Untuk mengambil sebuah pilihan itu terkadang sulit. Banyak hal yang harus di pertimbangkan apabila kita memilih salah satu di antara dua pilihan. Pilihan kita di harapkan untuk bisa menjadi pilihan yang lain juga. Apalagi untuk urusan pernikahan, yang tidak hanya mengikat laki-laki dan perempuan saja, melainkan dua keluarga yang sebelumnya tidak memiliki hubungan apa -apa.
"Andai Afka ingin melamar Ara, apa abang mau menerima Ara dan Ibunya? " tanya Afka dengan nada yang berat. Dia takut Ahwan dan kakak iparnya tidak mau menerima Ara dan juga Ibunya yang sedang sakit.
Sejenak Ahwan menatap Ratna, entah meminta persetujuan atau apa hanya Ahwan yang tahu. Lalu ia menatap adiknya kembali.
"Apa kau sudah memantapkan hati untuk memilih Ara sebagai istrimu? apa kau sudah yakin Ara mau menerima lamaranmu? "
Antara iya dan tidak. Afka merasa hatinya seperti maju mundur. Maju untuk mendapatkan Arafa sepenuhnya, mundur karena Ara belum pernah menanggapi cinta yang ia miliki untuk gadis pujaan hatinya itu.
"Kalau memang kau belum yakin dengan keputusanmu, maka tunda dulu lamaranmu! " kata Ratna.
Keputusan yang sangat berat bagi Afka untuk mundur kembali. Bagaimanapun dia tidak ingin membuat jarak antara dia dengan Ara. Akhirnya Afka memilih untuk mundur kembali. Bukan mundur untuk mengalah, namun mundur untuk menunda keinginannya melamar Arafa.
"Baiklah aku akan menundanya bang, Afka istirahat dulu. " Afka berdiri dari tempat duduknya saat ini dan hendak melangkah meninggalkan kedua kakaknya, namun suara penyemangat dari Ahwan telah membuatnya tersenyum sambil melirik kakaknya itu.
"Aku akan kerumah Ara besok. Kau cukup diam dan berdoa di rumah "
Afka membalikkan tubuhnya dan menatap kakaknya dengan senyum.
"Terimakasih abang selalu mendukungku. Tapi alangkah lebih baik, kalau Afka sendiri yang akan menyelesaikan urusan pribadi Afka. Terimakasih sekali lagi bang. " Afka berlalu meninggalkan Ahwan dan Ratna yang sedang duduk sambil menatap Afka yang melangkah menjauh.
"Bagaimana kalau kita menceritakan penyakit Afka kepada Ara. Apa itu ide yang bagus? " tanya Ahwan kepada Ratna.
"Bukan ide yang bagus mas, aku tidak rela kalau Ara menerima Afka hanya karena kasihan dengan keadaan Afka. "
Ahwan dan Ratna hanya bisa menghela napas pelan. Keadaan Afka tidak bisa di anggap remeh, apalagi semakin hari terlihat kalau kondisi Afka semakin lemah. Dokter yang merawat Afka juga sudah mulai lelah.
"Aku kasihan sama Afka Mas. " Ratna mulai meneteskan air matanya yang sudah menderas. Ia seperti ikut merasakan andaikan ia menjadi Afka. Seorang pria yang tidak bisa mengejar cita - citanya, seorang pria yang masih begitu muda dan jalan masa depannya masih begitu panjang, namun seperti di haruskan untuk berhenti sampai di sini.
"Tuhan punya rencana lain untuk kehidupan Afka. Hanya keajaiban yang kita tunggu saat ini. Usaha kita tidak pernah berhenti untuk mengobatikan Afka "
Ratna mengusap air matanya dengan lengan baju panjangnya.
"Aku berharap yang terbaik untuk Afka Mas, dia adalah lelaki yang baik. Andai dia menikah nanti, Ratna yakin, dia tidak akan pernah mengecewakan istrinya. Dia akan bertanggung jawab penuh untuk keluarga kecilnya nanti. "
Ahwan mengangguk, "Ingatlah, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, jika Tuhan sudah berkehendak, maka terjadilah apa yang Ia kehendaki. "
"Ia Mas. "
Afka yang mendengar pembicaraan kedua kakaknya hanya bisa menahan rasa sesak di dadanya. Air mata yang sudah membendung, kini segera ia usap dengan jari jemari tangannya. Ia berjalan kembali menuju ke dalam kamar, duduk di tepi tempat tidurnya dan memikirkan sesuatu.
