Bab 15

Airin berbaring ditempat tidur setelah membersihkan diri. Dia menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Pertemuan dengan Rama hari ini menjadi pemikirannya, ada penyesalan kini dihatinya, kenapa dia harus menceritakan masalah rumah tangganya pada pria itu, padahal mereka baru saja bertemu setelah sekian lama.

"Aku tidak tau kenapa, tapi aku merasa dia orang yang bisa dipercaya, dan aku ingin bercerita lebih banyak hal dengannya, " Gumam Airin sembari merapatkan selimut merasakan kehangatan.

...

Matahari baru saja menampakkan sinarnya, Airin sudah siap dengan rapi untuk menghadiri sidang pertama di pengadilan agama. Wajahnya terlihat cemas dan khawatir, terbayang bagaimana Revan akan bertindak di sidang nanti. Sejak beberapa hari terakhir, Revan berubah drastis. Lelaki yang dulu selalu kasar dan enggan berbicara dengannya, kini berbicara dengan nada lembut dan bahkan berani mendatangi apartemennya.

Airin masih teringat jelas ketika Revan tiba-tiba memeluknya beberapa hari lalu, sesuatu yang tidak pernah terjadi selama 4 tahun pernikahan mereka. "Semoga dia tidak hadir hari ini dan membuat masalah," gumam Airin dalam hati.

Di pengadilan, Airin duduk di bangku dengan rasa cemas yang semakin memuncak. Setiap detik yang berlalu seolah mempertegas kekhawatiran yang ada di hatinya. Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dan Revan masuk dengan langkah pasti. Airin menegang, namun mencoba menahan diri agar tidak menunjukkan kegelisahannya.

Sidang pun dimulai, hakim mulai mengajukan pertanyaan kepada Airin dan Revan. Airin menjawab dengan tegas, sementara Revan mengejutkan Airin dengan sikapnya yang sopan dan lembut. Bahkan ketika hakim menanyakan alasan perceraian, Revan hanya tersenyum dan menjawab dengan suara tenang, "Saya tahu bahwa saya telah banyak salah pada Airin, dan perceraian ini mungkin jalan terbaik untuk kami berdua."

Airin tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, berbagai pikiran bercampur aduk di benaknya. Apakah ini hanya akting belaka, atau Revan benar-benar telah berubah? Walaupun demikian, Airin tetap pada pendiriannya untuk melanjutkan perceraian dan menata hidup baru tanpa Revan.

Revan dan Airin duduk bersebelahan di ruang sidang perceraian. Mereka telah sepakat untuk mengakhiri pernikahan mereka setelah 4 tahun bersama. Mediator sudah mencoba membantu, namun keputusan tetap sama. Hakim pun mengangguk setuju.

Dengan ekspresi serius, hakim meminta Revan untuk mengucapkan talak pada Airin. Revan merasa gugup, tangannya berkeringat. Ia menelan ludah, lalu dengan suara yang tegas dan syahdu, ia mengucapkan talak pada Airin. "Airin Castela, saya Revandra Riddle dengan sadar tanpa paksaan siapapun, menjatuhkan talak satu padamu, aku membebaskanmu dari ikatan pernikahan, dan mulai saat ini, kamu bukan lagi istriku, "

Suasana di ruang sidang terasa begitu berat, namun di saat yang sama, ada rasa lega yang menyelimuti hati mereka berdua.

Setelah talak diucapkan, Airin bangkit dari kursinya. Ia menatap hakim dan Revan dengan mata berkaca-kaca, lalu mengucapkan terima kasih. "Terima kasih, Pak Hakim, dan terima kasih juga Revan," ucap Airin sambil tersenyum tipis. Ia pun melangkah keluar dari gedung pengadilan, berusaha menerima kenyataan bahwa kini ia adalah seorang janda. Namun, di lubuk hatinya, Airin merasa yakin bahwa keputusan ini adalah yang terbaik untuk mereka berdua.

"Airin, tunggu!" teriak Revan mengejar Airin yang hampir saja masuk ke dalam mobil. Langkahnya terhenti seketika, Airin menoleh ke arah suara yang memanggilnya.

