Bab 11

Pagi itu begitu tenang, seolah seluruh alam ikut bersimfoni dalam harmoni kebahagiaan. Suara burung berkicau merdu, nyaris seperti sebuah lagu, memenuhi udara dan membangunkan Airin dari tidurnya. Ia merasa tubuhnya begitu segar, seperti baru saja mendapatkan suntikan energi baru.

Dalam balutan piyama pendek yang biasa ia kenakan, Airin membuka pintu kamar dan melangkah perlahan menuju balkon. Saat itu, hembusan udara pagi yang segar menyapa wajahnya, membuat mata Airin terpejam sejenak untuk menikmati setiap sentuhan angin yang lembut.

"Hari yang indah, pikiran yang tenang, jiwa yang sehat. Inilah yang kuinginkan," gumam Airin dengan senyuman puas yang menghiasi bibirnya. Rasa syukur mengalir dalam setiap nadinya, membuatnya merasa begitu beruntung dan bahagia.

Sambil menikmati udara pagi yang menenangkan, Airin mengamati keindahan bangunan-bangunan yang terbentang di depannya. Burung yang beterbangan, langit yang biru, dan sinar matahari yang mulai menyinari dunia. Semua itu menjadi pemandangan yang sempurna untuk mengawali hari yang baru.

Dalam hati kecil Airin, ia berharap agar setiap hari bisa dimulai dengan perasaan yang sama. Sebuah perasaan yang penuh rasa syukur, kebahagiaan, dan kedamaian. Karena baginya, inilah resep yang sempurna untuk menjalani hidup yang berkualitas.

Setelah menikmati pemandangan tersebut, ia memutuskan untuk mandi dan menyiapkan diri. Selesai mandi, biasanya Airin akan segera memasak sarapan pagi. Namun, kali ini ia ingin mencoba sesuatu yang berbeda. Tidak ada lagi seseorang yang ingin dia ambil perhatiannya, sehingga Airin memutuskan untuk mencari sarapan di luar. Mungkin kali ini dia akan mencoba makanan pinggir jalan sebagai sarapannya.

Dengan semangat, Airin mengenakan pakaian santai dan keluar dari apartemennya. Ia memutuskan untuk tidak menggunakan mobil, melainkan berjalan kaki sambil menikmati suasana pagi yang cerah. Langkah kakinya terasa ringan, seolah ada kebahagiaan yang tak terhingga dalam hatinya.

Sambil berjalan, Airin mulai menyadari bahwa hari ini adalah hari libur. Itulah sebabnya jalanan begitu ramai, dengan banyak orang beraktivitas dan menikmati waktu luang mereka. Airin tersenyum, merasa bahagia karena bisa merasakan kesibukan yang sama seperti mereka.

Setelah beberapa lama berjalan, Airin tiba di salah satu sudut jalan yang ramai. Di sana, ia menemukan penjual sarapan pagi pinggir jalan yang menawarkan berbagai pilihan sarapan lezat. Dengan rasa penasaran, Airin mulai mencoba beberapa makanan yang ada di sana, merasakan kenikmatan rasa yang selama ini ia lewatkan.

"Airin!" Terdengar suara seseorang memanggilnya saat ia sedang menikmati suapan terakhir lontong sayurnya. Airin menoleh dan melihat Bayu, sahabat Revan, berdiri di sana dengan senyum di wajahnya.

Airin menelan lontong sayur yang ada di mulutnya, lalu meminum segelas air putih untuk membersihkan tenggorokannya. "Mas Bayu?" ujarnya dengan sedikit kaget.

Bayu tersenyum lebar dan mendekati Airin. "Aku baru tahu kalau kamu suka makanan seperti ini," ujarnya sambil duduk di sebelah Airin. Dahi lelaki itu dipenuhi keringat, mungkin karena baru saja berolahraga atau beraktivitas di luar ruangan.

Melihat hal itu, tangan Airin terasa gatal ingin mengelap keringat di dahi Bayu. Ia segera mengambil tisu dari tasnya dan memberikannya pada Bayu. "Ini untuk mengelap keringatmu, Mas," ujar Airin sambil tersenyum ramah.

Bayu menerima tisu tersebut dengan rasa terima kasih, lalu mengelap keringat di dahinya. "Terima kasih, Ai. Aku memang baru saja selesai berolahraga bersama teman-temanku" jelasnya.

Airin mengangguk mengerti, lalu berdiri dan hendak membayar sarapan yang sudah mengenyangkan perutnya tersebut. Akan tetapi, Bayu dengan sigap mendorong tangan Airin yang mengulurkan uang pada penjual, ia segera memberikan uang lembar biru.

"kembaliannya, bapak simpan saja. " Bayu menyimpan kembali dompetnya, lalu memandang Airin yang sedang menatapnya dengan bingung dan keterkejutan.

"Mas, kenapa kamu yang bayar? kan aku yang makan! " Airin tidak terbiasa, jadi dia merasa sedikit aneh ketika seseorang memperlakukannya seperti itu.

Bayu tersenyum tipis, dan Berkata, "sebagai lelaki, mana bisa aku membiarkan wanita yang membayar, " ujarnya.

"Tapi, Mas, kamu kan.... " Airin hendak membantah lagi, tetapi Bayu tidak mau mendengarnya, laki-laki itu segera pergi meninggalkan Airin dalam kebingungan.

