MDND ~ Bab 13

"Gilang ih!" sungutnya dan Gilang justru tak bisa menahan tawanya bahagia sudah bisa menggoda Ceren.

"Becanda, Ren." bahunya masih bergetar, melihat tampilan Ceren, gayanya sudah ayu tenan tapi tetap saja, kalau dalemnya mirip cowok jatuhnya ya bikin ngakak.

"Malah ketawa ih, shhh!" Ceren kesal dan menepuk bahu Gilang refleks, ini yang Gilang sukai dari Ceren, galak!

"Pertahankan galakmu, aku suka." ujar Gilang, "jadi kalo ada cowok selain aku yang colek-colek, bisa kamu sikat!" ia kembali tertawa memancing delikan sinis Ceren.

"Yuk, aku anterin ke kandang penuh syahdu," Gilang langsung meralat ucapannya begitu melihat mata Ceren melotot galak, "maksudnya, kamar kamu."

Jauh dari kamar Gilang yang berada di bagian utama rumah, kamarnya cukup masuk ke dalam lagi berada dekat ruang tengah yang otomatis melintasi meja dimana para orangtua sedang menggelar rapat terbukanya.

Dan percayalah, Ceren merasa berada di bawah tatapan mata dajjal ketika menatap mata galak Hilman yang menatapnya jutek.

"Lang, kayanya pak Bodo ngga suka aku..." bisik Ceren jujur mengutarakan isi hatinya dengan hati-hati, takutnya telinga kepsek itu sangat peka dan mendengar. Padahal jelas-jelas ia sudah ngucap nuwun sewu dengan lirih saat melintas. Tapi diantara ketiganya hanya kedua orangtua Gilang saja yang menjawab, sementara Hilman, lebih terkesan berbisik seperti bisikan setan.

"Ya jangan lah. Kalo masku suka kamu, nanti aku sama dia rebutan dong..." jawab Gilang, entah sudah ke berapa kalinya Gilang mengehkeh, tertawa renyah bahkan cengengesan dan mendengus geli.

"Le, nduk...setelah bersih-bersihnya selesai, bergabunglah disini.." pinta pak Baraspati.

"Inggih pak. Aku anter Ceren ke kamarnya dulu," ujar Gilang.

Bapak sepertinya memang sudah berniat mengusir Ceren dari kehidupan damainya. Buktinya ia begitu niat masukin bekal baju untuk Ceren, mulai dari baju tidur dan seragam sekolahnya untuk esok dalam satu tas ransel.

Ceren bersila di lantai dan mengeluarkan isian ranselnya, "hih! salah kan, ngga koordinasi dulu tuh, ya begini!" dumelnya saat mendapati jika buku yang bapak bekali bukanlah buku untuk pelajaran esok. Pelajaran Matematika malah di kasih sosiologi.

Tok...tok..tok...

"Ren, sudah selesai to?" suara Gilang dari balik pintu bersamaan dengan ketukan halus pemuda itu.

"Udah." ia segera beranjak dan belum sempat membereskan apa yang ia berantakan, memilih menemui Gilang.

Piyama celana selutut dengan motif bunga geranium berwarna ungu menjadi tampilan menuju tidur Ceren. Cuma dikasih begitu doang, Gilang merasa dirinya orang yang paling beruntung di sekolah bisa mendapatkan Cerenia.

Gilang menurunkan sendal jepit pink sebagai sendal rumah untuk Ceren, masih bau karet pertanda baru Gilang belikan. Kaki-kaki putih yang telan jankk itu sempat terpundur sejengkal demi gerakan refleks saat Gilang tiba-tiba membungkuk.

"Anggap aja ini barang seserahan buat kamu. Next aku belikan yang lebih bagus.." ucapnya.

"Coba dipake, cukup ndak?" pinta Gilang, membuat Ceren menyemburkan tawanya, pemuda pendiam ini memang diam-diam sengklek juga, benar-benar definisi gila ngga perlu bilang-bilang.

