Seperti baru bertemu, David dan Risky menghabiskan malam mereka di teras kontrakan yang baru David tinggali sehari. Mengobrol, tertawa, bercanda bersama adalah hal yang mereka berdua lakukan sampai lewat tengah malam.
"Aku tidak menyangka kau akan menyewa kos-kosan di sini bro,," kata Risky.
"Iya, aku ingin dekat denganmu " David tertawa ringan, di susul oleh Risky yang juga ikut tertawa mendengar perkataan sahabatnya itu.
"Aku bukan pria bodoh bro, kau datang ke sini tidak mungkin tanpa alasan yang jelas. Karena tetanggaku itu kan?" Risky memberi isyarat mata ke arah rumah Ara.
David kembali mengeluarkan tawa ringannya.
"Kau ini tahu saja."
"Terlihat bro, mata tidak akan bisa berbohong walaupun mulut mengucapkan tidak berkali-kali."
Sudah tidak dapat mengelak lagi, David pun membenarkan apa yang di katakan Risky.
Tanpa mereka sadari, Sifa yang rumahnya berada tepat di dekat kontrakan David, mengintip dari jendela dan mendengar percakapan mereka, walaupun lirih.
"Astaga tampan sekali mas Risky."
Hmmmm, ternyata Sifa tidak mempedulikan pembicaraan mereka, melainkan matanya terus memandang Risky, lelaki yang ia kagumi selama ini.
Lama sekali Sifa berdiri di dekat jendela, mengintip dan memandang kagum Risky, hingga akhirnya ia mendapat teguran dari sang Ibu untuk segera tidur.
Meskipun berat, Sifa akhirnya mengikuti perintah Ibunya untuk tidur. Sekali lagi ia menoleh ke arah kedua pemuda itu dengan wajah yang begitu kusut, lalu pergi meninggalkan tempat mengintip itu untuk kembali ke dalam kamarnya.
"Baiklah, aku pulang dulu bro, selamat memimpikan tetanggaku."
Risky meninggalkan David masih sambil tertawa receh. Entahlah, menggoda sahabat memang hal yang menyenangkan, bagi Risky maupun semuanya.
Senyum manis mengambang di wajah David. Ia beranjak berdiri, dan melangkah meninggalkan tempat duduknya, dan kembali ke dalam kamar.Dengan pelan, David merebahkan diri di atas tempat tidur dan berharap akan bangun pagi untuk bisa segera mengikuti Ara saat dia akan naik bus esok.
Hingga waktu malam bergulir menjadi pagi, cahaya mentari mulai menyebar ke penjuru dunia, menyinari dan menghangatkan bagi siapa saja yang terkena sinarnya.
Mungkin menghangatkan dan membahagiakan bagi sebagian orang, namun tidak untuk Afka. Pagi itu ia terlihat murung.Gerakan tubuhnya yang saat ini sedang membantu kakaknya di toko menunjukkan ada kekesalan yang tidak bisa ia lampiaskan.
Ratna yang saat ini berada di sebelah Afka hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berkata.
"Ara itu sudah dewasa, dia juga pintar, Mbak yakin, ia bisa pergi sendiri ke kampung halamannya. Kamu cukup yakin saja Afka dan berdoa untuk keselamatan perjalanan Ara sampai ke tujuannya."
Tidak ada respon dari Afka.
"Sehari atau dua hari sajakan Ara pergi?" imbuh Ratna.
"Aku santai saja kakak ipar, tidak ada yang perlu di bahas " Afka keluar toko sambil membawa kardus kosong dan akan membuangnya ke tong sampah di depan rumah.
Bisa di katakan Afka merajuk, merasa sedikit kesal dengan Abangnya yang tidak mengijinkan dia mengantar Ara. Bukan tanpa alasan Ahwan tidak mengijinkan, namun dalam kondisi yang tidak memungkinkan Afka untuk perjalanan jauh.
Berbeda dengan Ahwan, Afka tidak mempedulikan kondisi tubuhnya, ia merasa fit, merasa sehat dan mampu menemani Ara dalam perjalanannya. Semangat yang ia kobarkan, seperti telah membunuh kelemahan dalam diri Afka.
Akhirnya dengan berat hati, Afka mau tidak mau harus menuruti perintah kakaknya yang saat ini seperti satpam yang menjaga pintu depan rumah dengan wajah garangnya.
"Huuufffttttt" Afka menghela napas panjang dan kembali mengurus pekerjaannya di toko Ratna.
