Afka mempertanyakan kepada diri sendiri, andai ia mengatakan kalau ia sakit, apakah itu akan baik dampaknya.
Kesedihan terkadang memang harus di bagi kepada orang lain demi ketenangan diri, namun juga harus di simpan untuk diri sendiri agar tidak membebani orang lain.
Sepertinya Afka akan mengurungkan niatnya untuk menceritakan penyakitnya kepada Ara. Ia tidak mau gadis yang ia sukai itu merasa berbelas kasihan atas sakit yang sekarang hinggap di tubuh Afka. Kecerian yang jarang terekspos di wajah Ara, tidak ingin Afka hilangkan hanya karena pemberitahuannya soal penyakit jantung.
"Kamu mau bicara apa Afka? "
Afka segera menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Bukan sesuatu yang penting untuk kamu ketahui Ara. " Afka melihat ke arah dapur di rumah makan itu.
"Pelayanan di sini lama sekali ya? perutku sudah mulai berbunyi. " Afka membuat tawa palsu di wajahnya.
Ara bukanlah gadis bodoh, ia bisa melihat kalau Afka menyembunyikan sesuatu yang penting darinya.
"Kau menyembunyikan sesuatu Afka? kalau memang aku diharuskan tahu katakan saja. "
Afka menghentikan tawa palsunya, dan sekilas melirik Ara, namun dia membuang wajahnya kembali.
"Aku mau makan dulu, sepertinya pelayan sudah membawakan makanan kita " Afka menatap seorang wanita berpakaian kemeja putih lengan panjang di pasangkan dengan rok span hitam selutut, berjalan ke arahnya dengan membawa nampan berisi makanan dan minuman.
Rumah makan itu merupakan rumah makan terbaik di kota mereka, walaupun tak sebesar rumah makan di kota besar lainnya.
"Silahkan menikmati Mas, Mbak. " Ucap wanita itu setelah meletakkan semua makanan dan minuman pesanan Afka dan Ara di meja makan.
"Terimakasih " ucap Ara dan Afka bersamaan.
Dua menu sup buntut sudah berada di hadapan mereka masing-masing, ditambah dengan satu jus mangga dan jus alpukat sebagai pelepas dahaga kedua pemuda pemudi itu.
Mereka menikmati menu mereka dengan tak lupa membaca doa terlebih dahulu. Afka yang sudah lapar sejak tadi, sudah menghabiskan supnya terlebih dahulu.
Slruuuup Slruuuuuppp
Beberapa sruputan dari sedotan Afka meninggalkan sisa di gelas bening Afka yang semula berisi jus mangga itu.
"Kau terlihat kelaparan sekali Afka " ucap Ara sambil tersenyum.
"Aku telat sarapan pagi ini, aku cuma minum ob... " Afka menghentikan kata - katanya dan menutup mulutnya dengan telapak tangan kanan.
Ara menautkan alisnya.
"Ob apa? Obat? " tanya Ara.
"Hahahaa iya Ara, maksudku vitamin, bukan obat. " Ara mengangguk tanpa berpikiran yang lain, ia kembali meneruskan makannya yang tinggal sedikit.
"Aku ke toilet sebentar " Afka berdiri dan melangkah pergi setelah mendapat jawaban iya dari Afka.
Sup dalam mangkuk Ara kini sudah habis. Ia menyambar gelas berisi jus alpukat itu dan meneguknya.
"Alhamdulillah."
Ara membersihkan mulutnya dengan tisue yang berada di atas meja. Sambil menunggu Afka yang belum kembali dari toilet, Ara berdiri menatap keluar jendela.
Siang itu jalanan begitu ramai pengendara motor maupun mobil. Namun ada satu pemandangan yang menarik perhatian Ara.
Motor sport berwarna merah yang Ara rasa dia mengenal pengendaranya.
"Itu seperti motornya mas David? " gumam Ara sambil terus memperhatikan motor itu.
"Ada apa Ara? " tanya Afka dengan tiba-tiba, membuat Ara segera tersadar dari perhatiannya ke jalanan.
"Eh Afka... bukan apa - apa. Apa kau sudah selesai? "
"Sudah Ara, apa kita pulang sekarang? "
"Apa tidak apa kalau kita pulang sekarang? " tanya Ara yang tidak enak kalau harus pulang cepat. Padahal dalam hati, Ara ingin pulang karena tidak ingin terlalu lama merepotkan Bu Widya.
"Ibumu pasti sudah menunggu. Ayo kita pulang! "
"Baiklah kalau begitu. "
Ara dan Afka berdiri, melangkah keluar dari rumah makan tersebut.
"Afka, apa kau sudah membayar tadi? " tanya Ara sambil berjalan menuju ke parkiran motor.
"Sudah aman, setelah dari toilet tadi aku langsung membayar "
"Oh, Baiklah, terima kasih traktirannya. "
"Sama - sama. "
Afka memutar motor maticnya dan mulai menyalakan mesin motornya.
