10 : Mirip Ritual

Keesokan harinya, para orang tua sengaja datang ke rumah pak Yusna. Mereka khususnya para ibu-ibu kompak menanyakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Ibrahim. Akan tetapi, sampai detik ini Ibrahim hanya diam. Ibrahim mirip orang trauma akut. Ibrahim akan kesakitan di bagian kepalanya di setiap para orang tua mendesaknya.

“Ibu-Ibu, bapak-bapak. Mohon maaf. Ibrahim putra kami pasti masih trauma. Biarkan dia istirahat sekaligus menenangkan diri dulu!” ucap pak Yusna paling sigap mengamankan sang putra.

Ibu Rokayah yang juga jadi pendiam, memeluk sang putra penuh sayang. Setelah melirik sebal para orang tua, ibu Rokaya memboyong masuk Ibrahim ke dalam rumah.

“Dasar mereka, enggak punya hati banget! Iya, mereka memang sedang berduka. Masalahnya, memangnya mereka enggak mikirin gimana perasaan Ibra yang sudah menyaksikan kekejian Syukur dan kakeknya, secara langsung? Mereka enggak mikirin mental Ibra? Ih, gemes benget ke orang seperti mereka yang pikirannya picik dan maunya cuma dimengerti!” gerutu ibu Rokayah sambil menuntun Ibrahim tiduran di tempat tidur.

Sepanjang sang mama berkeluh kesah, Ibrahim tetap diam. Hanya saja, pandangan Ibrahim kosong. Malahan, ibu Rokayah yang berakhir ketiduran. Padahal, niat awalnya ibu Rokayah mau menenangkan Ibrahim.

Ibu Rokaya meringkuk di bawah kaki Ibrahim. Posisinya masih tidur di kasur yang ada di atas dipan. Tanpa diduga, ibu Rokayah malah mimpi bu.ruk. Ibu Rokayah didatangi oleh sosok Iman. Di mimpi tersebut, kepala Iman masih utuh. Hanya saja, wajah sekaligus kulit Iman sudah sangat pucat. Selan itu, Iman juga masih memakai lengan pendek bergambar Upin-Ipin warna oren, persis seperti ketika bocah gendut itu ditemukan terpenggal dan dibawa pak Yusna.

“Ibu Rokayah ...,” ucap Iman dengan suara sangat datar. Keadaan yang sangat berbeda dari kebiasaan Iman. Karena biasanya, meski masih kecil, hanya karena Iman anak ketua RT, bocah itu memang sangat bar-bar. Iman yang selalu bertingkah layaknya bos warga se—RT bahkan tak segan kurang ajar kepada mereka yang usianya jauh lebih tua darinya.

Mimpi tersebut terjadi di depan rumah ibu Rokayah. Selain itu, ibu Rokayah juga lupa, bahwa Iman menjadi salah satu korban pengga.al dan sampai pak Yusna yang membawa jasadnya.

“Kenapa, Man? Tumben wajah kamu pucat? Belum sarapan?” balas ibu Rokayah, tapi Iman dengan tatapan seramnya, hanya diam memandanginya.

“Eh, nih bocah. Ganggu orang nyapu halaman saja!” cibir ibu Rokayah yang kemudian melanjutkan kesibukannya dalam menyapu halaman. Kesibukan yang sampai tertunda karena sebelumnya ditegur oleh Iman.

“Ibu Rokayah ...,” panggil Iman lagi dengan gaya yang masih sama dan itu sangat datar.

Ibu Rokayah yang mendengarnya refleks mendengkus pasrah. Ibu Rokayah mencoba cuek, tapi Iman kembali memanggilnya. Kali ini Iman meminta tolong.

“Minta tolong buat apa, sih? Kamu mau saya buat menolong kamu bagaimana?” bawel ibu Rokayah.

Layaknya tadi, Iman yang biasanya bawel masih cenderung diam. “Leher saya sakit. Tolong lepaskan saya.”

“Hah?” refleks ibu Rokayah yang mengawasi leher Iman. “Sakit bagaimana? Kamu radang tenggorokan apa bagaimana? Makanya jangan jajan serba gorengan dulu!” ucap ibu Rokayah.

“Coba tolong lihat leher saya, Ibu Rokayah,” ucap Iman dan membuat yang bersangkutan kembali mengomel.

“Kalau memang kurang enak badan ya tinggal pulang sih Man. Bilang ke orang tua kamu, biar kamu langsung mendapatkan penanganan yang tepat!” bawel ibu Rokayah.

Tak seperti biasa, meski sudah beberapa kali diomeli oleh ibu Rokayah, Iman tetap diam. Ibu Rokayah yang mendekat sampai heran. Setelah mengawasi leher Iman dengan leluasa, ia berangsur mundur karena kedua tangan Iman berangsur meraba lehernya sendiri.

