Bab 2

Revan keluar dari mobilnya dengan sempoyongan, padahal tadi dia tidak merasa mabuk sama sekali, tetapi sekarang kepalanya terasa sakit dan pandangannya berkunang-kunang. Ia berdiri di bawah gedung yang tinggi, menatap kesebuah kamar yang lampunya masih menyala. Langkahnya gontai, dengan sorot mata yang tajam.

Setibanya dilantai enam, ia berdiri lagi di depan sebuah pintu apartemen milik Erika, tentu dia yang membelikan apartemen mewah ini. Rasa sayang dan cinta yang ia miliki untuk gadis itu, membuat dia rela memberikan apa saja yang gadis itu inginkan.

Revan memencet password pintu, ketika pintu terbuka, betapa terkejutnya dia melihat, sepatu, baju, dan pakaian dalam perempuan berserakan dilantai. Di lihat dari mode dan warna pakaian itu, Revan tau itu milik Erika. Jantung Revan seakan berhenti berdetak, apalagi ketika ia mendengar suara-suara di dalam kamar, ia berjalan perlahan dengan dada naik turun karena merasa takut dan juga cemas dengan apa yang akan ia lihat disana.

"Oh, Alex, aku sangat menyukai milikmu, kau sangat tau apa yang aku inginkan, " Desaahan Erika terdengar ditelinga Revan, seketika darahnya mendidih mendengar nama Alex disebut oleh gadisnya itu.

Lelaki bernama Alex, merupakan salah satu model yang sering dipasangkan dengan Erika, dan saat ini, karir mereka sama-sama sedang melonjak tinggi. Tak ia sangka, akan ada hari dimana dia memergoki kekasihnya berpacu kuda dengan lelaki lain. Rahang Revan mengeras, tangannya terkepal erat saat lagi-lagi ia mendengar desahaan Erika.

"Sayang, kamu sangat nikmat, aku menginginkanmu, puaskan aku, " Desaah Erika dengan suara manja. Nafas Revan tercekat, selama ini, dia pikir, dirinya satu-satunya orang yang Erika butuhkan. Tapi sekarang, semua itu hancur dalam sekejap. Revan merasa hatinya terluka dan dengan penuh kemarahan ia membuka pintu dengan cukup keras. suara berisik itu mengejutkan dua manusia yang sedang berpacu di atas ranjang, mata Erika membelalak ketika melihat kehadiran Revan disana. Ia dengan cepat mendorong Alex yang sedang berada di atasnya.

"Sayang, kapan kamu datang, kenapa tidak memberitahuku dulu, " Erika menarik selimut, menutupi tubuhnya dan berusaha turun mendekati Revan.

Amarah Revan rasanya akan meledak, saat ia melihat bekas kemerahan memenuhi leher Erika, peluh di keningnya, wajahnya yang memerah, bibirnya bengkak, serta rambutnya yang acak-acakan. Semua ini membuat hati Revan terasa hancur seketika.

Revan tertawa sinis, "Sejak kapan aku memberitahumu kalau aku ingin datang kesini, hah? "

Ia memandang Erika dengan tatapan penuh kekecewaan dan kemarahan. "Kamu benar-benar tidak tau diri, semua yang aku berikan selama ini, apa masih belum cukup? Apa kau harus menjual diri lagi dengan bajingan Ini? " Revan menujuk Alex dengan tatapan begis.

Erika menggelengkan kepalanya dengan berurai air mata, "Tidak, tidak, kamu tidak boleh berkata begitu, Revan, aku tidak menjual diri, aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu, "

Erika, mengambil bajunya, tergesa-gesa memakainya, sedangkan Alex, berdiri sambil memakai pakaiannya dengan santai, seolah yang terjadi diruangan itu tidak ada hubungan dengannya.

"Kamu mencintaiku? Apa kau sadar apa yang kau katakan? bagaimana mungkin kamu tidur dengan lelaki lain di saat kamu mencintaiku"

Revan muak, dan ia menoleh menatap Alex, rahangnya mengetat kala melihat senyuman mengejek timbul dari bibir lelaki itu. Dengan dada naik turun Revan melangkah, mendekati Alex dan menghantam wajah lelaki itu dengan tinjunya.

