Bulir-bulir air hujan mengiringi kepergian ayahanda Alina, hanya ada beberapa orang saja yang masih tampak setia mengantar sampai ke tempat peristirahat terakhir. Karena sedari pagi ini hujan turun tiada berhenti. Ayahanda Alina, yaitu pak Gunawan meninggal karena sakit stroke yang dideritanya selama hampir 7 tahun terakhir. Sedangkan ibunya meniggalkan mereka karena sudah tidak tahan lagi hidup miskin dan mempunyai suami sakit-sakitan. Sementara adiknya, Doni selang dua jam setelah selesai ayahnya dimakamkan mengalami kecelakaan lalu lintas sehingga menyebabkan luka yang sangat parah dibagian otaknya dan diharuskan segera dilakukan tindakan operasi.
Alina semakin terpukul dari mana ia mendapatkan uang yang sangat banyak untuk biaya operasi adiknya, sementara biaya pemakaman ayahnya saja belum dilunasi. Alina ingat bahwa ia mungkin masih bisa meminjam uang pada tantenya. Tidak banyak yang tahu bahwa Alina masih mempunyai kerabat dekat dari ibunya, yaitu tante Merry.
Tante Merry sangat baik memperlakukan Alina sejak Alina masih kecil sampai sekarang. Walaupun tante Merry tinggal berbeda kota dengannya. Alina tinggal di Bandung sementara tante Merry tinggal di kota metropolitan, Jakarta.
Meski sempat ragu-ragu untuk menghubungi tantenya tapi apalah daya Alina sudah tidak tahu lagi harus meminta bantuan pada siapa. Alina tahu tantenya adalah orang kaya berbeda dengan keluarganya. Alina cukup beruntung setelah menghubungi tante Merry, tantenya itu bersedia dan akan datang sore hari ini juga ke Bandung.
Malam hari ini Alina sudah berada di Rumah Sakit menunggu adiknya yang berada di ruang IGD, ia terus bolak-balik tiada henti menunggu kedatangan tantenya yang belum kunjung datang. Alina memutuskan untuk berdo'a di mushola Rumah Sakit berharap datang mukjizat kesadaran untuk adiknya. Setelah berdo'a ia memutuskan kembali menuju ruang IGD, ternyata di sana sudah berdiri satu sosok wanita yang dikenalnya, yaitu tante Merry.
“Tante,,,” pekik Alina lirih, akhirnya Alina menghambur memeluk tantenya meluapkan semua kesedihan yang ia tahan sendiri,
Tante Merry mengusap lembut punggung Alina menenangkan gadis itu agar bisa tabah menghadapi semua cobaan yang menimpanya.
“Alina, maafkan tante baru datang dan tidak sempat menghadiri pemakaman ayahmu,”Alina mengangguk pelan mengerti kondisi tantenya yang sibuk.
“Tante sudah bicara dengan dokter barusan pas datang, katanya kalau adikmu tidak segera siuman harus dilakukan operasi secepatnya Lin…”
“Iya tante, Alina sudah diberitahu dokter sebelumnya dan Alina bingung tante,”
“Perihal pinjaman itu tante akan memberikannya padamu Lin,”
“Tapi tan, kata dokter biayanya sangat besar hampir 150 juta,"
“Tidak masalah tante akan pinjamkan padamu tapi kamu harus bantuin tante Lin,”
“Alina akan bantuin tante apapun yang tante perintahkan sama Alina asal Doni bisa segera dioperasi.. Hiks..hiks,” isak Alina dipelukan tantenya.
“Dengan semua resikonya sekalipun kamu ikut tante ke Jakarta?" Alina terdiam sejenak memikirkan bagaimana keadaan Doni kalau ia ikut tantenya ke Jakarta.
