13 : Kejanggalan yang Ditemukan

“Sebenarnya, di hutan tua terbilang aman. Meski di sana memang gelap dan banyak ular,” cerita Syukur yang akhirnya siuman.

Pak Handoyo yang dirawat di ruang sama dengan Syukur, langsung menyimak dengan serius. Masih pak Handoyo ingat, bahwa sebelum tragedi berdarah di hutan Tua, Syukur pernah bertanya mengenai hantu dan apa yang hantu bisa.

“Kek, ... hantu itu bisa memengg.al kepala anak-anak sampai putus, enggak, sih?” ingat pak Handoyo pada pertanyaan sang cucu. Pak Handoyo jadi yakin, sebenarnya saat itu, Syukur sudah menyaksikan pemenggalan, hingga Syukur memastikannya kepada pak Handoyo.

“Orang itu pincang. Rumahnya ada di dekat hutan. Dia bersekutu dengan jin bahkan ibli.s,” komentar Athan yang menatap kasihan Syukur.

“Besok kamu ikut aku saja. Ikut aku, kamu bisa sekolah. Kamu enggak harus diper.budak anak-anak maupun orang lain, hanya untuk di terima,” ucap Athan yang dalam benaknya, melihat adegan Syukur sampai memanjat pohon kelapa tinggi hanya untuk diterima oleh teman sebayanya.

“Kalau aku ikut kamu, ... kakekku bagaimana?” tanya Syukur mendadak sedih.

Di sebelah Syukur, pak Handoyo yang menyimak juga jadi tak kalah sedih. “Enggak apa-apa, kalau kamu memang mau ikut mas Athan, ... Kakek enggak apa-apa. Yang penting kamu bisa sekolah dan jadi orang berguna,” ucap pak Handoyo sambil berlinang air mata.

Syukur yang menatap sedih sang kakek juga jadi berderai air mata. Sebenarnya Syukur juga ingin hidup seperti anak-anak lain. Namun, Syukur tetap ingin ditemani oleh kakeknya. Malahan di tengah usianya yang masih sangat kecil, Syukur berharap bisa bekerja menggantikan sang kakek. Agar pak Handoyo tidak capek-capek lagi.

Laporan ke pihak kepolisian sudah Rain dan Hasna buat. Di malam harinya, Syukur sampai dicari.

“Tolong geraknya diam-diam saja, Pak. Karena tampaknya, warga di dekat hutan Tua masih sangat primitif. Buktinya, ada kematian mencekam saja, mereka tetap bungkam,” ucap Rain.

Meski sebelum polisi bertindak, orang-orang pak Syam selaku kakeknya Athan, dan merupakan mafia, juga sudah melakukan pengecekan.

Di hutan Tua yang memang gelap khas hutan pada umumnya, tidak ada yang aneh. Binatang yang orang-orang pak Syam kunjungi juga hanya beberapa ular maupun musang. Benar-benar tidak ada binatan.g bua.s, apalagi semak-semak berjalan seperti yang Syukur ceritakan.

Ada cobek bekas pembakaran dupa dan kemenyan, selain bekas aneka sesajen lengkap. Ada bunga tujuh rupa, kelapa hijau, bahkan darah dalam takir dan aromanya sudah sangat anyir. Tiga laki-laki tangguh tersebut menemukannya tak jauh dari air mancur yang menghasilkan sungai. Air mancur tempat pak Asnawi menjala ritual.

“Ini ... ini bukan darah hewan,” bisik pria yang sampai jongkok dan menyorot sesajen di sana menggunakan senter. Karena kebetulan, mereka memang sengaja mengunjungi TKP di dini hari.

“Mungkin ini jawabannya. Ilmu sesat, kah?” balas pria di sebelahnya.

Mendadak, angin kencang melanda. Ketiga pria tersebut sudah langsung tercengang mengawasi sekitar. Namun kemudian, ketiga mafia tersebut berangsur melafalkan Ayat Kursi. Ketiganya melakukannya sambil mengawasi sekitar dengan leluasa. Tetap saja, ketiganya tidak menemukan tanda-tanda di sana ada manusia lain selain mereka.

Padahal di sungai sebelah mereka, ada semak-semak berjalan yang masih ditemani pak Asnawi dan juga Echa. Meski sampai detik ini, Echa memang masih disekap. Ketiganya termasuk Echa, menatap ketiga mafia tersebut penuh curiga.

Keesokan harinya, Rain dan Hasna akhirnya mendapat giliran menjalani pengobatan. Seperti hari kemarin, hari ini suasananya juga terik. Hijab Hasna sampai basah karena di sana benar-benar panas. Bahkan meski sudah ada dua kipas angin duduk di kanan kiri, selain kipas angin gantung di atas Ibrahim dan pak Yusna duduk.

Diam-diam, Rain mengawasi pak Yusna. Pak Yusna yang ketika jalan akan menyeret kaki kanan, kerap Rain pergoki menguap.