Airin menatap punggung Bayu yang semakin menjauh, dia hanya mampu menghela nafas panjang. Merasa sudah tidak ada keperluan lagi untuk berdiam di tempat itu, Airin memutuskan untuk kembali ke apartemennya. Namun sebelum itu, dia pergi berbelanja untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

"Aku harus menghubungi Raya, dulu," gumam Airin sambil mengganti bajunya dengan yang lebih rapi. Dia tahu bahwa Raya adalah orang yang tepat untuk dia curhati mengenai permasalahan rumah tangganya. Suami Raya, seorang pengacara handal, mungkin bisa membantu mengurus perceraiannya dengan Revan.

Tak mengharapkan harta gono-gini, Airin hanya ingin lepas dari belenggu pernikahan yang telah merenggut kebahagiaan dan masa mudanya. Apalagi, mereka tak memiliki anak sebagai alasan untuk tetap bersama. Airin mengambil ponselnya dan menekan nomor Raya, berharap suami sahabatnya itu bisa membantu memberi solusi terbaik untuk masalah yang tengah dihadapinya.

Tak lama, suara Raya terdengar lembut di ujung telepon, menawarkan dukungan dan harapan bagi Airin. Seiring pembicaraan mereka, Airin merasa sedikit lega, seolah beban di hatinya mulai terangkat perlahan.

...

Suara dering ponsel menggema di sebuah kamar, mengejutkan Revan yang tertidur pulas di sana. Matanya terbuka perlahan, ia merasa terganggu oleh kehadiran suara yang tiba-tiba itu. Revan melirik sekeliling, menyadari bahwa kini ia berada di kamar yang selama ini ditempati istrinya.

Tangannya mulai meraba-raba tempat tidur, merasakan sentuhan dingin yang mencengkeram hatinya. "Apakah, selama ini kamu juga merasa sesepi ini?" gumam Revan sambil menatap sekeliling kamar dengan rasa penyesalan yang mendalam.

Di saat-saat seperti itu, Revan sadar betapa kejam dan egoisnya dirinya selama ini. Dia telah mengabaikan Airin, istrinya yang begitu cantik, baik hati, dan sholeha. Ia merasa sangat menyesal karena selama ini telah menyia-nyiakan cinta dan perhatian yang seharusnya ia berikan kepada istrinya hanya demi cinta yang ia anggap sejati.

Revan menatap foto Airin yang tersenyum di meja nakas, hatinya semakin tercabik-cabik oleh rasa penyesalan yang tak tertahankan. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa mulai saat ini, ia akan berusaha menjadi suami yang lebih baik, yang bisa menghargai dan mencintai istrinya sepenuh hati. Tidak ada lagi ego dan keangkuhan yang akan menghalangi Revan untuk menjalani kehidupan rumah tangga yang harmonis bersama Airin.

"Aku harus menemuinya, dan mengakhiri hubungan terlarang ini sesegera mungkin, aku tidak bisa membiarkan Airin semakin terluka, karena kebodohanku, " ucapnya dengan penuh semangat bangkit dari tempat tidur.

Revan berdiri di depan cermin, memastikan setiap detail jasnya terlihat sempurna. Setiap kali keluar rumah, ia selalu mengenakan jas yang menjadi ciri khasnya. Kali ini, ia akan bertemu dengan Erika, wanita yang pernah ia cintai begitu dalam, hingga ia sampai mengabaikan istrinya yang telah menemaninya selama hampir lima tahun.

Sementara itu, Erika tengah bermesraan dengan Alex, kekasih simpanannya. Mendengar kabar bahwa Revan ingin bertemu dengannya, senyuman lebar terukir di wajahnya.

"Aku tahu dia masih peduli padaku," ucap Erika dengan percaya diri.

"Saat kalian bertemu nanti, bujuk dia agar merekomendasikan aku sebagai model iklan Elsakura parfume ."

Erika mengangguk, berjanji akan membantu Alex meraih apa yang diinginkannya. Mereka berdua tidak menyadari bahwa keinginan mereka akan membawa dampak buruk bagi karir dan masa depan keduanya.

Pada waktu pertemuan itu, Revan duduk di sebuah restoran, menunggu kedatangan Erika. Detik demi detik berlalu, namun wanita itu belum juga muncul. Revan mulai merasa kesal dan marah karena wanita itu dengan beraninya membuat dia menunggu begitu lama.

Ketika Erika akhirnya datang, dia duduk di meja yang berseberangan dengan Revan. Erika tersenyum manis, seolah tidak menyimpan niat lain saat pertemuan itu.

Revan mencoba untuk bersikap tenang, berbicara tentang mengakhiri hubungan mereka yang sudah terjalin selama bertahun-tahun harus kandas seketika.

"Sayang, aku tau kamu pasti merindukan aku, aku juga sangat merindukan, mu. " Erika tersenyum lebar, merasa begitu bahagia dapat dirindukan oleh sosok idola semua wanita seperti Revan.

"hubungan kita, berakhir sampai disini, kedepannya kita hanyalah dua orang asing yang tak pernah saling mengenal. " Revan berkata dengan wajah serius, membuat Erika tak dapat berpikir jernih.

***

Terpopuler

Comments

Rabiatul Addawiyah

Rabiatul Addawiyah

telat om

2024-05-06

0

Ening Jenong

Ening Jenong

lanjutkan Thor semangat

2024-04-29

0

Uthie

Uthie

Sokorrrrr.. sok kepedean sihhh 😝😂

lanjut terus.. dan sering up nya Thor 🤗🤗🤗🤗

2024-04-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!