Bab 9

Matahari pagi yang cerah menyinari kamar Airin. Ia terbangun dengan tubuh yang segar dan semangat baru. Setelah beranjak dari tempat tidur, ia pergi mandi. Airin memilih pakaiannya dengan hati-hati. Ia mengenakan celana kulot, dan tunik yang anggun. Pakaiannya hari ini begitu menawan, membuat tampilannya terlihat lebih energik dan ceria.

Airin menatap koper yang telah ia siapkan di sudut lemari. Dengan rasa sedikit berat hati, ia menggenggam pegangan koper tersebut dan membawanya turun ke lantai bawah. Begitu sampai di ruang tamu, ia melihat Revan yang juga tengah bersiap-siap untuk pergi ke kantor.Revan menoleh ke arah Airin dan melihat koper yang dibawanya.

"Kamu mau kemana membawa koper?" tanyanya dengan ekspresi bingung.

Airin menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Pindah. Karena kita akan bercerai, sebaiknya aku pindah lebih cepat."Wajah Revan terlihat terkejut mendengar jawaban Airin.

Namun, di balik kejutan tersebut, ada rasa sakit yang tersembunyi di sudut matanya. Airin pun merasa perih di hatinya, namun ia bertekad untuk melalui proses ini dengan tegar.

Revan terpaku, matanya menatap koper besar berwarna coklat yang digenggam erat oleh Airin. Ekspresi wajahnya terlihat campur aduk, antara tak percaya dan sedih. Airin terlihat tegar, namun dalam hati dia tahu bahwa keputusan ini bukanlah yang dia inginkan.

Revan menghela napas panjang, lalu dengan langkah ragu-ragu mendekati Airin. "Masih ada waktu beberapa bulan lagi, tinggallah disini. Kalau kau tidak nyaman, biar aku yang pergi," ucap Revan dengan suara serak.

Airin mengangkat kepalanya, menatap mata Revan yang kini berkaca-kaca. Tatapannya sulit ditebak, namun terlihat ada secercah rasa menyesal di dalamnya. "Tidak perlu, nanti atau sekarang, hasilnya tetap sama. Kita akan bercerai. Jadi untuk apa menunggu? Besok, aku akan mengajukan gugatan ke pengadilan," ucap Airin tegas.

Setelah mengucapkan kata-kata itu, Airin berbalik dan melangkah keluar dari rumah, meninggalkan Revan yang berdiri dengan wajah bingung, dia tidak mengerti, kenapa saat ini hatinya terasa sakit setiap kali Airin membahas soal perceraian.

"Bukankah ini yang aku inginkan? Aku sendiri yang membuat kontraknya, aku sendiri yang terus mengingatkan siapa dirinya. Ya, itu benar, harusnya aku senang sekarang, " Gumam Revan, ia berjalan gontai keluar dari rumah, menuju kantornya.

...

Airin membuka pintu apartemennya dengan perasaan campur aduk. Begitu masuk, ia menghela nafas lega. Meski beberapa bulan terakhir ini dia selalu bersikap dingin seolah tak memiliki perasaan lagi terhadap Revan, nyatanya, dia masih mencintai laki-laki itu. Namun, ia sadar bahwa hubungan mereka tidak sehat dan tidak bisa diteruskan.

"Ini yang terbaik untuk kami berdua, aku tidak bisa hidup dengan lelaki yang tidak mencintaiku," gumam Airin pelan. Ia menutup pintu apartemennya, kemudian melepaskan hijabnya. Ia merasa bebas untuk kembali menjadi dirinya yang dulu, sebelum menikah dengan Revan.

Airin melangkah ke kamar tidurnya, membuka lemari pakaian, dan mengganti baju dengan piyama pendek kesukaannya. Dulu, sebelum menikah dengan Revan, dia selalu suka memakai pakaian seperti ini saat berada di rumah. Namun, sejak tinggal bersama Revan, ia harus mengenakan pakaian yang lebih sopan dan tertutup.

Kini, di apartemen barunya, Airin merasa bebas untuk menjadi dirinya sendiri tanpa takut dihakimi oleh suaminya. Ia duduk di tepi jendela, menatap langit yang bersinar terang sambil merenung.

"Semoga kamu bisa bersatu dengan wanita yang kamu cintai selama ini, ," bisik Airin lirih.

Air mata perlahan mengalir di pipinya, namun ia tahu bahwa ini adalah awal dari kehidupan baru yang lebih baik untuk dirinya dan Revan. Dalam hati kecilnya, Airin masih berharap suatu saat nanti mereka bisa menemukan jalan kembali satu sama lain dengan cinta yang lebih dewasa dan saling menghargai.

Sementara itu Revan duduk di kursi kerjanya, tatapannya kosong menatap layar laptop yang menyala di hadapannya. Beberapa kali Keenan, asistennya, mencoba memanggilnya untuk membahas beberapa hal penting, namun Revan seolah tak mendengar dan terus saja melamun dalam pikirannya.

Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dan Erika memasuki ruangan dengan langkah anggun. Penampilannya yang cantik, dan seksi membuat dia terlihat begitu mempesona di mata semua orang yang melihatnya. Erika berjalan mendekati Revan.

