Bab 5 Ijinkanku Mengenalmu

“Ninda sekolah dulu ya, Ma,” ucap Ninda sambil mencium tangan mamanya.

“Iya, Nak. Hati-hati.”

“Rama juga sekalian, Ma.”

“Iya, hati-hati ya.”

Rama mencium tangan ibunya. Gegas mengambil tas kerja dan kunci mobil. Farida mengantarkan kepergian kedua anaknya dengan penuh kebahagiaan. Mereka adalah kekuatan baginya.

“Mas, boleh tanya nggak?” kata Ninda ketika sudah berada di dalam mobil menuju ke sekolah.

“Tanya aja. Nggak bayar kok!” Rama tetap fokus mengemudikan mobilnya.

“Emm, Mas lagi jatuh cinta ya?” ucapan Ninda membuat Rama tertawa. Adik terkecilnya itu memang selalu kepo dan membuatnya gemas.

“Emangnya kenapa?” timpal Rama. Dia mengerlingkan mata ke arah Ninda, melihat ekspresi mukanya yang lucu.

“ Suka senyum-senyum sendiri, sih. Kayak orang kesambet.”

“Dih, kamu itu ya. Masa’ orang senyum nggak boleh? Sejak kapan senyum dilarang, nona?”

“Tapi bener kan, Mas lagi jatuh cinta?” Tingkat ke-kepoan Ninda kian tinggi. “Jatuh cinta sama siapa? Kasih tau dong, ah!” cecarnya tidak sabar.

“Dasar tukang kepo! Emangnya kalo Mas senyum-seny sendiri, tandanya jatuh cinta? Gitu maksudmu, nona bawel?”

Ninda ketawa, memukul lirih lengan kakaknya. “Kayaknya sih, iya, Mas.”

“Tahu dari mana kamu?”

“Tuh lho astrologi.”

“Apa?” Mata Rama melotot menatap adiknya. “Kamu percaya begituan?”

“Ya percaya nggak percaya sih. Kemarin kan aku iseng, baca-baca gitu. Eh, nemu deh zodiak kakakku yang gantengnya serumah.”

“Emang nemuin apaan?”

“Cinta baru akan segera menyapa kehidupan Anda.”

“Halah! Cuman gitu-gitu aja. Nggak usah percaya sama hal begituan, tahu?”

“Iya, kan aku cuma iseng,” kata Ninda sambil mengangkat dua jari tanda damai.

“Kamu itu sekolah yang bener, bikin Mama bangga. Kalo sekolah aja kamu banyak ilmu nggak manfaatnya, terus gimana mau banggain orang tua?”

“Iye, iye, kakakku yang paling ganteng serumah.”

Tak berapa lama, mereka sampai di depan pintu gerbang sekolah Ninda.

“Mas, nanti jemput seperti biasa, ya? Aku ada les,” kata Ninda begitu akan turun.

“Ya, adikku yang bawel.” Rama melontarkan candaan yang diiringi tawa. Wajah Ninda jadi manyun.

“Ih, kakak yang tidak berperikeadikan deh!”

“Iya, iya, tuan putri. Dah sana masuk! Aku dah siang nih!”

Ninda turun dari mobil lalu melambaikan tangannya pada Rama yang masih berada di mobil. Dia hendak beranjak meninggalkan tempat itu. Tetapi, satu pemandangan indah terpampang jelas di hadapannya. Dada Rama berdesir. Debaran hatinya begitu kuat. Dia teringat kata-kata Ninda barusan ; cinta baru akan menyapa kehidupan Anda.

Aisyah.

Dia datang mengantar Rangga. Aisyah berhenti tepat di depan mobil Rama. Gadis itu tidak sadar, seseorang terus memperhatikannya.

Siapa sebenarnya kamu yang telah mengganggu tidurku? Mengapa bayangmu menari-nari di benakku? Sedangkan, aku tak tahu siapa dirimu. Andai kubisa, sekarang pun aku pasti kan menemuimu, mendekatimu, menyapamu, dan memandang sejenak wajah indahmu yang menusuk kalbu.

“Aku nanti ada les, Kak,” kata Rangga, melepas helm dan menyerahkannya pada Aisyah.

“Emm, Dik. Kakak minta maaf nggak bisa jemput nanti. Ada tugas dari Bunda. Kamu naik angkot aja dulu, ya?”

“Iya, Kak, nggak apa-apa.” Rama mencium tangan Aisyah kemudian beranjak masuk. Rama terus mengawasi Aisyah yang melaju pelan meninggalkan sekolah itu hingga tubuhnya tidak terlihat lagi di tikungan jalan.

Mengapa kamu membuat hatiku begini? Begitu porak porandakan relung kalbu. Apa yang terjadi padaku?

