Bab 20

Farah menatap Airin, putrinya, dengan raut wajah yang penuh kekecewaan. Ia meneguk ludah sebelum akhirnya berbicara, "Karena kita tidak tinggal bersama, apa kamu menganggap Mama sudah tiada? Kamu bercerai dengan Revan, tetapi tidak memberitahu Mama, kamu..." Farah terhenti, tidak tahu harus berkata apa lagi. Sejak kecil, Airin memang selalu sulit diatur. Namun, sejak dia dan suaminya sering bertengkar yang berujung bercerai, Airin semakin memberontak.

Airin, yang duduk di seberang Farah, menundukkan kepala. Ia merasa bersalah, namun di saat yang bersamaan ia juga merasa tidak adil jika terus disalahkan. "Ma, aku sudah mengikuti semua keinginan Mama. Mama minta aku menikah dengan laki-laki itu, aku turuti meski terpaksa. Dan sekarang aku bercerai, bukan tanpa sebab. Kenapa Mama terus menyalahkan aku?" ucap Airin dengan nada sedikit meninggi.

Farah menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Airin, Mama bukan menyalahkan kamu. Mama hanya ingin tahu alasanmu, kenapa kamu tidak memberitahu Mama tentang perceraianmu? Kamu tahu betapa mama cemas tentang kehidupanmu."

Airin menghela napas, lalu memandang ke arah balkon. Ia merasa seperti terjepit antara keinginan sendiri dan ekspektasi orang tuanya. "Ma, aku takut Mama kecewa. Aku tahu Mama sangat mengharapkan pernikahan ini berhasil, tetapi aku tidak bisa terus bersama Revan. Kami selalu bertengkar dan tidak ada kebahagiaan di sana," jelas Airin dengan suara bergetar.

Farah menghampiri Airin dan duduk di sampingnya. Ia memeluk putrinya erat-erat, mencoba memberikan dukungan yang selama ini mungkin tidak pernah ia berikan. "Airin, Mama minta maaf. Mama tahu Mama mungkin terlalu keras padamu. Tapi ingat, apapun yang terjadi, Mama akan selalu ada untukmu. Kita akan atasi masalah ini bersama-sama, ya?"

Airin menangis dalam pelukan Farah, merasa lega karena akhirnya ia bisa jujur dengan ibunya. Kini, meski jalan yang akan dia tempuh masih panjang dan penuh liku, setidaknya masih ada orang-orang baik yang selalu mendukungnya.

Airin dan Farah sedang asyik mengobrol di ruang tamu apartemen. Airin menceritakan alasan kenapa dia bercerai dari Revan, suaminya. Airin tampak sedih, sedangkan Farah mencoba memberi dukungan dan nasihat sebagai sahabatnya. Tiba-tiba, bel apartemen berbunyi.

"Ah, sepertinya itu Kayla. Mungkin karena Mama terlalu lama jadi dia naik ke atas," ucap Farah sambil tersenyum. Dia beranjak dari sofa dan menghampiri pintu.

"Kayla?" gumam Airin bingung, seolah tidak ingat siapa yang Farah sebut.

"Iya, dia anak Om Bram, adik tirimu," jawab Farah sambil membuka pintu. Terlihatlah seorang gadis cantik dengan rambut panjang bergelombang, mengenakan dress berwarna pastel. Wajahnya tampak ceria dan bersemangat.

"Oh, iya. Aku lupa," ujar Airin sambil tersenyum getir. Dia masih mencoba mengingat-ingat wajah Kayla yang sudah lama tidak ditemui.

Kayla melangkah masuk ke apartemen dengan langkah gembira. "Hai, Mama! Hai, Kak Airin!" sapa Kayla dengan antusias.

"Hai, Kayla. Sudah lama ya, kita tidak bertemu," sahut Airin sambil mencoba menunjukkan senyuman ramah.

Farah tersenyum melihat interaksi antara Airin dan Kayla. Ia berharap kehadiran Kayla bisa memberi sedikit kebahagiaan bagi Airin yang sedang berduka.