Seketika, Erika berteriak dengan keras, "Hentikan, Revan, hentikan! jangan memukul wajahnya, kami masih ada pemotretan besok, aku mohon, jangan pukul lagi, " Erika menangis penuh permohonan, ia memeluk pinggang Revan, menahan lelaki itu agar tak mengamuk.

Revan berhenti sejenak, matanya masih penuh dengan amarah. Dia melepaskan cengkeraman tangannya dan mendorong Erika menatapnya dengan tajam. "Kau memilihnya daripada aku? Baiklah, pergilah bersama dia." Kemudian ia berjalan pergi tanpa mendekati mereka lagi.

"Revan, tunggu dulu! Aku bisa jelaskan semuanya, aku mohon dengarkan, aku. " Erika hendak mengejar, namun Alex tiba-tiba mengerang kesakitan. Ia urungkan niat itu, dan kembali pada Alex. Erika menatap Revan dengan penuh penyesalan, tetapi dia tidak bisa menghentikannya. Hatinya hancur melihat kepergiannya lelaki itu yang menatap jijik padanya.

...

Revan kembali kerumah dimana ia tinggal bersama istri kontraknya, Airin Castella. Dia berjalan dengan sempoyongan, rumah dua lantai itu begitu sepi, begitu ia masuk, ruangan sangat gelap, ia berjalan dengan langkah patah-patah, pandangannya tak begitu jelas, hingga kakinya tersandung tangga, Revan terjatuh tertelungkup, ia mendesis saat merasakan dagunya terbentur lantai. Namun, ia tetap berada pada posisi itu, lalu memejamkan matanya membiarkan lantai mendinginkan hatinya yang panas, meski ia tau semuanya akan sia-sia.

Waktu menujukan pukul 03 dini hari, pada saat ini, Airin terbangun dari tidurnya, ia melihat gelas di atas meja telah kosong, ia bangkit dan meraih gelas kosong itu keluar kamar. Berjalan perlahan menuruni tangga, saat ia tiba dilantai bawah tanpa sengaja menginjak sesuatu yang mengeluarkan suara erangan.

Airin terkejut, mengira ada maling masuk kedalam rumahnya. Ia menyalakan lampu, melihat seseorang tidur menelungkup dengan aroma alkohol yang begitu pekat. Dari baju yang dipakai, dia tau itu adalah Revan, dalam keadaan mabuk. Airin menatapnya dengan campur aduk antara kesal dan prihatin. Dia tidak tahu harus berkata apa, jadi dia hanya diam sambil memandangi suaminya yang terbaring di lantai.

"Kenapa kau harus menyusahkan, aku, " Geram Airin, tak tega membiarkan lelaki itu tidur dilantai, ia menyeretnya ke atas sofa di depan tv.

Airin, berdiri dengan kedua tangan berlipat di dada setelah berhasil menidurkan Revan di atas sofa. Menatap lelaki mabuk itu dengan tatapan sulit.

"Harus ku apakan lelaki jahat sepertimu, ini? " gumamnya kesal lagi, hati nuraninya memberontak ingin membantu, namun sisi lain dalam dirinya menolak keras, mengingatkan perlakuan dingin Revan terhadapnya selama ini.

Airin menghela nafas, berusaha menahan perasaannya yang campur aduk. Dia tahu dia tidak boleh terlalu peduli pada Revan, karena sebentar lagi mereka akan bercerai. Namun hatinya masih keras kepala untuk membantu lelaki itu.

Jadi, Airin membuka pakaian Revan, mengambil air dan membantunya menyeka wajah dan tubuhnya. Ia naik kelantai atas, mengambil pakaian Revan yang memang sengaja disimpan di lemari kamarnya. Meski mereka tidur dikamar terpisah, namun Revan selalu mengantisipasi, jika tiba-tiba kedua orang tuanya datang dan memeriksa kamar mereka.

Setelah bersusah payah menggantikan baju Revan, Airin merasa lelah, ia duduk bersandar dan menengadah menatap langit-langit.

"Untuk apa aku peduli, toh dia tidak akan pernah menghargai apa yang aku lakukan, dimatanya, hanya ada wanita itu, setiap saat wanita itu dan dimanapun wanita itu, " gumam Airin dengan nada kesal sarat akan kecemburuan.

***

Terpopuler

Comments

Uthie

Uthie

suka ceritanya 👍🤗

2024-04-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!