“Kamu jangan khawatirkan tentang Doni, setelah dia sembuh dia akan ikut ke Jakarta. Tapi sementara setelah operasi kamu akan ikut langsung dengan tante. Doni ada suster yang menjaganya,“ Alina ragu kalau harus meninggalkan adiknya sendirian di Rumah Sakit, hanya dirinyalah yang adiknya punya. Tapi kalau ia tidak ikut dengan tantenya, adiknya tidak akan segera dioperasi dan sembuh seperti semula.
“Kamu jangan khawatir, tante akan segera mengurusnya sekarang kamu tunggu di sini saja!” perintah tantenya seraya bangkit menuju tempat administrasi Rumah Sakit. Alina mengangguk pelan, ia lebih memilih untuk diam di depan ruang IGD menunggu tantenya selesai mengurus administrasi.
Beberapa suster dan beberapa dokter mulai sibuk mengurusi segala persiapan operasi di ruang operasi, dokter anastesi, dokter bedah dan beberapa assisten dokter kini telah siap menjalankan tugasnya sebaik mungkin.
“Berdo'alah, semoga operasi adik anda dilancarkan." titah dokter Farel yang menangani Doni sedari awal. Alina mengangguk pelan dan tangannya terus dikepalkan merasakan dingin sampai ke ujung kaki.
Sementara tante Merry memilih menunggu di kantin Rumah Sakit bersama seorang pria bertubuh besar yang diduga adalah bodyguarnya.
Hampir 6 jam sudah Alina setia menunggu di depan ruang operasi dan 6 jam pulalah operasi telah selesai. Dokter Farel kembali ke luar menemui Alina yang sedang menunduk sendiri memanjatkan do'a-do'anya.
“Keluarga pasien," suara dokter Farel mengangetkan Alina dan segera menghampirinya.
“Iya dok saya,, bagaimana adik saya dok?” Dokter Farel tersenyum lepas melihat kekhawatiran Alina pada adiknya.
“Syukurlah operasinya lancar. Kami akan memindahkan pasien ke ruang perawatan dan menunggu pasien siuman. Saya permisi dulu.” Alina tersenyum senang bersyukur apa yang ia takutnya perlahan dapat dilewati.
Tante Merry memegang pundak Alina dari belakang sehingga Alina cukup terkejut segera membalikan tubuhnya.
“Syukurlah Doni sudah selesai dioperasi. Kamu harus bersiap ikut dengan tante ke Jakarta Lin!”
“Tan, Alina mohon sama tante tunggu sampai Doni siuman dulu, setelah itu kita akan berangkat. Alina hanya ingin melihat Doni dulu dan memastikan Doni baik-baik saja,”isak Alina memohon pada tantenya.
Tante Merry mengeluarkan nafasnya secara kasar, kalau bukan karena kasihan melihatnya ditinggalkan ayahnya mungkin saja tante Merry sudah membawa paksa Alina. Uang yang ia keluarkan sebanyak 150 juta bukanlah jumlah yang kecil.
“Baiklah kita tunggu sampai besok, kalau Doni siuman besok kamu akan ikut tante langsung. Tante tidak bisa meninggalkan pekerjaan tante lama-lama Lin,” kesal tantenya.
“Iya tante tenang saja, Alina kan menepati janji Alina.”
Sepanjang malam Alina dengan setia menunggui Doni disebelah bed Rumah Sakit, menelungkupkan wajahnya dengan di tahan tangannya agar bisa tidur dengan nyaman menunggui adik tercintanya. Hingga malam yang gelap telah berlalu tergantikan cahaya matahari terbit menyeruak masuk melalui celah-celah tirai.
Alina mengucek matanya saat ia terbangun, posisinya masih sama sejak semalam hingga ia merasakan pegal pada tubuhnya.
Tanpa sadar Alina memperhatikan jemari tangan Doni yang mulai bergerak sendiri dan refleks segera memencet tombol nurse call. Tak lama berselang suster datang dan segera memeriksa keadaan Doni kemudian segera memanggil dokter jaga pagi ini.
“Pasien menunjukan kemajuan dan segera akan siuman, kita tunggu saja perkembangannya.”
