Bab 7

Revan menaiki tangga menuju lantai atas, langkah kakinya terasa berat dan ragu. Sesampainya di depan pintu kamar Airin, ia menghentikan langkahnya sejenak. Dengan perasaan berkecamuk, ia mengangkat tangan dan mengetuk pintu beberapa kali.

"Airin, buka pintunya," panggil Revan dengan suara yang terdengar lemah. Di dalam hati, ia tidak tahu apa yang ingin dilakukannya saat ini, tetapi rasa gelisah tak bisa ia hindari.

Tak ada jawaban dari Airin, namun pintu kamar terbuka perlahan. Airin muncul dengan penampilan yang rapi, mengenakan gamis cantik yang serasi dengan kerudung yang dikenakannya. Wajahnya tampak mempesona, membuat Revan merasa kagum.

"Kamu mau kemana?" tanya Revan dengan nada ingin tahu, sambil memperhatikan penampilan Airin yang tampak sangat cantik hari ini.

"Bukan urusanmu, kau urus saja kekasihmu itu, "jawab Airin dingin, menutup pintu kamar dan meninggalkan Revan yang masih terpaku di depan pintu, merasa bingung dengan situasi yang terjadi.

Airin mengabaikan panggilan Revan, dia sangat kesal, padahal nasi goreng buatannya hari ini sangat enak karena ada campuran udang kesukaannya, namun kenikmatan paginya harus terganggu dengan kedatangan Erika.

Revan berdiri di pintu, melihat kepergian Airin dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Hatinya berkecamuk antara penyesalan dan kebingungan. Ia merogoh sakunya, mengambil ponsel yang ada di sana, dan dengan cepat mencari-cari nomor Airin. Namun beberapa saat kemudian, dia tersadar bahwa dia tidak pernah menyimpan nomor ponsel Airin.

"Suami mana yang tidak punya kontak istrinya sendiri," gumam Revan dalam hati, merasa dirinya benar-benar tidak pernah memedulikan Airin selama ini. Rasa penyesalan semakin membebani hatinya, membuatnya hampir tidak bisa bernapas.

Mobil Airin meluncur perlahan hingga berhenti tepat di depan gerbang rumah mewah nan megah. Airin turun dari mobil dengan langkah anggun, mengenakan gamis yang menampilkan keanggunan dan kecantikannya. Hatinya berdebar kencang, namun ia berusaha untuk tetap tenang. Airin menekan bel rumah dengan jemarinya yang lentik, berdiri tegak dengan wajah tenang meski hatinya berkecamuk.

Pintu rumah terbuka perlahan, dan Mbok Minah, asisten rumah tangga yang setia, menyambut kedatangan Airin. "Mbak Airin," Sapa Mbok Minah dengan ekspresi terkejut dan bahagia.

"Iya, Mbok," jawab Airin sambil tersenyum ramah pada Mbok Minah, menyembunyikan kegelisahannya di balik senyum manisnya.

"Mama mana, Mbok?" tanya Airin, menanyakan keberadaan mertuanya dengan suara yang terdengar tegang namun sopan.

"Nyonya dan Tuan sedang sarapan, Mbak," jawab Mbok Minah, menunjuk ke arah ruang makan.

Airin mengangguk, lalu melangkah masuk dengan hati-hati, mengatur langkahnya agar terdengar ringan. Ia menapakkan kakinya di lantai marmer yang dingin, menyesuaikan langkahnya dengan ritme detak jantungnya yang semakin kencang. Setiap langkahnya terasa berat, namun ia tetap melanjutkan perjalanan menuju ruang makan.

Ketika Airin sampai di pintu ruang makan, ia mengintip ke dalam dan melihat kedua mertuanya sedang duduk di meja makan. Mereka terlihat akrab, seperti keluarga yang bahagia. Hatinya bergetar, merasakan iri dan cemas sekaligus.

Dengan langkah yang masih anggun, Airin memasuki ruang makan. Begitu melihat kedatangan menantu kesayangannya, mertuanya tersenyum lebar dan bangkit dari kursinya. "Airin, sayang, kau datang! Apa kabar?" tanya Utari dengan suara yang ramah dan hangat, seolah tak menyadari kegelisahan yang menggelayut di hati Airin.

Airin melangkah dengan senyuman manis di wajahnya. Ia mendekati mertuanya yang duduk di kursi makan. Meskipun usianya sudah tidak muda, kecantikan mertuanya masih terpancar jelas. Dengan sopan, Airin mencium punggung tangan kedua mertuanya sebagai tanda penghormatan.

