah yang sempoyongan.
Ayana ingin menjauhinya karena bau alkohol yang menguar dari tubuhnya benar- benar sangat mengganggu. Bagaimana bisa pria ini tercium seperti habis terendam di kubangan alkohol dan asap rokok? Padahal hanya dua jam berselang sejak mereka bertemu di depan pintu tadi.
Namun, langkah mundur yang Ayana hendak ambil, tidak berjalan mulus. Lengannya di tahan oleh Cassandra, sehingga Ayana tidak bisa kemana- mana kecuali menerima pelukan memuakkan dari Carlos.
Melihat sekelilingnya, ke empat remaja yang tadi datang bersamanya telah duduk di samping masing- masing para tamu.
Pria- pria itu merupakan pria berumur yang lebih pantas menjadi ayah mereka, bahkan ada satu yang cukup tua hingga rambutnya memutih semua, tapi dia tidak berhenti mencoba untuk mengusap paha gadis bernama Cherry, Ayana baru mengetahui namanya tadi.
Pemandangan itu sungguh memuakkan. Terutama ketika Ayana harus menghadapi satu yang terus menerus mencoba untuk menyentuh setiap inci dari tubuhnya.
"Hentikan!" Ayana meronta dalam pelukan Carlos.
"Menarik..." gumam Carlos sambil menjilat bibirnya yang kering.
Setelah mengatakan itu, Carlos menjambak rambut Ayana dan ******* bibirnya dengan ganas.
Rasa sakit dari kulit kepala Ayana dan bibirnya sama sekali tidak sebanding dengan oerasaan terhina yang Ayana rasakan saat ini.
Bahkan dalam posisi ini, Ayana masih dapat melihat tatapan penuh rasa iba dari ke empat remaja yang memiliki nasib sama dengannya.
Mereka seolah mengatakan tidak ada gunanya melawan. Apalagi, mereka pun sedang tidak dalam posisi yang bisa untuk menolak, saat pria- pria itu mulai menuntaskan nafsu mereka seperti binatang di saat itu juga.
Tidak peduli pada sekitar.
Mungkin ada benarnya kalau perlawanaan macam apapun tidak akan ada gunanya, tapi tetap saja Ayana tidak ingin diperlakukan seperti ini, terutama oleh pria yang baru dia temui dan ini merupakan ciuman pertamanya.
"Carlos," suara yang dalam dan penuh otoeitas, memanggil Carlos dengan nada tidak sabar. "Selesaikan urusanmu itu nanti, masih ada hal yang harus kau persiapkan."
Juan muncul dari balik pintu kaca sambil membenarkan kerah bajunya yang sedikit berantakan dan tidak lama kemudian Cassandra muncul di belakangnya, dengan tatanan rambut yang sudah tidak keruan.
Tapi, bibirnya yang sedikit membengkak mengindikasikan kalau dia baru saja menerima sweet punishment dari Juan, karena tidak ada yang terlihat di balik sorot matanya selain kepuasan.
Mendengar perintah dari Juan, dengan menggerutu, Carlos akhirnya melepaskan Ayana yang sudah terisak.
Dia menggerutu sesuatu yang tidak Ayana pahami, tapi suara bisikannya di telinga Ayana terdengar begitu jelas saat dia mencondongkan tubuh untuk mengecup pipinya.
"Aku akan segera kembali, nanti kita lanjutkan lagi, oke?" Carlos berkata dengan nada suara yang ringan.
Setelah Carlos melepaskannya, Ayana hanya bisa terduduk di lantai, terisak. Dia menatap sekelilingnya, tapi tidak menemukan celah untuk melarikan diri karena seluruh jalan keluar telah dijaga.
Dress putih yang Ayana kenakan sudah tersingkap disana sini dan dirinya harus menutupi tubuhnya yang terekspos dengan rambutnya yang panjang atau tangannya.
Lipstick merah yang Cassandra berikan padanya sudah belepotan di sekeliling bibirnya akibat perbuatan Carlos.
Dengan tubuh gemetar, Ayana menundukkan kepalanya, berharap kalau dia bisa menghilang saja dari sana.
Tapi, tentu saja hal tersebut tidak akan pernah terjadi.
Entah berapa lama Ayana menundukkan kepalanya seperti itu, tapi kemudian dia mendengar obrolan para pria berlangsung panas.
Sepertinya, terjadi perdebatan sengit antara Juan, Carlos dan ke empat partner bisnisnya itu.