Alina bisa bernafas lega karena apa yang dibilang dokter padanya benar terjadi Doni perlahan membuka matanya dan tersenyum melihat Alina berdiri di sebelahnya.
“Alhamdulillah Don, kamu sadar juga,” ucap Alina memeluk tubuh adiknya yang lemah tak berdaya.
“Kak, maafin Doni ya kakak jadi repot,” Alina menahan tangisnya agar tidak jatuh. Tapi melihat keadaan Doni dan mengingat ia harus ikut tantenya pergi membuat tangisnya tidak terelakan lagi.
“Doni, maafin kakak ya. Kakak tidak bisa nemenin kamu di Rumah Sakit. Tapi kamu tidak usah khawatir tiap kakak dapat libur kakak akan pulang dan nengokin kamu di sini. Ada suster di sini dan dokter juga, kakak akan titipin kamu sampai kamu sembuh dan ikut dengan kakak ke Jakarta.” jelas Alina dengan berderai air mata.
Doni tidak bisa berbicara banyak karena keterbatasannya pada alat-alat yang masih menempel di mulut dan hidungnya.
Tante Merry meremas pundak Alina agar bisa kuat meninggalkan adiknya sendiri dan memastikan suster dan dokter di sana menjaga Doni dengan baik.
Kisah di Mulai….
Tbc….
Masih dengan berderai air mata Alina kini sedang dalam perjalanan menuju kota Jakarta, Alina sadar betul ia harus mengembalikan uang tantenya dengan bekerja keras dan menuruti semua perintah tantenya apapun itu konskuensinya.
Hingga sampailah Alina di depan sebuah rumah megah mentereng yang dijaga beberapa bodyguard. Merry masuk diikuti Alina yang mengekor di belakangnya. Alina takjub melihat kemegahan rumah tantenya, ia berpikir bahwa usaha Merry cukup sukses dan ia pun akan mendapatkan penghasilan yang besar dan segera membawa Doni bersamanya.
“Lin, kamu bersih-bersih saja dulu dan bersantai nanti malam tante akan ajak kamu keluar,” ucap tantenya menunjukan sebuah kamar cukup luas yang akan ditinggali Alina selama di sana.
“Iya tan, Lina akan bersih-bersih dulu lalu istirahat sebentar.” Merry mengangguk pelan lalu pergi dari hadapan Alina menuju lantai bawah.
Alina terdiam sejenak tentang pekerjaan yang akan diberikan tantenya, apakah jadi karyawan, sekretaris atau menjadi assisten pribadi tantenya di perusahaan. Alina tersenyum kecil karena ia sudah tidak sabar apa pekerjaannya nanti. Tak lama tantenya kembali datang membawakan sebuah gaun malam yang sedikit tidak terlalu seksi, Alina akan menolaknya di awal kalau dipakaikan gaun seksi terbuka.
“Kenapa Alina harus pakai ini tante?” tanya Alina penasaran.
“Karena kita akan pergi ke pesta, masa kamu mau pakai jeans dan kaos.”
Alina mengerti dan sedikit tersenyum walaupun ia tidak terbiasa dengan pakaian seperti ini.
Pukul 7 malam pergilah Alina bersama tantenya menyusuri jalanan ibu kota dengan menaiki mobil mewah seri terbaru keluaran BMW. Alina tidak menyangka tantenya mempunyai beberapa mobil mewah yang terpajang di gerasinya.
Merry membawa Alina ke sebuah tempat sekelas club malam elit di bilangan Jakarta pusat, club Alexus namanya. Sering disinggahi orang-orang penting, pengusaha, pejabat dan kalangan sosial elit lainnya. Alexus menjadi kedok usaha Merry meraup pundi-pundi rupiahnya dengan menjajakan wanita-wanita malam asuhannya juga gadis-gadis remaja yang datang padanya karena faktor ekonomi menjual harga dirinya sendiri, cukup miris faktor ekonomi menjadi penyebab utama mereka menjual diri, katakanlah seperti itu.