"Alhamdulillah, aku baik, Ma. Mama sama Papa bagaimana? Kabar kalian baik, kan?" tanya Airin dengan nada penuh perhatian. Suasana hatinya terasa hangat saat melihat mertuanya tersenyum padanya.

Utari, mertuanya, membalas senyuman Airin dan menjawab, "Mama dan Papa baik-baik saja, Sayang. Duduk dulu, kamu kok datang sendiri? Revan mana?" Utari merasa heran.

Selama ini Airin dan Revan selalu menunjukkan kemesraan di depan keluarga, sehingga mereka semua mengira hubungan keduanya baik-baik saja.

Airin menghela napas sejenak, mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Utari. "Revan sedang ada urusan di kantor, Ma. Jadi, aku datang sendiri dulu," jawab Airin dengan tenang. Sebenarnya, Airin ingin berbicara tentang masalah yang sedang dihadapi dalam pernikahannya. Namun, ia tidak ingin mengecewakan atau membuat mertuanya khawatir.

Utari mengangguk, kemudian mengajak Airin untuk duduk di sampingnya. Mereka berdua mengobrol santai sambil menikmati sarapan, saling bertukar kabar dan cerita. Airin merasa bersyukur memiliki mertua yang begitu pengertian dan ramah, meskipun di dalam hati, ia tahu bahwa ada masalah yang sedang mengganjal dalam pernikahannya dengan Revan. Suatu saat nanti, ia harus berani menghadapi kenyataan dan membicarakannya dengan keluarga. Bagaimana pun juga, sebentar lagi dia dan Revan akan bercerai.

Awalnya, tujuan Airin datang kerumah mertuanya, ingin memberitahu mereka, bahwa dirinya ingin bercerai dengan Revan. Namun melihat wajah bahagia kedua mertuanya menyambut kedatangannya, membuat Airin enggan melanjutkan niatnya. Kedua mertuanya selalu perhatian dan sayang padanya, seolah-olah mereka adalah orang tua kandungnya sendiri.

"Aku harus membicarakan ini dengan Revan, aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi, ini demi kewarasanku," gumam Airin sambil menyetir mobil

Airin memutuskan untuk melupakan kesedihan dan keengganannya untuk pulang ke rumah. Dengan semangat baru, dia menggenggam setir mobil dan mengarahkan kendaraannya menuju pusat perbelanjaan terdekat. Hatinya bersemangat, membayangkan segala hiburan yang akan dia nikmati hari ini; berbelanja barang-barang kesukaannya, menyantap makanan enak, bahkan menonton film di bioskop.

Saat berjalan di antara etalase toko, Airin terpesona oleh berbagai pakaian dan aksesori yang dipajang. Dia mencoba beberapa pakaian dan berpose di depan cermin, tersenyum lebar sambil melupakan sejenak masalah dalam rumah tangganya.

Tiba-tiba, ketika sedang asyik memilih tas yang cocok untuk pakaian barunya, Airin mendengar sebuah suara yang memanggilnya.

"Airin?" panggil suara berat itu. Airin menoleh dan terkejut melihat Bayu, sahabat dekat Revan berdiri di belakangnya dengan senyum ramah.

"Hei, Mas Bayu!" sapa Airin, berusaha menyembunyikan keterkejutan di wajahnya. "Apa kabar? Apa yang kamu lakukan di sini?"

Bayu tersenyum, menunjukkan deretan giginya yang putih. "Aku sedang ada pertemuan denga klien. Ternyata kita bertemu di sini. Sudah lama sekali kita tidak berjumpa, Airin. Bagaimana kabar kamu dan Revan?"

Mendengar pertanyaan itu, Airin merasa perasaannya yang semula ceria mulai suram kembali. Namun, dia tidak ingin membeberkan masalah pribadinya kepada Bayu. "Kami baik-baik saja," jawabnya singkat, berusaha tersenyum seindah mungkin. "Aku hanya ingin menikmati waktu untuk diriku sendiri hari ini."

Bayu mengangguk, meski dia tau seperti apa hubungan Revan dan Airin, namun dia tak ingin membeberkannya," Bagus kalau begitu. Kita semua perlu waktu untuk diri sendiri. Semoga kamu menikmati hari ini. Jika kamu butuh teman, aku ada di sini," ujarnya dengan ramah.

Dengan ucapan terima kasih, Airin melanjutkan perjalanan berbelanjanya. Meski hatinya masih sedikit tergores oleh pertemuan dengan Bayu, Airin bertekad untuk menikmati hari ini sebaik mungkin dan melupakan sejenak segala kekecewaan dalam hidupnya.

***

Terpopuler

Comments

Uthie

Uthie

semangat Airin 💪🤗

2024-04-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!