6 : Termakan Sumpah

“Kenapa Ibrahim malah balik lagi! Harusnya dia minta tolong dan bawa orang-orang buat menolong yang di sini!” sesal Syukur yang kemudian sengaja berteriak, “Tanggap aku kalau kamu bisa, semak-semak jahat!”

Demi mengamankan teman-temannya, Syukur rela mengorbankan dirinya. Apalagi di seberang sana, Ibrahim sudah terlihat sangat ketakutan. Terbukti, Ibrahim menjadi anak pertama yang lari tak lama setelah Syukur nekat berseru.

Entah berapa anak yang sudah dihabi.si oleh semak-semak berjalan, tapi Syukur masih melihat ada empat atau malah lima anak yang seketika lari berpencar. Kini, semak-semak berjalan dan Syukur dapati memiliki sepasang mata, sudah sepenuhnya menjadikan Syukur sebagai fokus perhatian.

“Aku tidak takut!” batin Syukur mencoba menyemangati dirinya sendiri. Sebab belum apa-apa, melihat kedua mata putih si semak-semak berjalan menatapnya tajam layaknya sekarang, kenyataan tersebut membuat dunia seorang Syukur seolah berhenti berputar.

“Syukur ....” Suara seorang wanita yang lagi-lagi tak disertai penampakan, kali ini sampai disertai angin kencang.

“Oke, ... aku berani! Lari!” batin Syukur yang detik itu juga langsung lari. Niatnya memancing semak-semak berjalan sungguh sukses. Sebab sosok yang kembali membawa golok di tangan kanan itu sudah langsung menyusulnya. Sosok tersebut lari tertatih-tatih, hingga memang agak tertinggal oleh Syukur.

Akan tetapi di tengah perjalanan, sosok tersebut melemparkan goloknya dan mengenai lengan Syukur. Darah segar mengalir dari lengan kurus Syukur. Bocah itu langsung tersungkur gemetaran hebat menahan sakit sekaligus tangis.

Sorot mata puas terpancar dari kedua mata semak-semak berjalan. Ia tak lagi lari, ia melangkah pelan dan mengeluarkan sebuah belati di masing-masing tangannya. Syukur yang aktif menoleh ke belakang menyaksikannya. Bahwa semak-semak berjalan itu mirip manusia. Semak-semak berjalan itu memiliki kaki. Namun, kaki sosok tersebut terbilang pendek.

“S—sakit ... Mama!” rintih Syukur yang untuk pertana kalinya menyebut sekaligus mengharapkan kehadiran sang mama.

Jarak semak-semak berjalan dari Syukur semakin dekat. Namun, kali ini Syukur tak lagi merasa dunianya berputar lebih lambat atau malah berhenti berputar. Waktu yang Syukur miliki benar-benar berputar layaknya semestinya. Hingga mau tak mau, Syukur harus kuat. Syukur memaksa dirinya untuk tetap melarikan diri, agar dirinya bisa mencari bantuan segera!

“Teman-temanku butuh bantuanku!” isak Syukur. Sebab bagaimanapun kondisi Syukur, bocah itu juga bocah biasa yang bisa merasakan sakit. Syukur tetaplah bocah normal yang akan jatuh sakit jika memang Syukur tengah terluka.

Bersamaan dengan belati di tangan kanan semak-semak berjalan yang dilempar ke arah Syukur, di sebuah pemakaman, ada makam bernisan nama Echa yang mendadak berasap. Pelan tapi pasti, makam tersebut terbelah bersama asap putih yang kian pekat. Tak lama kemudian, seorang wanita berambut panjang awut-awutan keluar dari dalam makam. Dalam hitungan detik, kedua mata wanita itu terbuka dan nyaris semua manik matanya berwarna putih.

Di mata wanita bernama Echa dan tak lain menang mamanya Syukur tersebut dihiasi adegan putranya dalam keadaan terancam. Bersamaan dengan itu, bibir tak berdosa milik Syukur juga terus memanggil-manggil mamanya.

“Aku bersumpah, apa pun yang terjadi, andai papa apalagi anakku sampai diusik, kapan pun itu, aku pasti akan datang! Akan kupastikan siapa pun pelakunya, dia bahkan mereka akan mendapatkan balasan setimpal!” Sumpah seorang wanita dan memang suara Echa, mengantarkan nyawa pada sosok Echa yang perlahan layaknya orang hidup.

Namun, sampai sekarang kedua kaki Echa tetap belum berpijak.

“Anakku! Syukur!” lirih Echa yang masih bisa dengan sangat jelas mendengar rintih kesakitan sekaligus ketakutan dari sang putra.