Mereka meributkan sesuatu yang pelik, bahkan Carlos terlihat sangat sadar dibandingkan dirinya yang mabuk beberapa saat lalu.
Kemudian, hal yang lebih menakutkan lagi terjadi...
Ayana melihatnya dengan sangat jelas saat Juan mengambil pistol yang terselip di pinggang Carlos dengan sangat natural tanpa menimbulkan kecurigaan, menarik pelatuknya dan mengarahkannya pada pria paruh baya dengan rambut yang telah memutih.
Pria itu tengah berdebat dengan Carlos, tapi kata- katanya tertahan saat melihat moncong pistol yang sudah terarah ke kepalanya.
Belum sempat keterkejutannya selesai, suara tembakan yang nyaring dan memekakkan telinga, menggema ke seluruh penjuru ruangan bersamaan dengan tumbangnya orang pertama.
Saat letusan tembakan kedua, ketiga dan ke empat terjadi, tidak ada suara senyaring tembakan dari pistol Carlos.
Hanya saja, kini ke empat tamu yang di undang Juan untuk datang telah terbujur kaku dengan luka menganga tepat di pelipis mereka dan darah segar yang membanjiri karpet mahal di bawahnya.
"Sudah kukatakan berkali- kali, bukan? Gunakan peredam." Juan berkata dengan kesal sambil mengembalikan pistol yang di ambil dari pinggang Carlos.
"Ah, tidak seru!" gerutu carlos. "Aku suka mendengar suaranya." Dia mengusap pistol di tangannya tersebut dengan sayang.
Juan hanya dapat melirik sahabatnya yang eksentrik ini dan mengambil satu botol wisky.
"Habisi mereka juga." Juan mengangguk pada ke empat gadis remaja yang tadi telah dilecehkan oleh partner bisnisnya yang kini telah mati.
"Tidak, jangan..." Mereka berempat segera memohon, meletakkan tangan mereka di depan dada sambil meratap.
Belum selesai rasa terkejut mereka atas pemandangan berdarah ini, tapi perintah Juan justru membuat mereka kembali menangis dan memohon, setidaknya mereka dibiarkan untuk hidup, walaupun kehidupan yang mereka jalani tidak lebih baik dari kematian.
"Tolonglah... tolonglah Tuan..." satu remaja merangkak mendekati Juan, ingin menyentuh kakinya, tapi sebelum dia dapat melakukan itu, Nick telah menembaknya.
Seolah itu adalah tanda, tiga orang bodyguard berbadan besar menembak mereka masing- masing satu tanpa ampun.
Kini, ada delapan mayat yang terserak seperti seonggok sampah di lantai dan tidak ada satu orangpun di dalam ruangan itu yang berjengit melihat pemandangan seperti ini.
Tidak juga dengan Cassandra, seolah dia telah terbiasa dengan apa yang dia saksikan.
"Lalu, bagaimana dengan dia?" Nick mengarahkan pistolnya ke Ayana.
"Tidak... tidak..." Ayana menggelengkan kepalanya dengan kuat. Berharap hal tersebut cukup membuat mereka menaruh sedikit iba padanya.
Tapi, Juan bahkan tidak menatapnya ketika dia memberi perintah; bunuh dia.
Entah apa yang merasuki Ayana, tapi dia bergerak hampir bersamaan ketika Nick menarik pelatuk pistolnya dan peluru tersebut hanya menggores paha Ayana.
Tanpa mempedulikan rasa sakit yang dia rasakan, Ayana berdiri dan berlari menuju Carlos, bersimpuh padanya.
"Tolong jangan bunuh aku..." Ayana memohon dengan suara tercekat.
Kehidupan ini memang menakutkan, tapi Ayana lebih takut lagi pada kematian.
Setidaknya dengan hidup, dia masih memiliki harapan.
Carlos terkejut karena Ayana berhasil menghindari peluru, tapi kemudian sebuah senyum merekah di bibirnya.
"Kita lihat, bagaimana performamu di atas ranjang, barulah nanti kuputuskan apakah harus membunuhmu atau tidak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Ayu Zahar
padahal berharap Juan mau berbaik hati pada ayna
2020-11-20
1
Nurasiahnasution Asyiah
jadi bukan Juan sama Ayana ya
2020-11-20
1
Happy Narulita
next.. bgus critanya
2020-08-03
1