Airin tengah berada di toko mainan, dia tersenyum kecil melihat boneka-boneka yang lucu dan menggemaskan itu. Andai dia dan Revan memiliki seorang bayi perempuan, pastilah dia juga akan membelikan banyak boneka dan mainan, namun keinginannya itu hanya harapan semu, tak mungkin akan terwujud.
"Mbak, saya ambil yang ini, tolong dibungkus dengan rapi, " Airin menyerahkan sebuah boneka Barbie yang cantik pada kasir.
Kasir perempuan itu tersenyum ramah fan menjawab, "Tentu, silakan ditunggu sebentar." Airin menunggu dengan sabar sambil memperhatikan mainan-mainan yang terpajang.
Tiba-tiba, seseorang datang mendekatinya dan memanggil, "Airin! "
Airin terkejut dengan kehadiran perempuan itu, orang yang sangat tidak ingin ia temui dalam hidupnya, dimana perempuan itulah yang menjadi penyebab hubungannya dan Revan tak pernah membaik, "Erika? Ada apa? "
Erika tersenyum sinis. "Aku hanya ingin bertemu denganmu, Airin. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan." Airin merasa gugup dan tidak siap menghadapi kehadiran Erika.
"Kita bukan dua orang yang saling mengenal, jadi aku tidak merasa ada yang perlu dibicarakan denganmu, aku ada urusan, jadi permisi dulu, " Airin hendak pergi kekasir mengambil pesanannya. Namun, Erika menghentikannya.
"Jangan pura-pura saling tidak mengenal, kau tau betul siapa aku, kalau bukan karena Revan mengabaikan aku, kau pikir aku akan sudi bicara denganmu? " Ucap Erika dengan lantang, sehingga pembeli yang ada disana melihat kearah mereka.
Airin merasa sangat malu, dan juga ia terkejut mendengar pengakuan Erika, mengenai Revan yang mengabaikannya, sejak kapan suaminya itu tidak memedulikan perempuan itu, ini mustahil!
Airin menerima bingkisan yang diberikan kasir, setelah membayar dia menghadap Erika dan berkata, "Aku tidak ingin membicarakan masalah apapun denganmu. Sekarang, aku harus pergi." Dia bergegas meninggalkan toko dan mencoba melupakan pertemuan tersebut.
Erika yang melihat sikap cuek Airin merasa marah, tidak pernah ada sejarahnya seorang Erika di abaikan orang lain apalagi perempuan seperti Airin, Erika merasa terhina, jadi dia mengejar Airin dengan penuh emosi.
"Hei, jangan keterlaluan, kamu, " Erika menarik lengan Airin, ia menyentaknya hingga perempuan itu hampir terjatuh.
"Kamu gila, ya? " Teriak Airin tak terima perlakuan Erika terhadap dirinya.
Revan saja tidak pernah berlaku kasar begini padanya, meski sikap lelaki itu dingi dan menatapnya penuh kebencian, tetapi dia tidak pernah menyakiti fisiknya. Lalu, Erika, atas dasar apa dia berbuat begini?
Senyum Erika terlihat sinis, ia menatap Airin dengan remeh, "Kampungan! " Hardiknya setelah memandangi penampilan Airin. "Dimana Revan? Kenapa dia tidak mengangkat teleponku? Biasanya setiap pagi setelah dia bangun tidur selalu melakukan panggilan video, kenapa hari ini dia menghilang? " Tanya Erika yang tampak benar-benar cemas.
Airin menaikkan alisnya, merasa bahwa pertanyaan Erika terdengar sangat lucu di telinganya. "Sejak kapan aku harus mengurus hal-hal yang tidak penting seperti ini? Sejak kapan aku menjadi orang yang dicari ketika kamu ingin tahu kabar Revan?"
Dahi Erika berkerut semakin dalam, matanya menyipit menatap Airin seperti seekor semut kecil yang siap diinjak kapan saja. "Kau berani bicara lancang seperti itu padaku? Kau pikir kau siapa, ha?"
Airin membuang muka ke samping, mengusap hijabnya dengan seringai tipis. "Ehem, kenalin, aku Airin, istri dari Revandra Ridlle. Dan kau siapa? Kau bukan saudaraku, apalagi ibu pengasuh. Lantas, kenapa aku sampai tidak berani bicara denganmu, hmm?"
Mata Erika melebar, wajahnya memerah karena malu. Dia tidak bisa membantah, tidak mungkin dia mengatakan bahwa dirinya adalah kekasih simpanan Revan. Meski dia lebih dulu menjalin hubungan dengan lelaki itu, namun tak menampik bahwa saat ini, Revan telah menikah dan bukan dia yang menjadi istrinya.