Alina cukup terperanjat saat masuk ke dalam melihat ke sekelilingnya.
Beberapa wanita muda berpakaian seksi menyapa Merry dengan panggilan Madam.
“Selamat malam Madam?” sapa seorang amoy di ujung tempat duduk bersama seorang pria tua.
“Malam Jesica..”
Bukan hanya seorang amoy di sana, ada juga bule dengan pakaian seksi mereka, masih muda dan juga cantik-cantik.
“Tante, bukankah ini seperti club malam? Katanya kita akan pergi ke pesta,” tanya Alina polos hampir saja membuat tantenya tertawa.
“Kamu pikir ini bukan pesta, ini pesta Alina,”
“Dan kamu akan bekerja di sini mulai malam ini!” Alina membelakan matanya apa yang harus dikerjakan di tempat seperti ini, ia hampir menangis tapi Merry membawanya ke ujung tempat di club itu.
“Kamu jangan menangis! Bukankah kamu sendiri yang bilang akan bekerja dan menuruti semua perintahku?” ancam Merry membuat pergelangan tangan Alina memerah.
“Tapi tante-,”
“Panggil madam! Di sini aku bukan tantemu tapi atasanmu.”
Alina terperangah melihat perubahan sikap tantenya berubah drastis
Kenapa bisa seperti ini
Untunglah Alina terselamatkan oleh kedatangan seorang bodyguard menghampiri tantenya dan membisikan sesuatu ke telinga tantenya. Wajahnya seketika berbinar dan segera berlalu meninggalkan Alina sendirian.
“Jack, kamu suruh dia untuk melayani para tamu di sini pastikan dia bisa tersenyum!”perintah Merry pada bodyguardnya itu.
“Baik madam.” setelah kepergian atasannya, Jack menyuruh Alina untuk segera bersiap menyambut beberapa tamu yang datang, mempersilahkannya duduk dan menyuguhkan minuman.
“Kamu bisa tersenyum, menggandeng tangan tamu dan menyuguhi minuman bahkan bisa lebih dari itu,” titah Jack mengajari Alina tentang apa yang harus ia perbuat.
“Tapi aku tidak bisa,”sanggah Alina.
“Lihatlah olehmu beberapa wanita yang berdiri dan duduk di sana! Awalnya mereka juga sama sepertimu, polos. Tapi lama-lama mereka terbiasa tanpa harus disuruh lagi.”
Alina menghela nafasnya, ia terpaksa benar-benar terpaksa harus berada dalam lembah nista seperti ini.
“Jack, siapa ini?” tanya Pak Hendarso salah satu pelanggan tetap Alexus, Hendarso adalah seorang pengusaha sukses di bidang perhotelan. Termasuk lelaki hidung belang yang sering minta dilayani seorang wanita muda untuk memuaskan hasratnya.
“Ini anak baru,” Jack menimpali, terlihat seringai di wajah Hendarso membuat Alina cukup ketakutan.
“Hei dia ketakutan rupanya, tenanglah gadis manis Om tidak akan membuatmu takut. Jack bisakah kalau aku mau yang ini?” pinta Hendarso pada Jack tapi tangan Hendarso segera di tepis dari pundak Alina oleh Merry.
“Jangan seenaknya seperti ini! Pak Hendarso tidak akan bisa membayarnya,” ucap Merry.
“Madam Merry ini seperti tidak tahu saja aku ini seorang pengusaha sudah pasti banyak uangnya,” bela Hendarso membuat Merry menyebikkan bibirnya. Bagi Merry, Hendarso adalah seorang pria yang ingin selalu dipuaskan tapi pelit mengeluarkan uangnya.
“Dia masih gadis dan sekalipun hartamu diberikan padaku semuanya tidak akan bisa membelinya,” ucap Merry sinis segera membawa Alina pergi bersamanya.
“Dasar ABG tua tak bermodal.” kesal Merry.