Rama tersenyum. Sepanjang perjalanan menuju kantor, dia memutar lagu-lagu MP3 di mobil. Beberapa lirik lagu terdengar menghiasi taman hati Rama. Milik salah satu band kondang tanah air.

Inikah surga cinta yang banyak orang pertanyakan

Atau hanya mimpi yang tiada pernah berakhir jua

Gairah hidup Rama meningkat. Bunga-bunga di taman hatinya kini sedang mekar dan kian berkembang, warna-warni. Dia tampak lebih semangat menjalani hari-harinya, pekerjaannya pun kian membuatnya terpacu ingin meraih asa yang telah lama dinantikan. Perlahan, dengan pemikiran dan antusiasme tinggi, Rama mulai bisa melupakan kenangan-kenangan yang menyakitkan. Dia berpikir positif dengan hasil yang akan diraihnya.

Di ruang kerjanya, Rama begitu fokus, memperhatikan setiap detail grafik-grafik di layar monitor komputernya. Jika beberapa waktu lalu dia malas dan tak peduli, kini pikirannya berubah, seiring perubahan pada jiwa dan hatinya.

“Selamat pagi, Pak,” sapa Jordan. Dia melihat ada perubahan kentara dari atasannya. Rama masih terdiam.

“Pak, Pak Rama.” Jordan meninggikan suaranya.

Rama tersadar dari lamunannya. Da menghentikan pekerjaannya dan menjawab dengan tergagap, “ Eh! Iya, Yo. Maaf, saya nggak dengar tadi. Silakan duduk.”

Jordan tersenyum, atasannya itu sedikit berubah. Lebih periang. Ada sesuatu yang mengubahnya.”Maaf, Pak. Harap cek dulu berkas-berkas laporannya.” Jordan menyerahkan dokumen-dokumen penting kepada Rama.

“Baik, terima kasih, Yo. Saya periksa dulu, ya?”

“Silakan, Pak.”

Jordan diam-diam memperhatikan gelagat atasannya yang beberapa hari ini terasa beda. Sungging senyum selalu menghias wajah manis pria berusia hampir tiga puluh tahun itu. Rama menandatangani berkas-berkas itu dan memberikannya kepada Jordan.

“Sudah, Yo. Silakan.” Rama menyerahkan map berisikan dokumen kepada Jordan.

“Terima kasih, Pak.”

Jordan berlalu dari hadapan Rama.

*

Sore menyapa, beberapa anak masih menunggu di depan ruang IT, termasuk Ninda dan Rangga.

“Aku pulang dulu ya, Nin.”

“Loh, kakakmu nggak jemput, ya?”

Rangga menggeleng. “Enggak, Nin. Kak Ais ada tugas dari Bunda,” jawab Rangga lirih.

“Ikut aku aja.” Ninda melihat mobil Rama sudah berada di depan gerbang sekolah. “Tuh kakakku datang. Yuk, pulang sama aku, yuk.” Ajak gadis supel dan ramah itu.

“Aku nggak mau ngrepotin kamu.”

“Ah, udah diem ah!”Rangga tidak bisa menolak ketika Ninda menarik tangannya menuju mobilnya.

Rama melihat Rangga bersama adiknya.

“Mas, kita anterin Rangga dulu, ya? Kakaknya nggak jemput,” pinta Ninda.

“Oke.”

Hati Rama bersorak riang. Itu artinya dia akan tahu tempat tinggal Aisyah. Ternyata tidak ada yang tidak mungkin.

“Nanti kamu kasih tunjuk jalannya ya, Ngga?” sambung Ninda lagi. “Gass Mas.”

Rama menjalankan mobilnya pelan di jalanan. Dia hanya mendengar celotehan adiknya dan Rangga yang sesekali diselingi canda tawa. Rama merasakan jika Ninda sangat dekat dengan Rangga. Tidak berapa lama sampailah mereka di depan panti.

“Terima kasih ya, Nin. Terima kasih, Kak,” kata Rangga seraya hendak membuka pintu mobil.

“ Iya, Ngga. Besok kalo kakakmu nggak jemput lagi, kita pulang barengan aja. Udah nggak usah sungkan, kayak sama siapa aja,” ujar Ninda.

“Iya, Nin. Terima kasih.” Rangga membuka mobil dan turun. Dia melambaikan tangannya pada mereka.

Sekarang aku sudah tahu tempatmu. Gumam Rama dalam hati. Dadanya berdebar kencang ketika hendak meninggalkan panti. Seolah-olah ingin berlama-lama di sana, menunggu Aisyah muncul di hadapannya.

“Mas, Mas. Kok diem aja. Ayok pulang, nungguin apa lagi? Rangga dah turun tuh!”

“Eh, iya!” Rama asyik dalam lamunan hingga tak sadar Rangga telah turun.

“Diiih … ngelamun aja!” gerutu Ninda.

“Iya, iya, nona bawel.” Ninda tertawa melihat ekspresi wajah kakaknya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!