9 : Penghakiman Dan Bantuan

Satu persatu bocah akhirnya ditemukan dalam keadaan meninggal. Semuanya bernasib sama layaknya Iman. Kepala mereka terpenggal, bahkan fatalnya mereka ditemukan di tempat yang sama. Namun lagi-lagi, pak Handoyo dan Syukur menjadi sasaran empuk warga. Ditambah lagi sebelum akhirnya Iman ditemukan dalam keadaan meninggal, ada kuntilanak yang mendatangi hutan Tua. Mereka yakin, kuntilanak menjadi alasan utama kematian anak-anak ada.

“Pesugihan kuntilanak! Pak Handoyo dan Syukur pasti sengaja melakukannya!” yakin warga.

Ramai-ramai di malam itu juga, warga yang tengah berduka akibat kematian para bocah, kompak menggeruduk rumah pak Handoyo. Namun, pak Handoyo memang sudah tidak ada si rumah. Karena pak Handoyo nekat pergi membawa Syukur ke rumah sakit besar.

“Ini pasti pak Handoyo sengaja kabur. Mentang-mentang sudah dapat tumbal banyak anak sekaligus!” ucap para orang tua silih berganti menimpali.

“Sudah bapak-bapak, semuanya, ayo kita bakar saja rumah pak Handoyo!” usul para bapak dari anak-anak yang menjadi korban penggal semak-semak berjalan.

Rumah semi permanen milik pak Handoyo benar-benar berakhir dibakar. Warga begitu emosional dan merus.ak apa pun yang ada di sana. Tak ada ampun, bahkan mereka berencana untuk langsung memen.ggal pak Handoyo maupun Syukur andai keduanya kembali.

“Asnawi!” ucap Echa yang masih ditawan oleh aang dukun tengik.

Dengan santainya, pak Asnawi tersenyum bahagia. Pria itu tengah menenggak dara.h segar dalam wadah besar menyerupai baskom. Kemudian, dengan sangat emosional, pak Asnawi juga sampai mandi menggunakan darah tersebut. Kejadiannya tepat di bawah air mancur dan lokasinya masih ada di dalam hutan tua.

“Athan ... Athan ke sini, Than. Kasihani Syukur dan kakeknya, Than. Mereka hanya korban kekejian kehidupan, Than. Athan ...!” teriak Echa, tapi pak Asnawi yang masih berlumur darah dan hanya memakai kolor hitam selutut, malah menertawakannya.

“Sekarang, tidak ada satu pun yang mampu menandingiku. Sekarang, aku benar-benar kekal. Aku tidak akan mati, dan aku akan menguasai alam kegelapan ini!” ucap pak Asnawi yang lagi-lagi tertawa penuh kemenangan.

Echa yang masih digantung dan kedua tangannya diikat oleh tali tak kasatmata, menjadi makin muak atas ulah pak Asnawi. Echa melirik bengis kenyataan pak Asnawi, dan berakhir tak sudi melirik pak Asnawi lagi. Namun tiba-tiba saja, pak Asnawi menenggelamkan Echa ke sungai di bawah air mancur.

“Asnawiiiiiiiiiii!” teriak Echa.

“Tunduk lah kepadaku, wahai kuntilanak penuh dendam!” ucap pak Asnawi, tapi yang dipaksa tunduk, tetap tidak sudi.

Duka mendalam menyelimuti setiap warga. Benar-benar bukan hanya bagian dari keluarga korban, tapi juga tetangga yang merasa kedamaian mereka terancam. Apalagi bagi mereka yang memiliki anak-anak. Para ibu-ibu khususnya, mereka jadi tidak bisa jauh-jauh dari anak-anak mereka. Setiap anak mereka pangku bahkan belai. Seolah, kini menjadi saat sekaligus kebersamaan mereka.

“Yasin ....” Acara Yasin bersama sengaja digelar warga. Acaranya dilakukan di masjid agar warga tak terbagi-bagi dan doa bersama dilakukan di satu tempat. Kendati demikian, tak ada yang melaporkannya ke pihak berwajib. Semuanya kompak berduka dan menjadikan pak Handoyo maupun Syukur, sebagai pelaku tragedi di desa mereka.

Di tempat berbeda, ada bocah empat tahun bernama Athan yang jadi tidur dengan gelisah. Athan merupakan anak indigo dan Echa gadang-gadang akan menolongnya.

Seolah bisa merasakan apa yang terjadi, Athan memimpikan setiap kejadian di desa Syukur tinggal. Dari anak-anak yang awalnya tengah bermain, mereka yang akhirnya masuk hutan. Adanya semak-semak berjalan, pemengga.lan bocah secara brutal, adanya pak Asnawi sebagai bagian dari ritual sesat, kejadian pak Asnawi yang sampai menawan kuntilanak, puncaknya ialah pembakaran rumah pak Asnawi.

