Day Seven,
Selama tinggal di Blue House Alina lebih banyak menghabiskan waktunya dengan melamun, hanya kata itu yang cocok menggambarkannya saat ini.
Alina mengingat kembali kalau saja dirinya tidak bertemu dengan Leon malam itu, mungkin saja sekarang ia sedang melayani para tamu
hidung belang bau tanah. Alina kembali menatap langit-langit kamarnya sepersekian detik sebelum ponselnya bordering nyaring.
Seketika mata Alina terbuka lebar, di layar ponselnya memanggil nama TUAN MUDA LEON.
Alina mendiamkannya sebentar, ia bingung haruskah dijawab atau dibiarkan begitu saja.
“Apa yang harus aku katakan, tidak ada pembicaraan lagi diantara kami.” dengan berat hati Alina memutuskan menjawabnya.
“Hallo.”
“Apa kamu lupa caranya menjawab telpon!” Alina menjauhkan ponsel yang ia pegang dari kupingnya. Sudah dipastikan bahwa Leon tidak suka dengan hal-hal berbau LELET!.
“Tidak Tuan, maafkan saya tadi sedang berada di kamar mandi,” ucap Alina beralasan.
Ia terduduk di depan cermin, menggulung asal rambutnya ke atas dengan posisi ponsel masih setia menempel.
“Malam ini buatkanlah makanan enak! Aku ingin memakan hasil karya masakanmu,”
Mata Alina membulat sempurna mendengarnya. Sejak kapan Tuan Mudanya ini ngidam ingin dibuatkan makanan. Bukankah pelayan di rumah ini banyak. Kenapa harus Alina.
“Kamu masih mendengarku?”
“I-iya Tuan, saya masih ada mendengar anda. Baiklah saya akan memasak makanan untuk anda malam ini,” lepas sudah rasanya beban Alina mengucapkan kalimat seperti itu, terasa sangat sulit baginya.
“Bagus.”
Sudah hanya itu perkataan yang terlontar dari bibirnya, tidak ada kata lain atau kata apapun lagi. Leon menutup begitu saja pembicaraannya.
Bagai kerbau dicucuk hidung Alina siap sedia menuruti perintah Leon, ia menuju dapur meminta Lusy menyiapkan beberapa macam bahan makanan untuk di masak. Tanpa bertanya terlebih dahulu apa kesukaan Tuan Mudanya.
“Nona, Tuan Muda tidak makan daging merah," ucap Lusy. Lantas Alina mengeliminasi semua daging-dagingan yang dimaksudkan Lusy dari
pandangannya.
“Lalu apa yang harus aku buat?”
“Fried herring sandwich.”
“Apa itu?”
“Makanan favorit Tuan Muda, saya yakin Tuan Muda akan menyukainya,”
"Sandwich? Apa aku boleh memasaknya untuk makan malam?"
"Itu bukan sandwich biasa Nona."
“Baiklah bantu aku membuatnya Lusy, aku akan mempraktekannya terlebih dahulu nanti mendekati malam baru aku akan menyiapkannya. Aku tidak ingin gagal untuk pertama kalinya. Senyum manis mengulas dari bibir manis Alina.
***
Leon terus menerus memeriksa jam tangannya, hari sebentar lagi akan memasuki petang dan ia masih belum selesai dengan pekerjaanya. AK tahu ada yang tidak beres sedang terjadi saat ini, kalau saja dibiarkan saja bisa-bisa ia menjadi sasaran amukan Tuan Mudanya.
“Tuan apa ada sesuatu?” bisiknya mendekati Leon.
“Ya aku ingin segera kembali ke Blue House. “ jawabnya enteng.
Apa yang dilakukan Tuan Muda, sekarang sedang diadakan pertemuan direksi mana mungkin Tuan Muda pergi begitu saja.
“EK..” Sepertinya memang pria ini sudah hilang kesabaran untuk menunggu lebih lama lagi. AK mengangguk pelan. Mengambil alih jalannya pertemuan itu sementara Leon tanpa berdosa melenggang keluar dari ruangan. Semuanya sudah tahu dan tidak bisa protes sama sekali mengingat perangai Leon sangat mengeringan kalau sedang marah.
Seperti yang ia katakan tadi pagi pada Alina kalau ia akan pulang dan memakan masakannya.
Leon sudah duduk menatap sajian makanan di hadapannya, ia tersenyum puas karena makan yang dimasak Alina sedang ia inginkan malam ini. Pucuk dicinta ulam pun tiba begitulah kata pepatah. Alina menghela nafas pelan,
beban dipundaknya telah pergi melihat Leon sangat menikmatinya.
“Tuan ada lagi yang anda butuhkan?" tanya Alina sesaat Leon selesai mengelap mulutnya.