“Mama ... sakit. Mama ... tolong!” Suara Syukur makin terdengar lemah.

“Bedebbbbbbbbbbaaaahhhhh!” teriak Echa yang seketika melesat terbang mencari keberadaan anaknya.

Echa bahkan melewati kerumunan warga yang menunggu di perbatasan hutan Tua. Pak Handoyo yang ada di sana dan masih duduk meringkuk menahan luka-lukanya, langsung mengenali sosok putih yang terbang memasuki hutan. Sosok putih berambut panjang dan langsung membuat orang-orang di sana bubar ketakutan.

“Hantuuuuu!”

Para orang tua yang kebanyakan merupakan bapak-bapak, masih sibuk lari menyelamatkan diri. Termasuk juga rombongan pemuda yang awalnya membawa kentongan, mereka tidak jadi ke perbatasan hutan. Mereka jadi sibuk menyelamatkan diri juga sambil terus menabuh kentongan masing-masing.

“Echa ... benarkah itu Echa? Setelah sekian lama? Masa?” batin pak Handoyo seiring ia yang berangsur berdiri.

Di tengah kegelapan malam, pak Handoyo mencoba mencari sosok Echa ke dalam hutan. Namun, ia tak berani melewati perbatasan taburan garam. Takut bermasalah mengingat kakinya masih terluka bahkan berdarah.

Satu belati mengenai punggung kanan Syukur. Kaos dalam warna putih yang Syukur pakai dan memang sudah basah karena keringat, perlahan menjadi berwarna merah darah.

“A—duh ....” Tangis Syukur pecah. Bocah itu kembali tersungkur dan perlahan menggeliat di tanah.

Beberapa ular sanca yang ada di sana kompak menahan tubuh Syukur agar tidak terban.ting. Termasuk juga ular kobra yang seketika datang, tapi sengaja menjadi garda terdepan Syukur. Para ular yang ada di sana kompak berbondong-bondong melindungi Syukur.

“Syukur ....” Iqbal dan Ahsan, yang kebetulan bersembunyi bersama, menyaksikan apa yang menimpa Syukur, dari balik semak-semak.

“Syukur,” lirih Antara yang sempat paling tunduk kepada Iman. Kebetulan, di balik semak-semak kini ia sendiri.

Malahan, Ibrahim yang jadi memiliki teman. Di balik pohon besar, Ibrahim bersembunyi bersama Noval.

“Syukur, ... aku benar-benar ingin melihatmu mati. Agar di kampung ini tidak ada yang sok jadi pahlawan lagi!” batin Ibrahim tak sabar menyaksikan Syukur dihab.isi. Ia ingin melihat proses Syukur dipeng.gal layaknya ketika si mulut besar Iman mengalaminya, beberapa saat lalu. Karena setelah kepala Iman benar-benar lepas dari tubuh, bocah sok berkuasa itu langsung tak banyak tingkah lagi.

“Ayo ... ayo habis.i. Ayo buat Syukur mati!”

Mendengar suara lirih tersebut dan justru dari seorang Ibrahim yang terkenal Alim dan selalu berpikir bijak, Noval langsung merinding. Noval gemetaran ketakutan menatap tak percaya Ibrahim.

“Bahkan Ibra senyum-senyum lihat semak-semak berjalan angkat golo.k ... ih, kok Ibra lebih ngeri dari bos Iman yang sudah mati sih?” batin Noval.

Syukur sungguh sudah tak berdaya. Ia tak lagi bisa melarikan diri akibat luka-lukanya. Tubuhnya masih tengkurap dan hanya gerakan kecil yang mampu ia lakukan. Padahal, si semak-semak berjalan sudah kembali memegang golok. Sosok yang memiliki dua kaki itu siap memengga.lnya!

Terpopuler

Comments

Al Fatih

Al Fatih

koq Ibra ngomong begitu....,, apakah ini memang d sengaja....,, berarti Ibra kenal dong sama si semak2 berjalan.... ,, hehehe biasanya semak2 bergoyang yaaa,, kali ini semak2 berjalan....

2024-05-17

0

Firli Putrawan

Firli Putrawan

oh pasti s ibra ini yg sengaja ngundang anak-anak biar k situ biar d bunuh

2024-04-16

1

Yuliana Tunru

Yuliana Tunru

kira2 klga ibrahim yg tampak alim tp berbahaya echa bantu ankmu bangkit dan selamat dan hanvurkan physico gila itu ..apa bpk2 yg larang handoyo itu

2024-03-24

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 45 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!