Terengah-engah Athan terbangun di tengah tubuhnya yang kuyup keringat. Selain itu, apa yang Athan lihat di mimpinya juga membuat energi tubuhnya seolah terkuras. Athan layaknya orang sakit yang sampai dehidrasi pasrah. Segera Athan menghubungi orang tuanya melalui telepon interkom.

Tak lama kemudian, kedua rang tua Athan langsung datang. Rain dan Hasna yang dulunya memang memiliki hubungan khusus dengan Echa—baca novel : Pembalasan Tuan Muda yang Dianggap Sam.pah.

“Astaghfirullah ... mana kita masih di kampung,” ucap Rain yang kemudian menatap sang istri. “Sayang, minta bantuan papa kamu bisa enggak, sih?”

“Bantuan bagaimana?” balas Hasna sambil melepas pakaian Athan lantaran pakaian sang putra sampai basah keringat. “Oknum seperti mereka pasti sudah sangat cepat melarikan diri.”

“Seenggaknya mereka tidak akan terus-menerus menjadikan hal mistis sebagai kriminal terencana,” balas Rain. “Orang seperti mereka wajib dipenj.ara seumur hidup loh!”

“Ya sudah, nanti. Ini, tolong bikinin susu buat Athan. Lemes gini anaknya,” sergah Hasna.

“Oh, bentar ... bentar,” ucap Rain menyanggupi.

Tak lama setelah Rain pergi, ponsel Rain yang ditinggal, berdering. Dering tanda telepon masuk dari nomor tidak dikenal area Jawa Barat.

“Mama, itu hape papa,” rengek Athan masih meringkuk lemas membiarkan tubuhnya diseka sang mama.

“Biarin, biar nanti papa telepon balik. Sudah malam juga, takutnya memang orang iseng,” ucap Hasna. Apalagi kini memang sudah dini hari.

“Siapa tahu, itu kakeknya Syukur, Ma,” ucap Athan.

Mendengar itu, Hasna yang awalnya berusaha abai, jadi kepikiran. Hasna berangsur mengambil ponsel suaminya. Namun karena telepon sudah tidak berlangsung, Hasna kehilangan jejak. Karenanya, Hasna bermaksud menghubungi balik nomor tadi.

“Ada apa, Sayang?” tanya Rain yang baru kembali.

“Ini, tadi ada telepon dari nomor baru. Area Jawa Barat, takutnya memang dari pak Handoyo,” ucap Hasna.

“Oh, ... ya coba dihubungi,” sergah Rain yang menggantikan Hasna dalam menyeka Athan.

Di tempat berbeda, pak Handoyo tengah menangis meraung-raung. Sebab Syukur mendadak dinyatakan kritis. Tubuh Syukur sampai disetrum menggunakan alat mirip seterika guna membuat bocah itu kembali memiliki detak jantung.

Pak Handoyo yang awalnya tengah menunggu balasan telepon dari Rain, juga sudah tidak peduli dengan kelanjutan nasib teleponnya kepada Rain.

“Ini tadi, ada kakek-kakek, ngakunya namanya pak Handoyo. Terus, dia datang ke sini bareng cucunya. Cucunya mendadak kritis, Mbak!” ucapan balasan dari seberang setelah Hasna menghubungi balik nomor baru yang menghubungi nomor ponsel sang suami, membuat Hasna tercengang.

“Berarti sekarang sudah di rumah sakit, yah, Pak? Pak, bisa beritahu alamat rumah sakitnya?” sergah Hasna.

Rain dan Athan yang mendengarnya, jadi ikut terjaga.

“Bisa, Mbak. Bisa. Bentar saya WA saja!” sanggup dari seberang.

“Iya, Pak. Terima kasih banyak. Saya tunggu!” balas Hasna.

“Gimana, Ma? Beneran kejadian? Kalau iya, sudah yang penting diarahkan yang terbaik saja. mengenai biaya, kita transfer dulu!” sergah Rain dan sang istri langsung mengangguk-angguk.

Terpopuler

Comments

Al Fatih

Al Fatih

menegangkan....,, dan semakin bikin penasaran

2024-05-17

0

ARVA

ARVA

Pak asnawi kerja sama sama pak yusna tu

2024-04-20

0

Firli Putrawan

Firli Putrawan

y allah kasian syukur itu s echa tar d manfaatin lg sm s Asnawi lg adeh iih

2024-04-16

2

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 45 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!