11 : Kemampuan Ibrahim

“Ibu, tolong ....”

“Mama ... tolong ....”

“Bapak, tolong ....”

“Sakit, ... aku enggak mau begini.”

Para orang tua mendengar suara tangis anak masing-masing. Mereka yang terbangun merasa bahwa apa yang baru mereka alami dan ternyata hanya mimpi, terasa sangat nyata. Suara anak mereka terdengar sangat dekat meski tak sampai disertai penampakan. Saking yakinnya suara anak-anak sangat dekat, para orang tua sengaja mencarinya.

“Iman ...?”

“Antara ...?”

“Noval ...?”

“Iqbal ...?!”

“Ahsan!”

“Kalian di mana, Naaaaak!”

Para orang tua khususnya ibu-ibu, nyaris kehilangan akal. Semua pelipis, kening, termasuk leher dan tengkuk mereka kompak ditempeli koyok. Tanpa direncanakan, mereka yang tampilannya sudah sangat awut-awutan, dan sekadar jalan saja kerap nyaris jatuh, bertemu di titik yang sama. Mereka bertemu di lapangan anak-anak biasa bermain. Lokasi yang sebenarnya dekat dengan Hutan Tua.

“Kalian, ... apa yang terjadi? Apakah kalian juga bermimpi ... ah, ini bukan mimpi. Karena rasanya sangat nyata. Suara Iman terdengar sangat nyata. Iman meminta tolong. Iman kesakitan,” ucap ibu Lilis dan langsung ditimpali hal sama. Semuanya kompak mengabarkan, bahwa mereka juga mendengar suara putra-putra mereka yang meminta tolong sekaligus kesakitan.

Setelah sama-sama cerita, setelah meraung-raung menumpahkan luka atas kehilangan anak-anak mereka yang begitu tiba-tiba, kesepuluh orang tersebut sepakat untuk mendatangi Ibrahim lagi. Mereka ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi? Benarkah anak-anak mereka dibun.uh cuma-cuma, atau malah anak-anak mereka menjadi bagian dari tumbal ilmu sesat?

Adzan subuh baru saja berkumandang. Kesepuluh orang tersebut sepakat shalat subuh berjamaah di masjid lebih dulu. Selain itu, kesepuluhnya juga berniat menjalani doa bersama dengan warga untuk ketenangan arwah-arwah anak mereka.

“Biasanya yang begitu memang sering terjadi, ibu-ibu, ... bapak-bapak. Jadi, yang perlu kita lakukan apalagi sebagai orang tua, kita wajib mengirim doa sebanyak-banyaknya. Agar arwah anak-anak, bisa jauh dimudahkan. Dan anak-anak bapak dan ibu sekalian, juga bisa tenang di sisi Allah!” ucap pak ustad yang memimpin shalat sekaligus doa bersama.

“Namun, rasanya sangat nyata, pak Ustad!” sergah pak Hamim yang tak lagi meledak-ledak layaknya biasa. Layaknya orang tua korban lainnya, pak Hamim yang kali ini memakai pakaian panjang serba putih, jadi sibuk menunduk dalam sambil menahan kesedihan.

Pak ustad yang duduk di ujung depan berkata, “Bismillah pak Hamim. Insya Allah, surga buat anak-anak kemarin. Walau jujur saja, alangkah baiknya kejadian tersebut kita bawa saja ke polisi. Atau malah, sekalian diviralkan saja, agar kasusnya cepat diurus. Karena memang sudah bukan rahasia. Bahwa makin sebuah kasus viral, makin cepat pula penanganannya.”

“Ah si Pak Ustad, ngomong kayak gitu sih gampang. Coba kalau Pak Ustad juga jadi kami para korban yang ditinggalkan!” keluh pak Hamim sambil berlinang air mata.

Pak Ustad menatap iba pak Hamim sambil menghela napas dalam. Orang tua yang kehilangan anaknya? Sungguh pak ustad juga paham, ada di posisi tersebut sangatlah berat. Tak ada ungkapan yang bisa menggambarkannya. Sebab ketika orang tua kehilangan anaknya untuk selama-lamanya, itu ibarat suatu kehancu.ran yang benar-benar nyata.

Setelah berjalan kaki bersama-sama, kelima orang tua korban yang meninggal di hutan Tua, benar-benar mendatangi rumah pak Yusna. Mereka tak sampai membuat janji karena suasana juga sudah makin terang. Sudah sekitar puku.l enam pagi dan aktivitas warga juga sudah mulai ramai di luar rumah. Meski sebagian besar dari mereka tengah sibuk menyiapkan sarapan.

“Assalamualaikum?” sapa mereka, tapi mereka memergoki Ibrahim sedang menyantap sarapan di depan televisi. Ibrahim sedang menonton acara kartun dan bocah itu tampak normal-normal saja.

