Terpaksa Menjadi Wanita Simpanan
Bulir-bulir air hujan mengiringi kepergian ayahanda Alina, hanya ada beberapa orang saja yang masih tampak setia mengantar sampai ke tempat peristirahat terakhir. Karena sedari pagi ini hujan turun tiada berhenti. Ayahanda Alina, yaitu pak Gunawan meninggal karena sakit stroke yang dideritanya selama hampir 7 tahun terakhir. Sedangkan ibunya meniggalkan mereka karena sudah tidak tahan lagi hidup miskin dan mempunyai suami sakit-sakitan. Sementara adiknya, Doni selang dua jam setelah selesai ayahnya dimakamkan mengalami kecelakaan lalu lintas sehingga menyebabkan luka yang sangat parah dibagian otaknya dan diharuskan segera dilakukan tindakan operasi.
Alina semakin terpukul dari mana ia mendapatkan uang yang sangat banyak untuk biaya operasi adiknya, sementara biaya pemakaman ayahnya saja belum dilunasi. Alina ingat bahwa ia mungkin masih bisa meminjam uang pada tantenya. Tidak banyak yang tahu bahwa Alina masih mempunyai kerabat dekat dari ibunya, yaitu tante Merry.
Tante Merry sangat baik memperlakukan Alina sejak Alina masih kecil sampai sekarang. Walaupun tante Merry tinggal berbeda kota dengannya. Alina tinggal di Bandung sementara tante Merry tinggal di kota metropolitan, Jakarta.
Meski sempat ragu-ragu untuk menghubungi tantenya tapi apalah daya Alina sudah tidak tahu lagi harus meminta bantuan pada siapa. Alina tahu tantenya adalah orang kaya berbeda dengan keluarganya. Alina cukup beruntung setelah menghubungi tante Merry, tantenya itu bersedia dan akan datang sore hari ini juga ke Bandung.
Malam hari ini Alina sudah berada di Rumah Sakit menunggu adiknya yang berada di ruang IGD, ia terus bolak-balik tiada henti menunggu kedatangan tantenya yang belum kunjung datang. Alina memutuskan untuk berdo'a di mushola Rumah Sakit berharap datang mukjizat kesadaran untuk adiknya. Setelah berdo'a ia memutuskan kembali menuju ruang IGD, ternyata di sana sudah berdiri satu sosok wanita yang dikenalnya, yaitu tante Merry.
“Tante,,,” pekik Alina lirih, akhirnya Alina menghambur memeluk tantenya meluapkan semua kesedihan yang ia tahan sendiri,
Tante Merry mengusap lembut punggung Alina menenangkan gadis itu agar bisa tabah menghadapi semua cobaan yang menimpanya.
“Alina, maafkan tante baru datang dan tidak sempat menghadiri pemakaman ayahmu,”Alina mengangguk pelan mengerti kondisi tantenya yang sibuk.
“Tante sudah bicara dengan dokter barusan pas datang, katanya kalau adikmu tidak segera siuman harus dilakukan operasi secepatnya Lin…”
“Iya tante, Alina sudah diberitahu dokter sebelumnya dan Alina bingung tante,”
“Perihal pinjaman itu tante akan memberikannya padamu Lin,”
“Tapi tan, kata dokter biayanya sangat besar hampir 150 juta,"
“Tidak masalah tante akan pinjamkan padamu tapi kamu harus bantuin tante Lin,”
“Alina akan bantuin tante apapun yang tante perintahkan sama Alina asal Doni bisa segera dioperasi.. Hiks..hiks,” isak Alina dipelukan tantenya.
“Dengan semua resikonya sekalipun kamu ikut tante ke Jakarta?" Alina terdiam sejenak memikirkan bagaimana keadaan Doni kalau ia ikut tantenya ke Jakarta.
“Kamu jangan khawatirkan tentang Doni, setelah dia sembuh dia akan ikut ke Jakarta. Tapi sementara setelah operasi kamu akan ikut langsung dengan tante. Doni ada suster yang menjaganya,“ Alina ragu kalau harus meninggalkan adiknya sendirian di Rumah Sakit, hanya dirinyalah yang adiknya punya. Tapi kalau ia tidak ikut dengan tantenya, adiknya tidak akan segera dioperasi dan sembuh seperti semula.
“Kamu jangan khawatir, tante akan segera mengurusnya sekarang kamu tunggu di sini saja!” perintah tantenya seraya bangkit menuju tempat administrasi Rumah Sakit. Alina mengangguk pelan, ia lebih memilih untuk diam di depan ruang IGD menunggu tantenya selesai mengurus administrasi.