"Sandal jepit begini, mau kegedean pun ngga masalah, Lang." Ceren bergerak hendak memakainya, sepertinya ia sudah mulai bisa sedikit-sedikit menerima nasibnya, menerima kehadiran Gilang.

"Coba pegang pundakku, biar kerasa vibes cinderellanya..." pinta Gilang lagi, semakin membuat Ceren tertawa renyah.

"Lebay kamu!"

Kedua remaja ini berjalan untuk bergabung dengan para orangtua disana, entah apa yang akan dibicarakan, padahal waktu sudah menunjukan setengah 10 malam.

Mata Hilman yang memang sudah sayu itu memang terlihat seperti orang mengantuk, namun saat ia melihat Ceren, semakin sayu dan malas saja, ia sepertinya.

Ceren menarik kursi kayu jati yang lebih berat dari kursi-kursi berbahan kayu lainnya. Jiwa bandel, cerewet dan nyablaknya mendadak hilang entah kemana. Mungkin saat ini ia hanya bisa berlindung di bawah ketek Gilang sebagai suami.

*Kok, jatohnya gue udah kaya dijual aja sama bapak kesini*! Berada di dalam kerajaan api begini bikin nyalinya meleleh.

Baraspati Prambodo berdehem, ia membuka obrolan saat mendadak semuanya hening, "Ceren, Gilang...demi menjaga semuanya baik-baik saja, memang bapak putuskan untuk memisahkan kamar kalian berdua. Gimana Ren, kamu kira-kira bakal betah, atau kamarnya ada yang kurang, bilang saja sama Gilang."

Ceren yang kini menjadi pusat perhatian menggeleng, "engga pak. Cukup, terimakasih."

Iya cukup, cukup bikin ia jantungan!

"Biar kalian ngga melakukan hal-hal yang belum diinginkan, gejolak remaja itu kan segala ingin dicoba, terlebih ini sudah halal. Jangan coba-coba kamu, Lang." ancam Hilman akhirnya buka suara.

"Tau mas." jawab Gilang.

Ceren hanya bisa mengatupkan mulutnya, sekalinya buka suara bikin jiper orang....ciri khas pak Bodo! Hihhh! Kebayang ngga yang jadi istrinya? Belum apa-apa kepengen minggat!

"Bersikaplah biasa di sekolah. Jangan sampai membongkar hubungan pernikahan kalian pada teman-teman sekolah." ucapnya lagi memandang Ceren dan Gilang bergantian.

Tak lama...ia melirik arloji di pergelangan tangannya, "bu, pak...sudah malam. Aku ngga bisa lama-lama," tanpa menunggu siapapun berucap ia sudah beranjak dari duduknya.

"Loh, tapi Kai sudah tidur to, Man." sahut ibu, "kasihan kalo mesti dibangunin."

"Kai tidur disini saja Man, besok kamu antar saja baju seragam dan bukunya." timpal pak Baras.

Ia menghela nafasnya dan menurut mengingat baik dan buruknya membawa Kai pulang, belum lagi otak dan badannya yang sudah lelah tak mungkin dirisihi oleh Kai jika nanti ia cranky akibat tidur yang dibangunkan dengan paksa, apalagi Sri sudah pulang. "Iya, aku titip Kai semalam lagi pak, bu." Ujarnya sudah menarik punggung tangan pak Baras. Mata kelam itu hanya melirik-lirik singkat saja pada semua yang ada disana, termasuk Ceren yang mematung sejak tadi disana. Dipikir-pikir ia sudah seperti toples permen di meja, jadi pajangan saja!

"Kalo gitu aku pamit," ucapnya meraih tangan ibu.

"Mas ngga nginep disini juga, to?" tanya Gilang.

Hilman menggeleng, "ada laporan yang harus mas bawa ke sekolah besok, dan itu ada di rumah."

"Ya sudah, hati-hati di jalan..." ibu sudah mengekori Hilman ke arah depan, sebelum pria jangkung itu melirik singkat pada Gilang dan Ceren.

Ceren menarik handle pintu yang kini menjadi kamarnya, setelah satu persatu mulai dari pak Baras dan bu Ambar pamit undur diri masuk kamar.