"Bismillah hirrohman nirrohim. "
Mereka kembali melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Sambil berbincang, mereka tidak sadar kalau sudah sampai di depan rumah Ara.
"Cepat sekali perjalanan kita. " Kata Afka.
"Iya Afka, ayo mampir dulu! "
Mereka berjalan menuju ke teras rumah Ara. Teras yang selalu mereka gunakan untuk mengobrol. Ara memang tidak pernah mengajak tamunya untuk masuk ke dalam rumah. Apalagi seorang laki-laki, seperti sebuah pantangan bagi Ara.
"Assalamu'alaikum Bu Widya. "
"Waalaikumsalam Ara, tumben masih agak pagi pulangnya? "
"Abah tadi ada acara, jadi ruko tutup lebih awal Bu Wid. "
Seperti biasa, Ara mencium kening Ibunya yang sedang berbaring sambil tersenyum ke arahnya.
"Maaf, tadi Ara bersama Afka dulu Bu. "ucap Ara kepada Widya.
" Kalian semakin dekat. Ibu harap kalian berjodoh " Ara langsung menunduk malu mendengar perkataan Ibu kontrakannya itu.
"Biarlah Tuhan yang mengaturnya Bu Wid, kalau memang jodoh, semoga kita bisa terus bersama " senyum Ara mengambang menghiasi wajahnya.
"Amiin.Baiklah, Bu Wid pulang dulu. Fatmawati sudah makan, obat juga sudah Bu Wid berikan. Sebentar lagi Ibumu pasti tidur karena pengaruh obat. "
"Iya, terima kasih Bu Wid "
"Sama - sama. "
Widya kemudian keluar dari kamar Fatmawati.Saat menuju teras,Widya melihat Afka yang sedang duduk di kursi teras dan menyapanya.
"Mari Afka, Bu Wid pulang dulu. "
"Mari Bu Wid. "
Widya melangkah pulang menuju ke rumahnya sendiri.
Tak lama kemudian, sebuah motor sport merah, memasuki halaman rumah kontrakan Ara. Pengendaranya laki-laki yang tinggi yang mengenakan celana jeans dan jaket untuk menutupi kulitnya dari panas siang itu.
Afka masih menatap ke arah pria itu. Banyak pertanyaan di kepala Afka saat ini.
Pria itu melepaskan helm yang ia kenakan di kepala. Ia juga melepas jaketnya dan meletakkan di atas motor.
Sama halnya dengan Afka, laki - laki itu juga menatap Afka. Namun tidak ada pertanyaan di kepala laki - laki itu, karena pemandangan tentang Afka yang berada di rumah Ara bukanlah hal yang membuat ia terkejut.
"Assalamu'alaikum." Salam laki - laki itu kepada Afka dengan senyum yang begitu ramah.
"Waalaikumsalam." Afkar menjabat tangan David sambil tersenyum. Iya, laki - laki itu David. Penglihatan Ara saat di rumah makan tadi memanglah tidak salah.
"Silahkan duduk Mas. "
"Terimakasih." David menatap ke dalam rumah, lalu kembali ke Afka sambil mendudukkan dirinya ke kursi.
"Apa Ara ada Mas? "
"Ada.Dia masih di dalam menemui Ibunya. "
David mengangguk.
"Maaf dengan Mas siapa? "
"Oh.. kenalkan, aku David, temannya Risky dan baru kenal dengan Ara. " Mereka saling berjabat tangan, dan saling memperkenalkan diri.
Sekilas Afka ingat nama Risky, pria yang ia temui beberapa hari lalu di masjid. Mengingat Risky, membuat Afka juga mengingat pandangan Risky terhadapnya.
"Apa mungkin Risky itu mengenalkan si David ini kepada Ara? "
"Kenapa Ara tidak pernah bercerita tentang pria ini? " gumam Risky yang di penuhi dengan pertanyaan.
"Afka, maaf aku lama membuatkan minum " Ara yang baru saja keluar dari dalam rumah dengan membawa nampan berisi satu gelas teh, terkejut saat melihat David berada di rumahnya dan duduk bersama Afka.Karena terkejut, Ara hampir saja menumpahkan isi dalam gelas di atas nampan , namun dengan sigap David berdiri dan membantu memegang gelas yang isinya hampir tumpah.
Pemandangan rindu yang kini di ciptakan David di matanya, dan Ara yang juga menatap mata David, membuat Afka terbatuk pelan, dan menyadarkan mereka berdua.
🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴
Apa yang di pikirkan Afka? 😳
Nantikan episode selanjutnya😊😊 Terima kasih😘💕
Like
Komen
Rate 5
Vote ya
Kalian di kubu Afka apa kubu David hayoo😊😊 hehe Intermezzo saja
Terimakasih dukungannya. Ambil yang baik dan buang yang buruk ya... 🙏💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Vera
david aja
2020-10-05
0
OFF
pilihan hati...perasaan yg msh bimbang tuk memilih....
2020-09-24
1
Sept September
like
2020-09-19
0