Airin menghentikan gerakan tangannya yang hendak membuka pintu mobil. Beberapa menit lalu, talak telah diucapkannya. Kini, di wajah Revan tampak rasa penyesalan yang begitu dalam. Matanya menatap Airin dengan perasaan yang rumit.

"Ada apa?" tanya Airin dengan nada sinis. "Aku mau merayakan perceraian kita dengan Raya. Kami sudah janji mau makan-makan." Ucap Airin dengan kejam, menunjukkan betapa ia tak peduli lagi dengan perasaan Revan.

Revan tersenyum pahit, menahan rasa sakit yang menusuk hatinya. "Kita memang sudah bercerai, tapi bukan berarti semuanya berakhir begitu saja," ujarnya dengan suara lirih. Wajahnya tampak pasrah, mencoba menerima kenyataan pahit ini.

Airin mendengus kesal, "Jangan berharap aku akan kembali padamu, Revan. Aku sudah muak dengan sikapmu yang tidak pernah menghargai kehadiranku!" bentaknya, matanya memerah menahan marah dan kecewa.

Revan menatap Airin dengan pandangan yang sayu, seolah ingin menggenggam hati wanita itu kembali. Namun, ia tahu betul bahwa Airin sudah tak bisa lagi menjadi miliknya. Mereka harus menerima kenyataan bahwa hubungan mereka kini telah berakhir.

"ya, kau benar, tapi ini bukan akhir dari segalanya. Mulai saat ini, aku akan mengejarmu, bukan sebagai seorang anak yang dipaksa untuk menikah, tetapi sebagai seorang pria yang mengejar wanita yang disukainya. " kata Revan dengan mata penih tekad.

Airin cukup terkejut, tidak menyangka, perceraian ini bukannya membuat dia terpisah dengan Revan, justru malah membuat pria itu kini mengejarnya.

"Revan, aku bertanya-tanya, sebenarnya, apa yang terjadi padamu? Kenapa tiba-tiba berubah baik dan lembut, bukankah kamu sangat membenciku, bahkan sekedar melihat saja tidak sudi. Kamu lupa? Pada saat itu, aku duduk diruang tamu saja sudah membuat matamu sakit, sekarang apa yang terjadi? " Airin mengingatkan kembali bagaimana sikap kejam dan ketidakpedulian Revan selama ini.

Pria itu menunduk, menyadari, kesalahannya selama 4 tahun itu tidaklah sedikit, namun dia seorang pria egois, dia akan mengejar dan mendapatkan cinta Airin kembali. Dia yakin, meski sikap Airin begitu kejam, di hati kecil wanita itu pasti masih tersimpan rasa untuknya.

"Aku minta maaf, maaf atas sikap kasarku selama ini. Kamu tidak harus menerimanya. Tugasku sebagai orang bersalah hanya meminta maaf, dan kamu punya hak untuk menerima atau menolak," ucap Revan dengan tulus, matanya memancarkan kejujuran. Hampir saja Airin terpengaruh, namun dering ponselnya segera menyadarkannya.

"Revan, aku harus pergi. Kita sudah bercerai sekarang. Tidak peduli apa yang kamu pikirkan, aku harap, di masa depan kita tidak perlu bertemu lagi. Andai bertemu tanpa sengaja, anggaplah kita tidak saling mengenal," ujar Airin tegas sebelum masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan Revan yang terpaku dalam kata-kata kejam yang baru saja didengar.

Mobil hitam itu perlahan meninggalkan lapangan parkir pengadilan agama dimana tempat itu baru saja memberikan status baru pada keduanya. Revan menatap kepergian Airin dengan tatapan nanar, dalam hatinya dia berjanji, akan menumbuhkan kembali cinta dihati Airin untuk dirinya. Andai mereka bisa bersama kembali, ia akan membuat wanita itu menjadi wanita paling bahagia.

"Airin, aku akan membuatmu jatuh cinta padaku, aku tidak akan menyerah. Kali ini, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang tersisa. " gumamnya penuh tekad.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!