MDND~ bab 2

"Gilang,"

Seorang guru kesiswaan memanggilnya ketika suara pak Abas sedang menjelaskan teks cerita sejarah di kelas. Beberapa sajak buatan bung Karno dan makna romantis yang terkandung untuk negeri. Gilang teramat suka sampai ia mengoleksi beberapa buku dengan judul kutipan sajak bung Karno untuk negri.

Jika ia memiliki umur panjang dan kesempatan, maka setelah lulus nanti, ia akan melanjutkan kuliah di sastra bahasa.

"Dipanggil pak Hilman." Semua mata yang awalnya begitu fokus pada guru kini bergantian melihat guru itu dan Gilang.

"Iya pak." ia menaruh pulpen diantara lipatan buku catatan paling belakang, dimana rumus matematika selalu ia hitung refleks disana jika tak memiliki kertas buram atau bekas. Disana pula banyak kisah kegabutannya yang hakiki tentang bersama siapa dan dimana dirinya terdampar dalam kehaluan.

"Pak," ijinnya pada pak Abas yang sudah mengangguk meski ia belum sepenuhnya mengutarakan niatannya, persis cenayang.

Langkah Gilang mengikuti guru kesiswaan berpisah di koridor deretan ruang kerja sekolah, "Lang, tadi pesan bapak kepala tunggu sebentar di ruangannya, soalnya bapak sedang berkeliling kelas sebentar."

Gilang mengangguk, "iya."

Ia berbelok ke kanan dimana ruang mas Hilman berada di ujung lorong sana.

Ceren menepuk-nepuk bangku kayu coklat tempat duduk temannya yang tak masuk. Jam kosong memang pelajaran favorit para siswa dari generasi ke generasi, dan Ceren beserta kelasnya adalah anak-anak paling beruntung hari ini di dunia.

Riuh tinggi mengusik kehidupan tenang sekolah, dan bersumber dari kelas IPS 2. Dimana guru ekonomi saat ini tengah berjuang melawan sakitnya dan ketidakadaannya guru pengganti menjadi pemicu keributan. Memang murid-murid ngga tau diri, guru lagi berjuang menahan sakit, anak didiknya bukannya solawatan malah bikin ribut satu kelas.

Ia semakin keras menabuh saat Atariz bernyanyi mengeluarkan suara ciri khasnya, serak-serak becek.

"Di malam yang dingin dan gelap sepi.....benakku melayang pada kisah----" dendangnya.

"Pak Bodo datang!" seketika ia terhenti bernyanyi dan bergegas duduk rapi di bangkunya. Sementara Ceren yang justru menghayati lagu dan tabuhannya sambil merem melanjutkan nyanyiannya lebih kencang lagi.

"Pak Bodo Datangggg!" refleks Ceren mengikuti ucapan lirik Atariz dan membuka matanya, "kenapa liriknya jadi pak Bodo sih, rusak suasana!" ia baru menyadari kebodo hannya.

"Kaya ngga ada orang lain yang lebih cakep aja! Gue heran, padahal gelarnya master tapi tetep aja Bodo," gerutunya, ia melihat wajah teman-temannya yang mendadak pias dan mati kutu persis ditembak penjajah.

"Kamu yang bodo." suara dalam dan berat itu bak ombak tsunami yang menyapu kewarasan.

***Psyuthhhh***! *Kena mental*!

Ceren tak berani melirik ke arah belakang, dimana gawang pintu kelas berada. Kepala sekolah yang tengah ia gibahi dan hina-hina sampe lubang idungnya ternyata ada di sana, mendengarkan ia yang begitu berapi-api menjelek-jelekan namanya.

"Emh, mamam tuh." Kekeh Maghfira, *gue kata juga apa! Diem manis bae-bae ngga bisakah*?! Emang temen kurang akhlaknya itu benar-benar menantang maut. Udah beberapa kali dibilangin kalo jamkos tuh belakangan ini selalu diisi oleh pak kepsek, menurut info yang ia dengar dari kelas lain.

Usia yang tak lagi muda, tak membuat wajah kepala sekolah ini jadi keriputan persis nenek gayung. Ya..meskipun kerutan terkadang terlihat jelas di ujung matanya, menandakan jika ia manusia biasa bukan dewa Yunani yang mandinya pake air susu ibu.

"Eh bapak, sehat pak?" sapanya tak tau malu. Ia berharap kepala sekolahnya itu mendadak lupa dengan semua gelar dan otak cerdasnya, jadi hanya menganggap apa yang ia ucapkan tadi adalah sebuah jokes biar dunia ngga sepi.

Dengan segera Ceren pindah dan duduk di bangkunya sendiri, di samping Fira.

"Emh kan, bibir gue masih basah bilang jamkos sekarang udah ngga asik. Pak Hilman sering ngisi..." bisik Fira terlambat, anak mantan DJ ternama ibukota itu gemas sekali pada temannya, pengen rasanya ia tampol saja kepala Ceren hingga hilang.

"Gue pikir lo cuma fitnah, bawa kabar ayam doang..." balasnya tak kalah berbisik persis bisikan setan.