David, apakah dia sudah membuntuti Ara yang saat ini sudah berada di dalam bus?
Tidak jawabannya, saat ini ia menyesali dan meratapi dirinya yang bangun kesiangan dengan gaya cool nya.
"Kenapa aku bangun kesiangan?" seru David sambil memukul tembok yang berada di sebelah jendela tempat David menatap keluar.
Ia seperti mengutuk dirinya sendiri, berkali-kali dia mengacak-acak rambut lurus dan tebalnya itu. Seperti frustasi karena tidak bisa mengikuti Ara, akhirnya ia mengeluarkan motor sport warna merahnya dan memanasi mesinnya.
Dengan cepat, David menyambar jaket yang tergantung di belakang pintu dan mengenakannya.
Sebentar saja ia menyisir rambutnya agar terlihat rapi,membenahi jaket kembali, lalu menyambar secepat kilat helm yang ada di atas meja, kemudian keluar kamar kos dengan menutup dan mengunci pintu rapat.
David menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. Tujuannya adalah ke terminal, atau melihat bus yang sedang lewat di jalan raya. David melihat lihat ke kanan dan kiri bus yang saat ini sedang melaju pelan, mencari - cari andai saja ada Ara di dalamnya.
Nihil, ia tidak menemukan Ara di dalam beberapa bus, atau mungkin ia terlewat saat melihat ke dalamnya?
David berhenti di pinggir jalan, menatap kembali ke jalanan beraspal tersebut, berharap akan ada bus yang lewat kembali. Namun sudah satu jam lebih tidak satupun bus melewati jalan di depannya.
"Dimana kampung Ara? "
"Kenapa aku tidak menanyakannya? "
"Astaghfirullah hal Adziimm, aku sudah gila karena gadis itu."
David mengucap istighfar dalam hatinya, dia berusaha menenangkan diri dan tetap berpikir positif tentang Ara di luar sana.
Kini ia kembali dengan menaiki motor pelan menuju ke kontrakannya kembali.
Saat ia berhenti di halaman depan kamar kosnya, ia melihat Ibu Widya sedang duduk di teras rumah Ara sambil menatap ponselnya.
"Apa mungkin aku menanyakan alamat rumah Ara di kampung?" gumam David.
"Ah, tidak akan. Bu Widya pasti akan berpikir macam - macam. Lebih baik aku menunggu Ara sampai dia kembali, aku harap dia akan baik - baik saja."
Kini David kembali masuk ke dalam kamar kosnya.
Ara masih memandang keluar jendela. Duduk manis sambil memangku ransel yang hanya berisi beberapa pakaian dan mukenah.
Perjalanan pertamanya menuju ke kampung halaman yang sudah hampir ia lupakan kondisi terakhir kampung tersebut.
Perjalanan jauh pertama Ara meninggalkan sang Ibu hanya untuk mencari keadilan untuk wanita yang telah melahirkannya.
Ara hanya berharap, keluarga pamannya mau menerima Ibunya dan mereka bisa terikat dalam hubungan keluarga lagi.
Tidak peduli apa yang akan pamannya lakukan terhadap dirinya, mungkin ia akan menerima hinaan, kekerasan ataupun semacamnya, Ara dengan tekat kuat akan terus berusaha, berpikir positif dan tetap optimis. Ara yakin masih ada kebaikan di hati pamannya, masih ada kasih sayang yang tertutup di hati adik kandung Ayahnya tersebut. Ara yakin, ia akan di terima dengan baik di sana.
Perjalanan menuju kampung halaman telah di lalui Ara lima jam yang lalu. Kini ia berdiri di persimpangan jalan setelah turun dari bus. Secarik kertas lusuh berada di telapak tangan kanannya saat ini.
"Aku harus mencari alamat Paman segera " gumam Ara sambil berjalan menuju kerumunan beberapa orang yang sedang berada di suatu teras rumah.
🌴🌴🌴🌴🌴
Apa yang akan di lakukan paman Ara kalau mereka bertemu?
Like
Komen
Rate 5
Vote
Terimakasih 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Ky2 SSC💕
semoga paman Ara udah berubah ya dan mau menerima Ara dan ibunya🤗🤗
2020-09-02
0
🍂Susan
gagal semua untuk mengantarkan ara plng kmpung..😂😂😂
lnjut thor semangat...
2020-08-28
0
Ariyani393
😍
2020-08-27
0