“Anaknya bisa menyembuhkan banyak penyakit. Banyak orang yang rela antre hanya untuk diobati Ibrahim. Namun, kenapa bapak sendiri pincang?” pikir Rain.

Pak Yusna mengambil dua botol air mineral besar dan meletakannya di depan Rain maupun Hasna. “Ini nanti, dari sini selama dua hari, kalian hanya boleh minum itu. Mau makan apa pun bebas, tapi minumnya cukup itu. Selain itu, selama satu minggu setelah hari ini, kalian juga tidak boleh mandi. Pokoknya, hindari kontak dengan air,” jelas pak Yusna.

“Dehidrasi dong Pak, kalau dua hari hanya minum 1,5 liter air? Karena sehari saja, setiap manusia wajib minum minimal ....” Rain mendadak ceramah panjang lebar. Termasuk juga mengenai setiap pasien Ibrahim yang dilarang mandi sekaligus bersinggungan dengan air, selama satu minggu ke depan.

“Kalau mau cebok bagaimana? Nah, kalau mau shalat ...?” lanjut Rain, tapi wajah pak Yusna langsung jengkel.

“Wahyu yang anak saya dapat dari Allah, memang begitu, Mas,” ucap pak Yusna meyakinkan. “Boleh dimulai sekarang karena yang antre masih sangat panjang?” lanjutnya berusaha sopan.

Rain yang main aman, berangsur mengangguk paham.

Pak Yusna berangsur menghela napas dalam. “Kami berani memberikan uang jaminan dua kali lipat, jika pengobatan yang kami lakukan tidak bisa menyembuhkan setiap penyakit yang menjalani pengobatan di sini!” ucapnya.

“Ya sudah, ... saya dulu, Pak, Dek!” ucap Rain yang kemudian melirik Hasna. Sang istri yang selalu setia menemaninya, menggandeng tangan kirinya.

Setelah tatapan pasutri itu bertemu, Hasna dan Rain saling mengedipkan sendu kedua mata mereka. Dalam hatinya, keduanya kompak melafalkan ayat Kursi. Sementara di depan mereka, Ibrahim yang memakai peci putih, malah jadi gelisah kepanasan. Buih keringat tak hentinya berjatuhan dari kepala Ibrahim membasahi pipi, leher, bahkan dada. Makin lama, wajah Ibrahim juga tampak pucat. Jangankan memulai melafalkan ayat-ayat suci dengan lancar. Yang ada, Ibrahim terlihat nyaris pingsan.

“Ini kenapa?” batin pak Yusna jadi gelisah. Pak Yusna refleks menatap curiga Rain maupun Hasna. Masalahnya, keduanya cenderung diam dan seolah tidak sedang melakukan perlawanan. Namun jika keadaan Ibrahim seperti sekarang, pak Yusna yakin, ada yang tidak beres dan telah mengusik Ibrahim.

“Ada apa, Pak? Dek Ibrahimnya kecapean atau malah sakit?” tanya Rain pura-pura khawatir.

“Sepertinya Ibrahim nenang kecapaian. Mohon maaf, mohon izin untuk mengantar Ibrahim istirahat di kamar!” sergah pak Yusna buru-buru membopong Ibrahim. “Jika memang mas dan mbaknya berkenan, kalian bisa menunggu di sini. Namun jika menang tidak memungkinkan, kalian bisa atur jadwal ulang. Karena sepertinya, Ibrahim memang kelelahan,” lanjut pak Yusna yang kemudian memanggil ibu Rokayah.

“Iya, Ayah ada apa?” sergah ibu Rokayah yang langsung keluar dari dalam rumah.

Ibu Rokayah yang kini memakai banyak perhiasan emas, tersenyum ramah kepada Rain maupun Hasna. Namun, dengan cekatan ibu Rokayah juga langsung membantu sang suami memboyong Ibrahim masuk ke dalam kamar.

“Sayang, kamu lihat penampakan dan sejenisnya?” bisik Rain kepada sang istri. Sebab semenjak hamil Athan, Hasna juga bisa melihat makhluk tak kasatmata, maupun kejadian yang tak sembarang orang bisa mengetahuinya. Hanya saja selama dua bulan terakhir, mata batin Hasna seolah tertutup.

“Ya sudah, coba besok kita bawa Athan biar dia bisa lihat apa yang sebenarnya membantu dek Ibrahim!” ucap Rain masih berbisik-bisik.

Rain dan Hasna sepakat menunggu. Meski setelah satu jam berlalu, pak Yusna malah mengabarkan bahwa Ibrahim sakit. Hingga pengobatan hari ini mendadak ditutup.

Terpopuler

Comments

Firli Putrawan

Firli Putrawan

y allah ilmu sesat

2024-04-16

1

Tia Restiana Utami

Tia Restiana Utami

Semakin penasaran 🤭🤭🤭

2024-03-31

0

Noona Han

Noona Han

Weh Weh Weh ayok Athan , gak sabar lihat Athan ketemu Ibrahim wkwk

2024-03-31

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 45 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!