*Ya kaleee, ayam bawa kabar! Burung oon*!

Fira memutar bola matanya, jengah.

Tak ingin mencari-cari penyakit hati yang bikin fisik tuanya rentan masuk klinik, Hilman hanya bisa mengurut dadanya legowo, ia sudah tak aneh lagi jika siswi yang satu ini begitu, karena jika tidak begitu... bukan Cerenia namanya. Telah banyak laporan tentang buruknya seorang Cerenia Aqila Yumna. Dan mungkin, ia akan mencanangkan program bimbingan konseling untuk anak-anak kurang akhlak di sekolah yang tengah ia kepalai, semisal...kelas pelatihan menerima siksa kubur, may be.

"Jam pelajaran apa sekarang?" tanya Hilman masuk menatap siswa lain setelah sebelumnya mendelik sinis pada Ceren, uhhhh serem!

"Ekonomi pak."

Hilman meraih buku paket dari seorang murid lain yang berada di dekatnya lalu memberikan tugas seabrek-abrek, biar mereka diam, kalo bisa diam sampe kiamat.

Suasana hening kembali sesaat setelah Hilman datang, mungkin si bapak satu ini emang diciptakan untuk menjaga perdamaian dunia bersama the legend of aang, kalo begitu kirim saja ia ke Palestina, begitu pikir Ceren yang mau tak mau membuka buku miliknya juga.

Hilman meneruskan langkah sepatu pantofelnya ke ruangan kerjanya, lupa jika ia telah menyuruh staf kesiswaan memanggil Gilang.

Melihat pintu yang terbuka sedikit, membuat Hilman tau jika Gilang sudah menunggu di dalam.

Keheningan mengusik jiwa Gilang untuk tak berkeliling ruangan, sudah cukup lama ia diam saja duduk termenung menunggu sang kakak, padahal tugasnya di kelas masih banyak. Tau gitu Gilang memilih menemui mas Hilman nanti saja di jam istirahat.

Kantor sepetak, tanpa ruangan tersembunyi apapun layaknya kantor CEO. Terdapat beberapa rak buku kayu yang hampir seusia dirinya. Deretan map tersampul rapi menandakan jika masnya itu adalah pribadi yang rapi. Nuansa kantor tak jauh berbeda dengan kamar masnya yang pendiam ini. Ia simple tak banyak memasukan barang pribadi kesini, seperti orang pindahan.

Foto sepasang pria senja di atas pertanda ia menjunjung tinggi rasa nasionalisme. Foto dan piala yang tertata apik di dalam lemari kaca berbahan kayu jati peninggalan kepala sekolah sebelumnya nampak sesak karena jumlah isinya. Aroma kopi memang terasa memabukan karena sumbernya menempel tepat di depan AC ruangan ini.

"Sudah lama?" Gilang tak langsung menoleh, ia masih asyik melihat-lihat foto tim sepakbola angkatan tahun kemarin yang tertempel berfigura di dekat lemari piala, dimana tahun kemarin adalah tahun keemasan tim sepakbola SMA yang membawa harum nama sekolah diantara sekolah negri lainnya di kota ini.

"Kenapa mas manggil aku?"

"Kamu telat?" Hilman melewati Gilang begitu saja dan mengambil tas kain kecil di atas meja kerjanya, "tadi ibu telfon. Katanya kamu bangun telat terus pergi buru-buru. Sampe lupa bawa bekal, nih..." dorongnya di depan Gilang.

Lirikan mata Gilang jelas menunjukan jika ia sedikit bosan dan lelah dengan perhatian ibunya, bak anak kecil yang masih dikelonin, rasa khawatir ibu sedikit menyentil jiwa remajanya.

"Aku masih bisa jajan di kantin, mas. Toh makanan di kantin ngga beracun, kan? Mas sendiri yang sudah acc mereka buat jualan..."

Wajah Hilman masih datar layaknya papan triplek, "ambil. Ibu sudah capek-capek bikin..."

Gilang menunduk sejenak lantas mengambilnya, "makasih. Aku balik ke kelas, mas." pamitnya.

"Oh ya, tadi kamu masuk lewat mana? Karena setau mas kamu berangkat jam 7 kurang sepuluh, otomatis kamu akan terlambat sekitar 5 sampai 10 menitan. Dan pager sudah pak Muin tutup tepat jam 7? Pak Muin juga sedang menangkap basah anak-anak yang lewat tembok belakang, dan kamu tidak ada disana?"

Gilang menyunggingkan senyumnya di balik badan, "aku punya bidadari tak bersayap," jawabnya ngasal yang langsung menggeleng geli dan melenggang pergi, Gilang sendiri tak percaya kenapa ia bisa mendadak jadi se-pujangga itu.

.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Maldini

Maldini

calon bidadari buat mas nya🤭

2024-05-02

1

Adeeva Haboo

Adeeva Haboo

😂😂😂😂 sa ae

2024-05-17

0

Adeeva Haboo

Adeeva Haboo

aku pikir anak nya 😂😂

2024-05-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!