Alina dibawanya menuju sebuah ruangan VVIP, yang hanya untuk satu tamu khusus.
“Sekretaris, saya membawa orang yang akan menemani Tuan Muda malam ini.” ucap Merry mengumpankan Alina.
Sekretaris Aaron yang merupakan kaki tangan dari Tuan Muda Leon yang dimaksud sebagai tamu VVIP Alexus malam ini mengabarkan pada tuannya tentang orang yang diminta untuk menemaninya telah ada di depan pintu.
“Suruh masuk!” titah Leon pada sekretarisnya.
“Selamat malam Tuan Muda Leon, saya sangat senang sekali anda bisa datang kembali ke sini. Saya membawakan dia untuk menemani anda,”
“Ya, tinggalkan saja dia di sini bersamaku dan kamu boleh pergi!” titah Leon dingin pada Merry.
Merry tersenyum undur diri seolah sudah terbiasa dengan sikap angkuh seorang Leon.
Sekretaris itu menyuruh agar Alina duduk di sofa tepat berhadapan dengan Leon.
“Kamu pekerja baru di club ini?” tanyanya pada Alina yang masih diam terpaku.
“Iya tuan, saya baru di sini,” Alina menjawab dengan sedikit gugup. Pertama kali dalam hidupnya berada dalam tempat ini dan bersama seorang pria tidak dikenalnya.
“Kamu butuh uang sampai harus bekerja seperti ini?” tanyanya lagi.
“Iya tuan saya membutuhkan uang untuk-,”
“Murahan,” sentak Leon membuat dada Alina berdegup kencang.
Siapa yang ingin bekerja seperti ini! Angkuh sekali dia, memangnya dia siapa?
“Jelaskan padanya apa yang harus dia lakukan untukku!” Leon menyuruh sekretarisnya untuk menjelaskan peran Alina untuknya.
Apa ini? Apakah aku suruhannya? Kenapa ada tugas segala!
Sekretaris itu menarik kursi dan duduk bersebelahan dengan Alina.
“Nona, perkenalkan nama saya Aaron Kwok, panggil saja saya AK, dibaca EK! Saya adalah sekretaris pribadinya Tuan Muda Leon,” ucap AK pada Alina memperkenalkan dirinya.
Alina tersenyum kecil mendengar ucapan AK cukup ramah padanya.
“Nona, setiap Tuan Muda datang ke sini, anda harus menemaninya. Tuan Muda tidak suka di temani oleh seseorang yang tidak diinginkan dan anda cukup menemaninya di sini dengan melayaninya sebaik mungkin.” jelas
AK.
Alina mengangguk pelan paham sekali dengan apa yang harus dilakukannya untuk sekarang dan seterusnya.
***
tbc...
Alina duduk di sebelah Leon mencoba sebisa mungkin melayani tamunya dan bersikap sebaik mungkin, sesekali Alina terpaksa untuk tersenyum dan apapun yang terjadi pesan tantenya yang harus ia lakukan adalah cukup tersenyum.
Perawakan Leon cukup sempurna, mempunyai kharisma sebagai seorang pria. Tatapannya selalu dapat mengintimidasi siapapun yang melihatnya.
“Jangan tersenyum jika hanya terpaksa! Aku tidak suka kemunafikan.” kata-katanya tajam setajam silet hampir saja mengenai dadanya
Leon Hansen Wijaya adalah nama pemilik perusahaan ternama Wijaya Grup. Rumor yang beredar tentangnya adalah, dia pria muda yang berdarah dingin, kejam terhadap lawan bisnisnya dan bisa menghancurkan sebuah perusahaan hanya dengan kedipan mata. Leon terkenal sering berganti-ganti pasangan dan lebih mencengangkan lagi adalah dia sudah beristri.
“Apa kamu bisa bekerja dengan baik? Kenapa hanya diam saja dari tadi?” suara Leon mulai meninggi menjadikan malam ini cukup mencekam bagi Alina.
