Pilihan Hati
Suara teriakan dan orang marah terdengar di malam yang begitu dingin kala itu. Para tetangga berdatangan hanya untuk melihat kejadian yang terjadi di sebuah rumah yang cukup layak di tempati di desa kecil dengan sedikit warga.
"Kau hanya menantu di sini, kakakku sudah lama pergi meninggalkan dunia ini, lalu untuk apa kau masih tinggal di rumah orang tuaku. Dasar wanita tidak tahu malu. Kalau bukan karena kakakku, sudah ku usir kau dari sini. Kakakku saja yang bodoh telah memilih wanita melarat seperti dirimu. Sekarang kau pergi dari sini dan tinggalkan Ara di sini, biar aku yang merawatnya! " teriak seorang pria dengan postur tubuh tinggi besar, berusia sekitar 40th.
Sang wanita yang sudah berusia sekitar 45th itu hanya menunduk menangis, dengan tas jinjing besar berada di tangan kanannya.
"Arafa anakku satu-satunya, biarkan dia pergi bersamaku, aku mohon. Aku janji tidak akan mengganggu kalian lagi " tangis wanita itu kembali pecah, air matanya mengalir deras membasahi seluruh wajahnya.
"Pak, sudah jangan teriak aku mohon. Banyak anak kecil di sini, anak kita juga melihat kemarahan Bapak, kasihan mereka Pak!" ucap seorang wanita yang merupakan istri dari pria itu.
"Biarkan saja mereka melihatnya Bu, aku benar-benar sudah bosan dengan Fatmawati yang sudah aku peringatkan untuk pergi dari rumah ini, tapi dia tetap tidak pergi."
Fatmawati hanya menatap gadis kecilnya yang sedang berdiri jauh di depannya.Gadis kecil bernama Arafa itu berdiri bersama saudara sepupunya yang umurnya satu tahun di atasnya. Dia bernama Dani, berusia 10th.Sedari tadi Dani memegangi Arafa yang sedikit terguncang melihat pertengkaran itu.
Dani berusaha menenangkan Ara, namun gadis kecil itu badannya dingin dan sedikit bergetar, walau dia tidak menangis.
"Kenapa Ibuku dimarahi Dani, kenapa Ayahmu membentak Ibu,apa salah Ibuku?" tanya Ara masih menatap Ibu dan Pamannya.
"Sekarang pergilah Fatma!" teriak pria itu kembali.
Fatmawati segera membalikkan badan dan melangkah keluar dari rumah mertuanya. Ara yang melihat Ibunya pergi, segera melepaskan tangan Dani yang berada di pundaknya. Dengan cepat Ara berlari hendak menghampiri Ibunya, namun pria itu menahannya.
"Ara ingin pergi bersama Ibu paman, lepaskan Ara!" teriak Ara sambil menangis dengan begitu kencang.Gadis kecil itu meronta, berusaha keras melepaskan diri dari tangan Pamannya yang kuat mencengkeram kedua bahu kecilnya.
"Diam Ara, Paman yang akan merawatmu, kau akan tetap miskin kalau tetap bersama Ibumu, kau mengerti!" teriak Ahmad, Paman Arafa.
"Biarkan Ara miskin, Ara ingin bersama Ibu" teriak Ara kemudian menggigit lengan Ahmad lalu berlari menyusul Fatmawati yang sudah menjauh.
"Aaarrrrrgggghhh, dasar anak tidak tahu di untung" Ahmad mengibaskan tangannya, berusaha menghilangkan rasa sakit di lengannya.
Istri Ahmad berlari hendak mengejar Ara, namun Ahmad menghentikannya.
"Biarkan anak itu pergi, biar dia ikut miskin bersama Ibunya."
Urat leher Ahmad seperti hendak mau keluar semua. Hari itu dia begitu marah karena Fatmawati tidak menghiraukan saat Ahmad menyuruhnya pergi dari rumah orang tuanya.
#####
Lima belas tahun kemudian.