Yang membuat ibu Rokayah terkejut, Iman mendadak mematahkan lehernya sendiri.

“Craaatttt ...!” Darah segar mengucur dari leher Iman. Darah sangat banyak tersebut mengguyur wajah ibu Rokayah. Ibu Rokayah sampai kesulitan bernapas saking banyaknya darah dari leher Iman. Bahkan meski kepala Iman sudah lepas dari leher dan ditenteng menggunakan tangan kanan. Darah dari leher tersebut terus mengguyur wajah ibu Rokayah.

“T—tolong ... tolong Iman! Iman, cukup!” teriak ibu Rokayah sampai ke alam nyata.

Bukan hanya di mimpinya saja, ibu Rokayah kuyup. Karena di alam nyata, ibu Rokayah juga kuyup. Bedanya, ketika di mimpi ibu Rokayah basah kuyup oleh darah Iman. Di dunia nyata, ia kuyup karena diguyur menggunakan air satu gayung oleh sang suami.

Baik pak Yusna maupun Ibrahim yang hanya diam, menatap sebal ibu Rokayah.

“Mama ya! Kalau orang-orang curiga ke kita gimana? Ngapain juga Mama mimpi teriak-teriak manggil nama Iman?” sebal pak Yusna.

Ibu Rokayah yang sampai ngos-ngosan, menggeleng tak habis pikir. “Ayah, tadi aku mimpi didatangi Iman. Si Iman minta tolong, tapi dia matahin lehernya! Darahnya muncrat Yah!” heboh ibu Rokayah dan malah membuat sang suami makin jengkel kepadanya.

“Tolong jaga sikap Mama. Soalnya keadaan beneran sensitif! Takutnya, warga jadi curiga ke kita!” ucap pak Yusna yang kemudian pergi dari sana.

Tak lama kemudian, Ibrahim yang hanya diam, juga menyusul kepergian sang ayah.

“Ya ampun ... masa iya, aku enggak boleh mimpi bur.uk. Lagian, siapa juga yang mau atau setidaknya ingin mimpi bur.uk. Si Ayah ada-ada saja!” sebal ibu Rokayah berangsur pergi dari sana.

Ibu Rokayah melepas bajunya hingga ia jadi hanya memakai br.a untuk tubuh bagian atasnya. Kemudian, ia menggunakan baju tersebut untuk mengelap wajah maupun sekitar leher dan dadanya yang basah.

Ibu Rokayah sengaja ke dapur dan bermaksud menaruh bajunya ke ranjang khusus. Namun, wanita berusia tiga puluh dua tahun itu malah dikejutkan oleh pemandangan yang baginya konyol. Pak Yusna tengah berlutut layaknya menyembah Ibrahim. Kedua tangan pak Yusna menakup di depan kening. Sementara yang terjadi pada Ibrahim, bocah itu meletakan tangan kanannya di ubun-ubun sang ayah. Bibir Ibrahim komat-kamit dan seolah sedang merapal doa atau malah mantra.

“Mereka lagi ngapain? Si ayah baru minta aku buat tidak bertingkah, eh dia malah enggak jelas begitu mirip ... pemujaan?” pikir ibu Rokayah.

Tangan kiri Ibrahim membawa gelas berisi air putih. Kemudian, bocah itu layaknya menyembur pelan air putih di gelas tersebut. Tak lama setelah itu, Ibrahim menggunakan air putih tersebut untuk menepuk-nepuk kening pak Yusna.

“Apaan sih?” batin ibu Rokayah lagi.

Ibu Rokayah bingung dengan kelakuan suami maupun anaknya. Puncaknya ketika sang suami juga dengan sigap meminum air putih dan sebelumnya sempat Ibrahim obok-obok menggunakan tangan kanan.

“Kalian ngapain?” tanya ibu Rokayah.

Pak Yusna maupun Ibrahim langsung menatap ibu Rokayah penuh arti. Hingga ibu Rokayah yakin, pasti ada maksud serius atas perilaku aneh suami dan anaknya, yang baginya mirip ritual.

Terpopuler

Comments

FiaNasa

FiaNasa

emang bener nih gak beres pak yusna m ibrahim

2024-04-20

1

Firli Putrawan

Firli Putrawan

nah kan bnr s ibra sm bpknya yg muja k asnawi

2024-04-16

0

Dessy Sugiarti

Dessy Sugiarti

Kak Pak Yusna yg cari tumbal tuk pemujaan pantes Ibra benci bgt sm Syukur mungkin gara2 ganggu jalan dlm hal syirik...
Jadi penasaran deh....

2024-03-29

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 45 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!