“Maaf tuan, saya tidak fokus.” segera Alina menuangkan lagi minuman beralkohol ke dalam gelas dan menyodorkannya pada Leon.
Alina ingat adiknya, bagaimana keadaannya sekarang? Pastinya Doni merasa kesepian seorang diri di Rumah sakit, batin Alina sakit.
Sudah hampir pukul 1 malam Leon baru akan kembali pulang, walaupun sudah minum banyak tidak mudah baginya kehilangan kesadaran. Merry mengucapkan banyak terimakasih dengan semua kata-kata jilatannya hampir membuat AK muak.
***
Dalam keheningan pagi Alina berdoa ingin segera keluar dari jebakan tantenya dan berharap semua permasalahannya segera berakhir.
Merry membuat aturan terperinci tentang tugasnya nanti malam, kalau seandainya Leon tidak berkunjung maka Alina akan melayani tamu lain tapi jika Leon ada maka dirinya harus melayani Leon dengan segenap jiwa dan raga.
Kedatangan Leon yang tidak diduga malam kemarin menguntungkan sekali bagi Merry, ia mendapatkan uang banyak. Sekalipun harus mengorbankan keponakannya sendiri.
“Alina, ini bagianmu. Belilah semua kebutuhanmu dan simpan sebagian untuk uang jajanmu.” Merry menyodorkan sejumlah uang sebesar 5 juta pada Alina.
Alina terperangah hanya dalam satu malam dan hanya melayani seperti itu dapat uang sebanyak ini, gumam Alina. Sedangkan Merry menyeringai karena ia mendapatkan bagian sangat besar 10 kali lipat yang ia berikan pada
Alina.
“Kamu jangan khawatir pendapatanmu akan tante potong untuk hutangmu,”
“Tapi tante sampai kapan Alina akan bekerja di sana?”
“Sampai hutangmu selesai, maka kamu harus bekerja mengumpulkan uang sebanyak 150 juta beserta bunganya,”
“Bunga?”
“Iya bunga, apa kamu pikir aku pekerja sosial, ingat Alina sekarang kamu dan tubuhmu hanya aku yang berhak!” suara Merry melengking memekakan telinga Alina.
Alina duduk terkulai, ia tidak menyangka tantenya sekejam itu. Berpikir kalau tantenya adalah peri penolong adalah SALAH BESAR!
***
Penuh harap Merry menunggu kembali kedatangan Leon di clubnya tapi sampai hampir tengah malam pria itu tidak kunjung tiba, ia meremas kesal jemarinya dan menyuruh Alina melayani tamu lain. Tidak ada pilihan selain menuruti perintah tantenya.
Sementara di kediaman Leon yang super mewah terdengar tangisan cukup keras dari lantai atas, rupanya Bella menangis dan jatuh tersungkur ke lantai karena dorongan suaminya yang cukup kuat.
Tangan besar Leon menjambak rambut Bella secara kasar dan mendorongnya kembali ke lantai.
“Katakan padaku siapa pria itu?”
“Aku tidak dengan siapa-siapa sayang, percayalah padaku!" ucapnya pada Leon.
“Dasar jalang! Aku akan menceraikanmu kalau kamu tidak mau mengaku,”
Bella meraih kedua kaki Leon dan bersimpuh mengharap Leon memaafkannya.
“Tidak! Aku tidak mau bercerai, dia hanya temanku,” Bella menjawab dengan mengeratkan pegangannya.
“Jalang hanya akan menjadi jalang selamanya, kalau hanya teman mana mungkin dia menikmati tubuhmu penuh gairah seperti itu, kamu pikir aku idiot hah.” sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Bella hingga meninggalkan bekas kemerahan di wajahnya.
Dengan langkah cepat Leon menuruni anak tangga tidak ingin lagi melihat wajah istrinya yang menurutnya sangat menjijikan.