Arafa sudah menjadi seorang gadis manis dengan hijab syar'i yang selalu melekat di tubuhnya.
Wajahnya yang begitu bersih, dengan hiasan lesung pipi yang begitu indah saat Ara tersenyum.
Saat ini, gadis manis itu sedang duduk di samping Ibunya, Fatmawati yang berbaring kaku tak berdaya. Hanya mata saja yang ia gunakan untuk berkomunikasi dengan Ara. Semua orang tubuhnya lumpuh setelah terkena struk 5 tahun lalu.
"Ibu, hari ini Ara sudah menemani Ibu seharian, maafkan Ara kalau besok Ara meninggalkan Ibu untuk bekerja kembali. Ara akan berusaha untuk bisa segera pulang."
Ara mencium lembut kening Ibunya, lalu menatap Fatmawati sambil tersenyum.
Air mata Fatmawati meleleh membasahi telinganya. Segera Ara mengambil tisu dan mengusap pelan air mata itu.
"Apa Ibu pernah melihat Ara menangis setelah kejadian itu Bu, tidak kan. Jadi Ara mohon, Ibu jangan menangis untuk Ara. Ara sayang Ibu. Allah akan selalu memberi kekuatan untuk kita Bu." Ara memasang senyumnya kembali.
"Sudah malam Bu, Ara pamit untuk istirahat,Ibu juga harus istirahat ya, Ara sayang Ibu" kecupan kembali mendarat di kening Fatmawati.
Ara berjalan menjauhi kamar Ibunya, dan menutup rapat pintu itu.
Ara mengusap air matanya yang mulai meleleh di pipinya.
"Bukan maksud Ara berbohong Bu, tapi Ara tidak ingin melihat Ibu ikut bersedih." Gumam Ara dalam hati.
Arafa saat ini bekerja di pasar, dia membantu pedagang besar di pasar itu untuk menjual barang dagangannya.
Untunglah Ara hanya bekerja setengah hari di pasar. Pagi-pagi sekali ia berangkat, dan kembali sebelum dhuhur tiba.
Saat ia bekerja, ia menitipkan Ibunya ke Ibu pemilik kontrakan yang ia tempati saat ini. Iya, Ara mengontrak sebuah rumah kecil yang hanya ada dua kamar, dengan harga yang cukup murah untuk dirinya.
Sudah 10 tahun Ara menempati rumah itu, dan kebetulan, Ibu pemilik kontrakan yang bernama Widya, sangatlah baik kepadanya dan juga Ibunya.
####
Keesokan paginya, Ara sudah bersiap berangkat setelah sholat subuh dan membersihkan tubuh Ibunya.
"Ara sudah membuatkan bubur untuk Ibu, nanti Ibu Widya akan ke sini untuk menyuapi Ibu." Ara mencium kening Fatmawati.
"Ara kerja dulu Bu, Assalamu'alaikum."
Walau tidak akan ada jawaban salam dari sang Ibu, namun Ara tetap mengucapkannya, karena Ara selalu berharap, Allah akan selalu melindungi sang Ibu dan segera memberi kesembuhan untuk Beliau.
Ara menaiki sepeda kayuhnya dengan begitu semangat. Dia selalu menebar senyuman untuk para tetangga yang ia sapa. Banyak sekali yang menyukai gadis riang itu.
Iya, itulah yang dilihat orang-orang pada Ara, gadis manis yang polos dan riang. Padahal di balik riangnya seorang Ara, tersimpan beribu luka yang hanya Ara dan Tuhan yang tahu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
RN
bagus kk cerita nya 👍
2020-12-29
1
🌹S RosEMarY 🌹🕌
Masya Allah...
ceritanya menyayat hti 😭
NEXT ...
2020-11-13
1
KITTY☠ᵏᵋᶜᶟ🏅ᶝᶡఛᏚིᥰ⃝֟.𝄠༅ᵛⁿᵇ
aq suka ceritanya aq favoritkan bacanya kalau senggang y kk 😊
2020-10-19
0