"Sayang!" seru Erika sambil tersenyum lebar. Dia langsung duduk manja di pangkuan Revan, seperti biasa yang mereka lakukan ketika berdua di kantor. Keenan yang sudah mengetahui hubungan mereka segera mengambil inisiatif untuk keluar dari ruangan, memberikan privasi kepada keduanya.

Revan menyipitkan mata saat aroma wangi parfum Erika memenuhi hidungnya. Dia tersadar dari lamunannya dan melihat wajah Erika yang menatapnya dengan tatapan penuh kasih. Tangan Revan secara otomatis memeluk pinggang Erika, mencoba menenangkan pikiran yang sebelumnya kacau akibat memikirkan sikap Airin.

"Sedang memikirkan apa, Sayang?" tanya Erika lembut, sambil menempelkan kepalanya di dada Revan.

Ketika Revan mengusap rambut Erika, matanya terpejam sejenak, merasakan kedekatan yang telah lama hilang. Namun, saat matanya terbuka, ia tak sengaja melihat bercak merah-merah di sekitar leher Erika. Tidak hanya satu, tapi ada beberapa bercak yang membuat amarah dalam dadanya berkobar. Masalahnya dengan Airin membuatnya lupa bahwa wanita yang sedang memeluknya ini telah mengkhianatinya.

Revan segera mendorong Erika dengan keras, membuat wanita itu terjatuh ke lantai. "Apa yang terjadi? Kenapa kamu mendorongku?" tanyanya dengan mata berkaca-kaca, penuh kebingungan.

"Siapa yang memberi izinmu masuk ke ruanganku?" tanya Revan dengan wajah bengis, menahan amarah yang hampir meledak.

Erika terkejut melihat perubahan sikap Revan. "Revan, aku hanya ingin bicara denganmu. Aku merindukanmu," ucapnya lirih, mencoba meraih tangan Revan.

Namun, Revan menepis tangan Erika dan menatapnya dengan mata penuh kemarahan. "Jangan pura-pura tidak tahu, Erika! kau sudah mengkhianatiku, bercak merah dilehermu itu, perbuatan laki-laki bajingan itu, kan?" tegas Revan, menuding leher Erika yang penuh bercak merah.

Erika menutup mulutnya, terkejut karena Revan mengetahuinya. Air mata mulai mengalir deras, tapi ia tak bisa menjawab apapun.

Revan menghela napas, mencoba menenangkan diri. "Kau benar-benar mengkhianatiku, Erika. Aku tidak menyangka kau akan sejauh ini," katanya dengan suara hancur, lalu berlalu meninggalkan Erika yang terduduk lemas di lantai, menangis tersedu-sedu.

"kau egois, sangat egois, aku hanya tidur dengan Alex, sedangkan kau menikahi wanita lain, tetapi kau tidak menyadari kesalahanmu, hanya bisa menudingku terus-menerus, " Erika meraung keras, sehingga beberapa karyawan melihat kearahnya.

Revan berjalan dengan langkah yang cepat dan berat, dada terasa sesak oleh amarah yang memuncak. Meski ia yang pertama mengkhianati cinta mereka dengan menikahi Airin, selama pernikahan itu, Revan tak pernah menyentuh Airin sama sekali. Namun, Erika justru tidur dengan pria lain, bukan hanya sekali tetapi berkali-kali. Amarah dan sakit hati tak terbendung saat mengetahui wanita yang dicintainya tidur dengan orang lain.

"Keenan, Keenan!" seru Revan dengan suara parau.

"Ya, Tuan," Keenan berlari menghampiri Revan yang tampak geram dan merah padam wajahnya.

"Lain kali, Erika tidak boleh datang keperusahaan terlebih memasuki ruanganku tanpa seizinku!" perintah Revan dengan nada tegas dan garang. Keenan menelan ludah, merasakan tekanan dari kemarahan tuannya.

"Tuan, Nona Erika..." Keenan berusaha mencari kata-kata yang tepat, tak ingin menambah amarah Revan.

"Apa?!" bentak Revan, tak sabar mendengar penjelasan Keenan.

"Nona Erika... dia bilang dia menyesal, Tuan," ucap Keenan dengan suara lirih.

Revan menghela napas berat, mencoba menenangkan diri. Wajahnya tampak penuh pergulatan antara amarah dan rasa cinta yang masih ada pada Erika. "Sepertinya kalian dekat, ya? Saat bersamaku tadi, dia bahkan tidak terlihat menyesal sedikitpun, "

Keenan terkesiap, segera menunduk dan meminta maaf, "Tuan, baru saja saya lihat Nona Erika menangis, dia meminta saya menyampaikan pada tuan, "

"kalau begitu kamu urus saja, dia, sepertinya kau lebih memahaminya dibanding diriku, ingat! Jika aku melihatnya lagi, kau... Akan aku pecat! " Revan berjalan meninggalkan Keenan, pikiran dan perasaannya kacau oleh sakit hati yang terus menghantui. Erika, wanita yang selama ini ia cintai, kini menjadi sumber luka terdalam yang sulit untuk dimaafkan.

***

Terpopuler

Comments

Diah Darmawati

Diah Darmawati

nyeseggg seakan2 kita yg jd tokoh di ni novel..good job athor sdh bsa bkin baperrr😭😭😭🥰🥰🥰🥰

2024-05-19

0

Uthie

Uthie

sukurin 😝

2024-04-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!