AK masih duduk setia menungguinya di ruang depan, memilih duduk di sana karena tidak ingin dianggap menguping walaupun sebenarnya sangat jelas terdengar.
Leon masuk ke dalam mobil dan tertawa sarkas, entah apa yang membuatnya tertawa seperti itu. AK sudah duduk di belakang kemudi, AK dibuat merinding karena tawa Leon semakin keras.
“EK,” Leon bicara padanya.
“Iya Tuan Muda,”
“Apa yang harus aku lakukan pada Bella,” rupanya karena hal ini yang membuat Leon tertawa seperti orang yang kurang waras, gumam AK.
“Aku rasa perceraian adalah jalan terbaik tuan, pernikahan tuan sudah tidak sehat. Wanita yang berselingkuh tidak akan bisa dipercaya lagi,” ungkap AK membuat Leon menggelengkan kepalanya.
“Itu sangat mudah EK, aku akan membuat hidupnya menderita dulu karena sudah berani menghianatiku. Aku akan membuatnya tersiksa seumur hidupnya,”
“Jangan mengotori tangan Tuan Muda dengan tindakan yang ceroboh, istri anda adalah anak pak walikota akan menjadi masalah besar bagi anda kelak tuan,” nasehat AK membuat Leon kembali tertawa.
“Aku tidak peduli dengan walikota atau siapapun itu, kamu tau siapa mertuaku? Dia rela menjual anaknya sendiri demi kepentingannya, kalau buka karena Bella dulu pernah melakukan sesuatu untukku, aku tidak akan pernah menjadikannya istri.”
Sejenak keadaan hening, AK segera memasukan kunci mobil dan menghidupkannya. Membawa mobil itu melaju menjauhi kediaman megahnya, perlahan mulai menjauh dan tidak terlihat.
“Kita akan kemana Tuan Muda?”
“Alexus.. Bawa aku kesana!” AK melihat Leon dari spion mobil yang tergantung, Leon terlihat berantakan. Dasi yang ia kenakan sudah tidak beraturan.
Sampai di dalam Alexus, Leon melihat tidak senang ke arah Alina yang sedang focus melayani tamu lain. Melihat perubahan wajah tuannya, AK segera memberitahukan Merry perihal kedatangan Leon.
“Alina, Tuan Muda Leon menunggumu,” Merry menyuruh Alina agar segera menghampiri Leon di ruangannya.
“Tapi gadis ini sedang menemaniku madam,” sergah Baron menolak kepergian Alina dari sisinya.
“Dia sudah dipesan Tuan Muda.” tatapan dingin AK cukup membuat Baron terdiam.
Merry merasa tidak enak hati dan segera meminta maaf pada Baron.
“Maaf pak Baron, aku akan menggantinya dengan yang lebih berpengalaman dari dia.” Baron terlihat kesal memilih pergi dari tempat ini.
Sedangkan Alina merasa dirinya seperti barang yang dibanting ke sana kemari.
“Merry, aku sudah bilang padamu kalau dia hanya akan melayaniku saja! Kenapa kamu sangat rakus sekali. Bukankah uang yang aku berikan padamu kemarin itu jumlahnya sangat besar?” Leon mulai menunjukan sisi kejamnya sampai Merry dibuat ketakutan, apalagi tatapan dingin AK menambah aura kekejaman dirinya semakin terlihat jelas.
“Maaf Tuan Muda, saya pikir anda tidak akan datang. Biasanya kalau anda datang sekretaris anda akan memberitahukannya terlebih dahulu,”
“Kenapa aku harus memberitahukanmu, bukankah usahamu ini berada di dalam bangunanku. Apa kamu ingin aku usir secepatnya dan kehilangan penghasilanmu!” bentak Leon dengan tangan menggebrak meja kaca yang ada di hadapannya.
Merry menelan salivanya ia tidak bisa berkutik lagi dengan amarah Leon kali ini, ia memilih untuk diam tidak bersuara dan menyerahkan Alina padanya.
***
Tbc….
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!