Airin melangkah menuju ruang tamu dengan tatapan tajam yang tak bisa lepas dari pemandangan yang ada di hadapannya. Di sana, Kayla berdiri berjalan dengan anggun, mengenakan gaun yang terlihat sangat familiar. Gaun itu memiliki desain yang sama dengan milik Airin, hanya berbeda warna. Dia tahu pasti bahwa gaun itu adalah miliknya, karena hanya ada dua buah gaun seperti itu.

"Dari mana kamu mendapatkan baju ini?" tanya Airin dengan nada tegas.

Kayla tampak terkejut dan gugup. Dia menoleh ke arah Farah, seolah mencari pertolongan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Farah yang menyadari kecemasan Kayla, segera mengajak mereka semua untuk duduk.

"Terakhir kali Mama datang ke apartemenmu, Kayla melihat dress itu dan dia sangat menyukainya," Farah mulai menjelaskan. "Jadi, Mama memutuskan untuk memberikannya kepadanya sebagai hadiah."

Airin masih tampak kesal, namun dia mencoba menahan amarahnya. Sementara itu, Kayla merasa tidak enak dan malu karena telah mengenakan gaun milik Airin tanpa izin. Tatapan Airin yang tajam membuat suasana semakin tegang.

"Seharusnya kamu meminta izin dulu sebelum mengenakan barang milik orang lain, Kayla," ucap Airin dengan nada tegas.

Kayla menunduk, lalu berkata dengan suara lirih, "Maaf, kak. Aku tidak bermaksud mengambilnya tanpa izin. Aku benar-benar menyukai gaun ini, tapi aku akan mengembalikannya jika kakak ingin."

Airin menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan amarahnya. "Baju yang sudah kamu pakai tanpa izin, lalu akan kamu kembalikan jika aku minta, apa maksudnya itu?

Mendengar kata-kata Airin, Kayla dan Farah merasa terkejut. Tidak menyangka hanya karena sepotong gaun membuat Airin jadi emosi. Padahal lemari wanita itu hampir dipenuhi oleh gaun-gaun yang cantik dan mahal.

Airin mengepalkan tangannya erat-erat, rasanya geram sekali hatinya. Wajahnya yang cantik menjadi terlihat tegang, dan mata berbinar dengan kemarahan. Farah, mencoba menenangkan Airin sambil mengelus rambutnya yang panjang dan hitam.

"Airin, kenapa kamu begitu marah, ini hanya sepotong baju, kamu masih banyak memilikinya. Jangan terlalu perhitungan dengan adikmu," ucap Farah dengan lembut.

Airin mengerutkan dahinya, lalu berkata dengan suara yang penuh amarah, "Ma, mama tau, dari dulu, aku paling tidak suka ada yang mengusik barang milikku, apalagi baju itu hadiah ulang tahun dari Papaku, dan Mama seenaknya memberikan pada anak baru Mama."

Airin merasa kecewa dengan perubahan sikap mamanya sejak menikah lagi. Hatinya tersayat saat melihat baju kesayangannya kini berada di tangan anak sambung mamanya. Rasanya, mamanya lebih memprioritaskan anak sambungnya ketimbang dirinya.

Farah, yang seakan menyadari perasaan Airin, menghela napas panjang, "Mama tidak tau kalau itu hadiah dari Papamu, Mama minta maaf sayang, nanti akan Mama belikan yang baru, ya? "

Airin menggelengkan kepalanya dan menatap Mamanya dengan tatapan kekecewaan. "Ternyata Mama tidak mengerti juga? Sudah aku katakan itu hadiah dari Papa, dan Mama bilang akan menggantinya? Lalu apa artinya semua itu? " Airin bangkit dari duduknya, lalu menatap Kayla dengan tajam. "Lain kali, kalau datang kerumah orang, duduklah diruang tamu dengan tenang, jangan masuk kekamar orang lain dan menggeledah isi lemarinya, apalagi sampai mengambil barang yang bukan milikmu, takutnya menjadi kebiasaan, menyukai apa yang orang miliki. "

Mata Kayla berkaca-kaca, dia bersembunyi dibalik punggung Farah, dan mulai menangis sesegukan. Farah merasa, Airin sudah sangat berlebihan, padahal sekarang dia sudah tidak memakai gaun itu lagi, karena Airin berhijab, kenapa dia harus marah.