"Lihat saja, aku akan adukan kejadian hari ini pada Revan. Pada saat itu, kau memohon pun tidak akan aku pedulikan," ucap Erika. Kemudian, ia berbalik pergi meninggalkan Airin yang berdiri terpaku.
"Wah, dia ini gila apa gimana sih. Sejak kapan juga dia peduli padaku, haish!" Airin menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan perempuan tak masuk akal itu.
...
Airin akhirnya tiba di sebuah kafe tempat pertemuannya dengan Raya yang menyajikan berbagai macam permainan anak-anak. Kafe ini sengaja mengusung tema ramah anak, sehingga selain sebagai tempat makan, juga menjadi tempat yang cocok untuk keluarga yang ingin bersantai dan menghabiskan waktu bersama. Suasana kafe yang hangat dan penuh warna membuat Airin merasa nyaman begitu memasuki tempat tersebut.
Anak-anak riang bermain di sudut-sudut kafe, tertawa dan bermain dengan gembira. Airin tersenyum melihat keceriaan mereka, dan dia merasa senang bisa berada di tempat yang begitu menyenangkan ini. Dia memesan minuman favoritnya dan duduk di salah satu sudut kafe, menikmati suasana yang ramah dan hangat sambil menunggu kedatangan sahabat baiknya.
Sambil menikmati minumannya, Airin melihat sekeliling kafe yang dihiasi dengan dekorasi yang lucu dan ceria. Suasana kafe yang ramah anak benar-benar membuatnya merasa seperti berada di dunia yang penuh kebahagiaan dan keceriaan. Dia merasa lega bisa meluangkan waktu di tempat yang begitu menyenangkan ini, dan berharap bisa kembali lagi suatu hari nanti bersama anaknya sendiri.
Tak berapa lama, Raya dan anaknya akhirnya tiba juga. Airin yang melihat kedatangan sahabat baiknya itu langsung berdiri, dengan semangat ia mengambil alih balita 3 tahun itu dari gendongan Raya. "Hello, Baby Lea, oh, my, so cute," ucap Airin dengan penuh kegembiraan. Dia merasa sangat gemas, ingin sekali ia menciumi gadis kecil itu bertubi-tubi. Namun, ia sadar bahwa imunitas bayi berbeda dengan orang dewasa, dan dia tidak tahu penyakit apa yang bisa ia tularkan kepada anak kecil itu.
"Maaf banget, karena aku telat datangnya. Kamu taulah, punya bocah kecil kayak gini repotnya minta ampun," ucap Raya sambil tersenyum.
Airin tersenyum hangat, "Tidak apa-apa. Baby Lea ini sungguh menggemaskan. Aku senang bisa bertemu dengannya." Dia kemudian memperhatikan Baby Lea yang sedang menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu.
Raya mengangguk setuju, "Iya, dia memang selalu penuh energi dan keceriaan. Terima kasih sudah mau menjaga Lea sebentar, Airin."
Airin mengangguk, "Tidak masalah. Aku senang bisa membantu. Ayo, main-main dulu, Baby Lea." Airin kemudian membawa Baby Lea ke area bermain anak-anak, sementara Raya duduk di sebelahnya sambil tersenyum melihat kedekatan antara Airin dan anaknya. Suasana hangat dan penuh kebahagiaan terasa begitu kental di antara mereka.
"Aku berdoa, suatu saat nanti kamu bisa punya anakmu sendiri, entah dengan Revan atau lelaki lain. Aku harap kamu bahagia, Airin," gumam Raya sambil melihat Airin begitu gembira bermain dengan anaknya.
Hari ini, Raya memang memiliki keperluan mendadak, dan tadinya ia akan membawa Baby Lea, tetapi Airin menawarkan diri untuk menjaga Lea. Jadi, Raya menyetujuinya, karena dia juga tahu bahwa Airin sangat menginginkan anak. Sudah 4 tahun menikah, namun Airin belum kunjung hamil. Bahkan sampai saat ini, Revan tidak pernah menyentuh Airin sama sekali.
Raya merasa haru melihat kedekatan Airin dengan Baby Lea. Dia berdoa semoga suatu hari nanti Airin bisa merasakan kebahagiaan memiliki anak sendiri. Raya pun merasa bersyukur atas kebaikan hati Airin yang selalu siap membantu dan menjaga Baby Lea dengan penuh kasih sayang. Semoga kebaikan yang Airin berikan akan kembali kepada dirinya dengan kebahagiaan yang lebih besar.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Uthie
bagus .. bagus... 👍👍🤗
2024-04-04
2