"Aku tidak boleh egois, sisa hidupku harus berguna untuk keluarga dan orang di sekitarku, termasuk Arafa " gumam Afka.
Sebuah tekat yang kuat keluar dari hati Afka yang paling dalam. Dia sudah berusaha untuk sembuh, dan saat ini giliran dia harus berserah diri kepada yang Kuasa atas hidupnya. Apa yang ia lakukan, ia pastikan akan bermanfaat untuk orang yang ia sayang.
###
Dalam sebuah malam yang begitu hening, dengan desiran suara angin malam yang membuat siapapun yang mendengar, seperti akan merenungkan hidupnya.
Dalam sepertiga malam yang memiliki jutaan pahala bagi siapapun yang melafazkan nama Tuhannya, dalam sepertiga malam pengampunan bagi siapapun yang memohon ampun atas dosanya, dalam sepertiga malam yang akan dikabulkan doanya bagi siapapun yang berdoa, Arafa melantunkan ayat suci Al-Quran setelah ia melaksanakan sholat tahajud, dan tak lupa memohon kesembuhan untuk sang Ibu.
Suaranya begitu merdu dan nyaring. Terdengar jelas kalau ia memang sudah terbiasa membaca kitab umat muslim tersebut.
"Shodaqallahul Adzim. "
Arafa menutup kitabnya dan dengan pelan mencium kitab tersebut.
Dengan pelan ia meletakkan kitab Al Quran di atas meja, lalu ia melepaskan mukenanya. Sekilas ia melirik Ibunya yang saat ini sedang tertidur pulas. Senyumnya menghiasi wajah Ara tatkala ia melihat Ibunya tenang dan nyenyak dalam tidurnya. Perlahan ia berjalan keluar kamar Ibunya dan kembali ke kamarnya sendiri.
Ara merebahkan dirinya di atas tempat tidur yang tidak terlalu luas itu. Ia memejamkan mata, namun banyak hal yang ada dalam benaknya saat ini.
"Kenapa Afka dari tadi menghiasi pikiranku? "
"Apa aku ada salah sama Afka? "
Sejenak Ara mengingat pertemuannya dengan Afka kemarin dan hari - hari sebelumnya.
"Dia selalu menunjukkan kalau dia suka padaku, dan hari ini, kenapa aku memikirkan Afka terus menerus tanpa sengaja? " Ara bergumam sendiri. Dia beranjak dari tidurnya dan kembali duduk.
"Apa aku harus menjawab apa yang di katakan Afka? lalu apa jawabanku? aku tidak pernah bisa tahu hatiku, apa aku menyukai Afka atau tidak? "
Memang sulit bagi Ara untuk bisa mengenal seorang pria. Apalagi untuk kata - kata suka. Ia terlalu sibuk memikirkan masa lalunya.
"Bagaimana kabar Paman dan Bibi? Bagaimana kabar Mas Dani? Bagaimana keadaan kampung sekarang? Andai aku ke sana, apa mungkin kami akan di terima di sana? "
Rentetan pertanyaan yang setiap hari ada di pikiran Ara. Ia memang ingin kembali ke kampung untuk menemui keluarga dari Ayahnya itu. Harapan terbesarnya adalah, ia ingin mengunjungi makam Ayahnya yang sudah sangat lama tidak ia kunjungi, apalagi kalau keluarga Pamannya mau menerima Arafa dan Ibunya, itu adalah hal yang sangat Arafa inginkan.
"Sepertinya aku sudah menggantung perasaan Afka. Dia pria yang baik. Aku juga sudah mengenal keluarganya dengan baik. Mungkinkah aku harus menerima perasaan Afka kepadaku? aku tidak boleh mempermainkan perasaannya. Mungkin kalau aku bertemu dengan Afka, aku akan mengatakannya. "
Ara kembali merebahkan dirinya, dan mulai memejamkan mata. Kini hatinya sudah lebih tenang setelah memutuskan menerima Afka.
🌴🌴🌴🌴🌴🌴
Pilihan hati Ara jatuh ke Afka?
Nantikan episode selanjutnya 😊😊
Like
Komen
Rate 5
Vote
Terimakasih 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Yulianti Yanti
David or Afka....????
2020-09-18
0
💞🌜Dewi Kirana
semangat ya thor
2020-08-31
0
Erin D'Fungky -PUCUK🌱SQUAD🐛-
pinisirin jadi ny,,,
2020-08-25
0