"Airin, kenapa kamu... "

"Mama... " Airin memotong dengan cepat. "Mama boleh memberikan apapun yang dia mau, manjakan dia sesuka hati Mama, tapi bukan barang milikku, hari ini dia menyukai bajuku, lain kali entah apa lagi yang dia sukai, apa Mama juga akan memberikannya? "

Farah terdiam, dia tidak tau harus berkata apa lagi, sejujurnya, Farah tau akan kesalahannya, hanya saja, dia tidak bisa menolak keinginan Kayla, sedari kecil gadis itu sudah kehilangan sosok ibu, dan Farah, meski hanya ibu sambung, dia ingin memberikan kasih sayang yang selama ini tidak Kayla rasakan. Akan tetapi, tampaknya dia malah melukai darah dagingnya sendiri.

Farah terdiam, menatap nanar ke arah Kayla yang menangis di sampingnya. Dia mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya pada Airin, namun sulit baginya untuk mengakui kesalahannya. Sejak awal, Farah memang menyadari bahwa tindakannya salah, namun dia tidak bisa menahan keinginan untuk memanjakan Kayla, gadis yang sejak kecil kehilangan sosok ibu.

Namun, ternyata perbuatan Farah justru melukai Airin, anak kandungnya sendiri. Airin merasa muak melihat Kayla yang menangis seolah-olah ia adalah korban. Padahal, dalam pandangan Airin, Kayla lah yang telah bersikap tidak sopan dan menyebabkan perpecahan di keluarga mereka.

Di tengah keheningan, Farah menghela napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk meminta maaf kepada Airin. "Airin, Mama minta maaf," ucap Farah dengan nada yang penuh penyesalan.

Airin menoleh ke arah Mamanya, wajahnya terlihat marah dan kecewa. "Apa yang sudah Mama lakukan, Ma? Apakah Mama tahu betapa sakitnya hatiku melihat Mama memanjakan Kayla, sementara aku terabaikan?"

Farah menundukkan kepalanya, menangis terisak-isak. "Mama tahu, Airin. Mama tahu salah. Tapi Mama hanya ingin memberikan kasih sayang yang selama ini tidak pernah dirasakan Kayla. Mama tidak bermaksud melukai hatimu."

Airin mengepalkan tangannya, menahan amarahnya. "Tapi kenyataannya, Mama telah melukai hatiku. Apakah Mama sadar betapa egoisnya keputusan itu?"

Farah mengangguk, mengakui kesalahannya. "Mama sadar, Airin. Mama benar-benar minta maaf. Mama berjanji, mulai sekarang Mama akan berusaha menjadi ibu yang lebih adil dan menyayangi kalian berdua secara sama."

Mendengar kata-kata Farah, Airin merasa perlahan amarahnya mereda. Dia berharap bahwa ibunya benar-benar akan berubah dan memberikan kasih sayang yang setara kepada mereka. Sementara itu, Kayla yang masih menangis di belakang Farah merasa takut akan masa depan hubungannya dengan keluarga mamanya. Bagaimana kalau Airin merebut mamanya dan memonopoli kasih sayang wanita itu sendirian. Kayla tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Mama Farah, adalah mamanya, hanya boleh menyayanginya seorang.

***

Terpopuler

Comments

Uthie

Uthie

Bakalan jadi calon saingan juga niii kayanya nanti buat Airin 😏😏

2024-04-24

0

Myra Myra

Myra Myra

hati2 ngan kayla pompun bahaya

2024-04-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!