Melihat warga datang, Ibrahim buru-buru kabur masuk ke dalam kamar.

“Ibrahim ... Ibrahim, tunggu!” ucap ibu Lilis yang sudah saking emosinya. Namun, ibu Lilis berakhir terpeleset dan kepalanya membentur teras rumah orang tua Ibrahim.

“Astaghfirullah ...!” refleks semuanya kompak. Lain dengan pak Hamim yang langsung menangisi keadaan sang istri. Terlebih selain Iman merupakan satu-satunya anak mereka, ibu Lilis juga menjadi satu-satunya keluarga yang tersisa dari keluarga pak Hamim.

Ibu Rokayah yang awalnya tengah masak di dapur, langsung terusik. Buru-buru ibu Rokayah mematikan kedua kompornya. Wanita berpenampilan sederhana itu langsung memastikan ke depan.

“Bu, ... Bu, bertahanlah Bu!” tangis pak Hamim.

Selain napas dan detak jantung ibu Lilis menjadi sangat lemah, wajah khususnya pelipis ibu Lilis yang menghan.tam teras, juga sudah sangat biru.

“Innalilahi ... ini kenapa?” ujar ibu Rokayah, benar-benar khawatir.

Di balik tirai menuju ruang keluarga yang juga menjadi ruang tamu sekaligus ruang pertama setelah pintu masuk, Ibrahim dan sang papa saling berkode mata. Ibrahim yang tampak takut, terus diyakinkan melalui tatapan, anggukan kepala, dan juga senyuman oleh sang ayah.

Sekitar sepuluh menit kemudian, mengandalkan batu dan air putih di gelas, Ibrahim membaca sederet ayat suci Al-Quran. Ibrahim layaknya sedang melakukan rukiyah. Namun, para orang tua korban khususnya pak Hamim tidak berani berharap lebih. Sebab detak jantung, napas, dan juga denyut nadi ibu Lilis, sudah nyaris tak terdeteksi.

“Si Ibra kok jadi mirip dukun gitu, ya?” bisik para orang tua.

“Tapi kalau dukun kok, sampai pakai ayat suci?” bisik mereka lagi.

Tubuh Ibrahim menjadi gemetaran hebat mirip menggigil. Pak Yusna yang awalnya hanya jongkok di sebelah Ibrahim, berangsur merangkul sang putra. Tak lama kemudian, dengan cekatan pak Yusna mengusap ubun-ubun ibu Lilis menggunakan kedua tangannya, dan sebelumnya sampai dihiasi air yang dipegang Ibrahim. Kemudian, pak Yusna juga dengan sigap meminumkan sisa air di dalam gelas milik Ibrahim.

Yang membuat semuanya terkejut sekaligus tak bisa berkata-kata, ibu Lilis yang harusnya sekarat, tiba-tiba bangun dalam keadaan sehat bugar!

“Alhamdullilah ...!” ucap pak Yusna semringah.

Lain dengan warga yang menyaksikan semua itu. Termasuk ibu Rokayah yang memang langsung tidak bisa berkata-kata.

Ibu Lilis yang jadi mirip orang lingkung, menatap aneh mereka-mereka di sana yang juga kompak menatapnya aneh.

“Ini ada apa sih? Kok rame-rame begini?” tanya ibu Lilis yang kemudian beranjak berdiri.

Ibu Lilis beraktifitas layaknya biasa. Seolah semuanya memang baik-baik saja. Namun, mereka-mereka yang di sana malah makin menatapnya bingung.

“Kamu sakti, Im!” celetuk pak Hamim dan membuat Ibrahim menunduk dalam.

Namun berkat kejadian tersebut, warga di sana beranggapan bahwa Ibrahim memiliki kekuatan spesial. Ibrahim sakti dan bisa menyembuhkan orang sakit! Kiranya begitulah kabar terbaru dan langsung menggemparkan warga. Ibrahim yang jika ditanya mengenai kejadian di Hutan Tua selalu bungkam, kini malah jadi orang yang diagung-agungkan berkat kemampuannya mengobati penyakit warga dan itu menggunakan metode yang disertai ayat-ayat Al—Quran!

Terpopuler

Comments

Firli Putrawan

Firli Putrawan

ooh gt y kedok soal ayat alquran, memang manusia bs d sesatkan warga blm curiga

2024-04-16

1

👏vanzhoel🖤¹²⁰² ⠀

👏vanzhoel🖤¹²⁰² ⠀

jadi dukun cilik atas nama agama, hadeehh🤦🏻‍♀️sesaaaddd😤😤😤

2024-03-30

0

Aisyah Putri Angel

Aisyah Putri Angel

jgn2.. Ibrahim dirasuki oleh Asnawi

2024-03-30

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 45 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!