Begitupun Gilang yang berpisah dengannya di ruang tamu, karena arah kamar mereka yang berbeda.

Ia membuang nafas lelah, akan seperti apa nasibnya ke depan? Ditatapnya cincin nikah yang tersemat di jari manisnya, yang kalo dijual bisa untuk biaya hidup sebulan. Setelah Gilang tak ada nantinya, apakah kehidupannya akan normal kembali dengan status janda di usia yang maaih muda? Seketika hatinya kembali kesal, Gilang belum sempat berbicara kenapa mereka harus menikah secara resmi.

"Hm, janda..." kekehnya sumbang.

Ceren beranjak merangkak di kasur dan merebahkan dirinya, menatap langit-langit kamar beraksen kayu coklat dengan gantungan lampu kayu berbentuk sulur daun. Hingga ia terlelap diantara suasana kenyamanan kamar.

Tidak harus mengantre di toilet, karena kamarnya memiliki toilet sendiri. Ceren yang memang terbiasa tak bangun kesiangan sudah siap dengan seragamnya. Dan nyatanya di jam segitu pula para penghuni disini sudah terdengar riuh.

"Pagi," Ceren hampir tersentak saat membuka pintu kamarnya dan mendapati pemandangan Gilang yang telah berpakaian lengkap sepaket senyum manis sejuta watt.

"Gilang, ngapain?" tanya nya.

"Aku kira kamu belum bangun. Makanya mau aku ketok," Gilang mengeluarkan tangannya dari saku lantas membuka sebuah kotak beludru yang menampilkan kilauan lainnya seperti cincin miliknya namun menjuntai.

"Aku mau kasih ini, buat kamu. Coba mana cincin punyamu?" pinta Gilang, dan Ceren menuruti permintaannya dengan melepaskan cincin nikahnya, "mau diapain?"

Gilang tak menjawab dan memasukan cincin itu ke dalam kalung, kemudian ia membentangkan itu di depan Ceren, "maaf, bisa aku...." Ceren mengangguk mengerti apa yang akan dilakukan Gilang, nalurinya mengatakan untuk memberikan akses pada Gilang memakaikan itu di lehernya, maka itu yang Ceren lakukan, meraih seluruh surainya menjadi satu dan mengangkatnya sehingga Gilang dapat leluasa memakaikan itu.

Ia menyunggingkan senyumnya, "aman. Yo wes kita sarapan bareng yuk..." jawabnya mengajak, namun Ceren segera mencegah tangan Gilang, "Lang, maaf kayanya aku ngga bisa sarapan disini. Buku pelajaran hari ini masih di rumah bapak, kemaren bapak bawa buku yang salah, jadi kepaksa aku harus pulang dulu buat ambil.."

Gilang menaikan alisnya dan menggeleng, ia menatap jam di pergelangan kanannya yang sudah menunjukan pukul 6 lebih 10 menit, "kalo kamu bolak-balik rumah bapak ngga akan efisien, Ren. Belum macetnya, jatohnya nanti kamu kesiangan, ditambah kamu yang ngga akan keburu sarapan, dan aku ngga mau kalo kamu sampe ngga sarapan."

"Gini aja!" Gilang merogoh ponselnya dan menelfon bapak, untuk selanjutnya memberikan hape itu pada Ceren, "bilang sama bapak buat siapin buku apa saja yang kamu butuhkan. Nanti aku pesankan ojek online untuk dibawa ke sekolah. Semua bisa tepat waktu, kamu juga bisa sarapan bareng aku karena ada yang mau aku omongin..." Ucap Gilang memberikan solusi, seiring dengan diangkatnya panggilan oleh bapak.

.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Azzahra Azka Lestari

Azzahra Azka Lestari

segitu ga sukanya hilman ma ceren....awas tar suka loooo

2024-05-18

0

Queen Mother

Queen Mother

Baik bener kamu Lang, jadi syediih klo beneran Gilang ga ada nantinya.

2024-05-14

0

Queen Mother

Queen Mother

🤣🤣🤭 bisikan setannya pak Bodo

2024-05-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!