Beberapa suster dan beberapa dokter mulai sibuk mengurusi segala persiapan operasi di ruang operasi, dokter anastesi, dokter bedah dan beberapa assisten dokter kini telah siap menjalankan tugasnya sebaik mungkin.
“Berdo'alah, semoga operasi adik anda dilancarkan." titah dokter Farel yang menangani Doni sedari awal. Alina mengangguk pelan dan tangannya terus dikepalkan merasakan dingin sampai ke ujung kaki.
Sementara tante Merry memilih menunggu di kantin Rumah Sakit bersama seorang pria bertubuh besar yang diduga adalah bodyguarnya.
Hampir 6 jam sudah Alina setia menunggu di depan ruang operasi dan 6 jam pulalah operasi telah selesai. Dokter Farel kembali ke luar menemui Alina yang sedang menunduk sendiri memanjatkan do'a-do'anya.
“Keluarga pasien," suara dokter Farel mengangetkan Alina dan segera menghampirinya.
“Iya dok saya,, bagaimana adik saya dok?” Dokter Farel tersenyum lepas melihat kekhawatiran Alina pada adiknya.
“Syukurlah operasinya lancar. Kami akan memindahkan pasien ke ruang perawatan dan menunggu pasien siuman. Saya permisi dulu.” Alina tersenyum senang bersyukur apa yang ia takutnya perlahan dapat dilewati.
Tante Merry memegang pundak Alina dari belakang sehingga Alina cukup terkejut segera membalikan tubuhnya.
“Syukurlah Doni sudah selesai dioperasi. Kamu harus bersiap ikut dengan tante ke Jakarta Lin!”
“Tan, Alina mohon sama tante tunggu sampai Doni siuman dulu, setelah itu kita akan berangkat. Alina hanya ingin melihat Doni dulu dan memastikan Doni baik-baik saja,”isak Alina memohon pada tantenya.
Tante Merry mengeluarkan nafasnya secara kasar, kalau bukan karena kasihan melihatnya ditinggalkan ayahnya mungkin saja tante Merry sudah membawa paksa Alina. Uang yang ia keluarkan sebanyak 150 juta bukanlah jumlah yang kecil.
“Baiklah kita tunggu sampai besok, kalau Doni siuman besok kamu akan ikut tante langsung. Tante tidak bisa meninggalkan pekerjaan tante lama-lama Lin,” kesal tantenya.
“Iya tante tenang saja, Alina kan menepati janji Alina.”
Sepanjang malam Alina dengan setia menunggui Doni disebelah bed Rumah Sakit, menelungkupkan wajahnya dengan di tahan tangannya agar bisa tidur dengan nyaman menunggui adik tercintanya. Hingga malam yang gelap telah berlalu tergantikan cahaya matahari terbit menyeruak masuk melalui celah-celah tirai.
Alina mengucek matanya saat ia terbangun, posisinya masih sama sejak semalam hingga ia merasakan pegal pada tubuhnya.
Tanpa sadar Alina memperhatikan jemari tangan Doni yang mulai bergerak sendiri dan refleks segera memencet tombol nurse call. Tak lama berselang suster datang dan segera memeriksa keadaan Doni kemudian segera memanggil dokter jaga pagi ini.
“Pasien menunjukan kemajuan dan segera akan siuman, kita tunggu saja perkembangannya.”
Alina bisa bernafas lega karena apa yang dibilang dokter padanya benar terjadi Doni perlahan membuka matanya dan tersenyum melihat Alina berdiri di sebelahnya.
“Alhamdulillah Don, kamu sadar juga,” ucap Alina memeluk tubuh adiknya yang lemah tak berdaya.
“Kak, maafin Doni ya kakak jadi repot,” Alina menahan tangisnya agar tidak jatuh. Tapi melihat keadaan Doni dan mengingat ia harus ikut tantenya pergi membuat tangisnya tidak terelakan lagi.
“Doni, maafin kakak ya. Kakak tidak bisa nemenin kamu di Rumah Sakit. Tapi kamu tidak usah khawatir tiap kakak dapat libur kakak akan pulang dan nengokin kamu di sini. Ada suster di sini dan dokter juga, kakak akan titipin kamu sampai kamu sembuh dan ikut dengan kakak ke Jakarta.” jelas Alina dengan berderai air mata.
Doni tidak bisa berbicara banyak karena keterbatasannya pada alat-alat yang masih menempel di mulut dan hidungnya.
Tante Merry meremas pundak Alina agar bisa kuat meninggalkan adiknya sendiri dan memastikan suster dan dokter di sana menjaga Doni dengan baik.
Kisah di Mulai….
Tbc….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Meili Mekel
baca dulu
2022-12-14
0
Enni Smit
menyimak dlu ah
2021-11-19
0
Virgine Palijama
nyimak thor..
2021-06-04
0