“Tidak, siapkan saja air hangat untukku. Aku akan mandi sekarang!”
Aneh kenapa aku ingin sekali kembali ke sini secepatnya dan melihatnya.
Langkah kaki Alina terhenti begitu matanya menangkap punggung telanjang Leon yang sedang berdiri menghadap lemari pakaiannya seperti sedang mencari sesuatu. Pria itu terus mengaduk-aduk isi lemarinya tanpa menyadari
keberadaan Alina di belakangnya.
“Tuan..”
Refleks Leon membalikan badannya. Menatap Alina yang mematung.
“Ada apa?”
“Airnya sudah siap.”jawabnya singkat.
Leon membalik tubuh Alina sehingga membelakanginya, mendekapnya dari belakang dan mengecupi tengkuk Alina.
Ada rasa lain yang dirasanya saat ini, selain sex Leon merasakan sesuatu berbeda dari Alina. Alina mengerjap pelan, merasakan setiap
sentuhan dari balik pakaian yang kini dikuasai indera peraba Leon. Menyentuhnya
secara sensual tiada henti membuat Alina rasanya ingin meronta. Leon menggiring
Alina membawanya ke kamar mandi. Menyuruhnya agar melepas seluruh pakaian
miliknya.
Kini hanya mereka berdua menikmati indahnya peraduan di dalam bathub.
Alina harus menyadari perannya memuaskan hasrat.
***
“Kenapa buru-buru?”
“Maaf Tuan bukankah anda sudah selesai?” Alina menggit bibirnya sepertinya ada yang salah dengan ucapannya barusan dan Leon sedang menunjukan rasa ketidaksukaannya.
“Bukankah kamu bukan wanita bayaran yang telah selesai dan terburu-buru untuk melayani pria lain!” Alina terhenyak mana bisa Leon
mengucapkan hal rendah seperti itu.
“Maaf Tuan bukan itu maksud saya.”
“Aku tidak butuh maafmu! Aku hanya butuh tubuhmu untuk melayaniku.” tidak ada pilihan lain lagi bagi Alina
Tubuhku?
Ada alasan lain Leon membutuhkan Alina selain tubuhnya tapi entahlah sulit untuk dijabarkan. Hanya dia dan Tuhan yang tahu.
Mata bening Alina menatapnya tajam.
“Sudahlah, kamu tidur saja. Aku masih ingin di sini.” Leon menikmati rendaman air hangat, matanya terpejam sejenak sebelum benar-benar tertidur.
Alina tidak lantas mematuhi perintahnya, ia harus memastikan terlebih dahulu kalau Leon benar-benar sudah beristirahan di tempat tidur. Sebelum ia diganggu karena sedang asyik terlebih dahulu pergi ke pulau kapuk.
Leon sedikit melunak menhadapi tingkah Alina kini. Tidak ingin membuang energy dengan marah-marah atau berdebat untuk hal kecil
Sepertinya benar kata Lusy, Leon hanya ingin menikmati waktu istrihatanya saja
tanpa ada yang menganggu.
Apa harus akau bangunkan atau dibiarkan saja seperti ini? Kalau dibiarkan aku takut dia benar-benar tidur. Tapi apakah dia tertidur?
Alina memeriksanya, matanya memang terpejam tapi belum tentu juga ia tidur.
Ketika akan kembali membalik badannya, tangannya tiba-tiba dipegang Leon.
"Temani aku di sini. Jangan pergi tetap di sini!"
Apa dia mengingau? Kenapa berbicara dengan mata tertutup.
Alina tidak bergeming dari tempatnya, tetap berjongkok sudah hampir 10 menit. Tapi pria di sebelahnya masih saja terpejam.
Kakiku kebas.
Alina perlahan melepaskan tangannya dari genggaman Leon, tapi pria ini malah semakin mengeratkan genggamannya. Tanpa mempedulikannya sedikitpun.
"Tuan.." Alina sudah tidak tahan dengan kondisi kakinya.
Leon perlahan membuka matanya, melihat Alina meringis-ringis.
"Kenapa kamu masih di sini?"
"He... Bukannya Tuan menyuruh saya untuk tetap di sini." Alina hampir saja keceplosan, ingin rasanya meneriakinya.
"Bodoh..! Apa kakimu tidak sakit? Kenapa tidak pergi saja dari tadi."
"......" Alina sudah tidak bisa berkata-kata lagi dengan tingkah Tuan Mudanya. Jantungnya memompa oksigen lebih banyak, mencoba menahan deburan emosi yang hampir meletup.
***
Tbc...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Meili Mekel
sabat alina
2022-12-15
0
Thomas Juwita
ada rasa ketertarikan yg leon rasakan utk alina
2021-02-09
3
leni kontesta
ada rasa lanjuuuut.. 😅
2021-02-02
2