Bab 20. Piknik

Sejak pertemuan ku dengan Bram di taman kota tempo hari Bella dan Alicia makin akrab. Terlebih Bram sudah tau tempat tinggalku. Bram sering mampir ke rumah dengan alasan mengantar Alicia. Karena Alicia merengek mau bermain dengan Bella. Entah benar atau hanya sekedar modus.

Terus terang semakin sering Bram datang ke rumah aku merasa risih juga. Takut para tetangga curiga dan berpikir yang bukan- bukan. Tetapi sisi lain diriku juga merasa senang karena perhatian Bram. Ada ada saja buah tangan yang dia bawakan untuk Bella bahkan untukku juga. Tapi lebih dari itu jujur saja hatiku seolah bergeliat, hidupku lebih bergairah yang selama ini begitu monoton kujalani. Kesepiankah aku? Wajarkah rasa yang aku alami ini?

Entah jawaban apa yang bisa kuberi menyatakan sikapku.

Seperti pagi ini, Bram mau mengajak kami liburan karena pas akhir pekan. Aku sudah menolak dengan cara halus. Lagi-lagi Alicia dan Bella kompak membujukku untuk menerima ajakan itu. Seperti biasa aku harus mengalah lagi. Bram selalu tertawa penuh kemenangan setiap kali idenya didukung kedua bocil itu. Sebab keduanya selalu berpihak padanya.

Alicia dan Bella tidak hentinya berdendang di sepanjang perjalanan. Terkadang mereka saling ngotot dengan pendapat sendiri. Sebentar kemudian sudah tertawa ngakak, entah apa yang lucu.

Aku tidak henti geleng kepala melihat polah mereka yang lucu dan menggemaskan.

"Sudah tidur," ucapku melihat kebelakang karena suasana mendadak sepi. Alicia dan Bella ketiduran, mungkin sudah capek karena hampir satu jam perjalanan kami menuju tempat Wisata Alam Aek Sijornih.

Beberapa menit lagi kami akan tiba disana.

"Sudah kelelahan, dari tadi gak berhenti teriak- teriak. Masih aman gak pita suara mereka itu." canda Bram. Membuatku terpingkal. Bram malah menaikkan alisnya sebelah, membuatku makin terbahak. Ekspresi wajahnya itu sangat lucu dan menghiburku.

"Hem, andai dulu kamu seceria ini, Kay, tidak akan sulit bagiku menebak suasana hatimu." ucapnya konyol. Mendadak aku berhenti tertawa dan menatapnya kebingungan.

Eh, maksudnya apa. Aku juga tergantung seseorang bisa tertawa lepas," ucapku. Yah, hanya orang yang bisa membuatku nyamanlah aku bisa berinteraksi dengannya. Bukan milih- milih teman tapi sebagai gadis introvert sirkel pertemananku hanya bilangan jari.

"Yah, secara dulu kamu susah ditebak. Kadang kamu santai, tapi terkadang kamu malah menghindar. Butuh perjuangan mendekatimu, hahaha ...." gelaknya lepas.

"Seperti itu ya, kamu melihatku. Susah dijangkau, gitu?"

"Lebih dari itu. Seringnya gak peka, cuek, ngalahin cueknya si bebek." Bram tergelak lagi.

"Ngomong apaan sih berbelit-belit gitu?" ucapku pura-pura bingung. Dalam hati aku mencerna semua kata-kata Bram.

"Kamu pernah membuat hati sesorang patah, Kay. Pasti kamu tidak merasa 'kan. Ya, iyalah kamu memang terlalu jauh untuk digapai." ucap Bram, menohok hatiku. Siapakah yang dibicarakannya. Apakah Bram berbicara tentang dirinya? Ah, rasanya tidak mungkin.

Bram adalah idola di sekolahku dulu. Gadis mana kala itu yang membuatnya patah hati? Bukankah dia selalu dipuja cewek di sekolahku. Bahkan aku juga diam-diam mengaguminya.

Khabar terakhir yang kudengar dia pacaran dengan Emmy. Murid pindahan di kelasnya. Bram pasti tidak sedang membicarakan dirinya.

"Malah menghayal. Gak penasaran dengan cowok yang kamu buat patah hati?" ucapnya sambil tersenyum menggoda. Dekik di kedua pipinya sangat menggemaskan.

"Ngaco, emangnya ada. Cuma cowok bodoh yang sampai patah gegara aku. Emangnya gak bisa ngomong atau kasih sinyal. Klo diam-diam begitu siapa juga yang tau." cebikku.

"Cowok bodoh ya?"

"Ho-oh."

"Begitu, ya?"

"Eh, menurut kamu gimana? Apa iya ada fakta seperti yang kamu bilang itu. Harusnya 'kan cowok itu ngomong dulu. Usaha dulu. Masak cuma diam terus gak ada usaha."

"Masalahnya 'kan si cewek gak peka. Gak semua harus diucapkan dengan gamblang. Dari bahasa tubuh seseorang itu 'kan bisa ketauan klo dia sedang suka atau marah dengan seseorang. Dengan waktu dan perhatian yang di tunjukkan."

"Hem, ceritanya dia lelah dan pergi ya? Tapi menurutku dia tetap salah. Kalau memang ceweknya gak peka bisa saja diutarakan, terserah diterima atau tidak. Bukan diam-diam patah hati. Tapi aku juga mungkin saja akan pergi bila orang yang kukagumi telah memilih orang lain.

"Apa bedanya, Kay, keduanya tetap saja pengecut 'kan?"

"Bedalah, bila bicara soal cewek dan cowok. Cewek tidak akan berani mengungkapkan perasaan kagumnya itu walaupun tidak semua, ya. Tetap aja tergantung ceweknya."

"Jadi kalo cowok harus berani gitu. Gak semua cowok bisa begitu, Kay. Intinya cowok atau cewek bila dihadapkan ke masalah yang berhubungan dengan perasaan situasinya pasti sama "

"Eh, kita membicarakan apa dan siapa, kok saling ngotot." Aku mengalihkan topik yang menurut mulai terasa aneh. Seolah Bram, menggiringku ke masa lalu tapi membuatku bingung dia membicarakan aku atau dirinya. Tentu saja kekagumanku masih sama seperti dulu padanya. Tapi aku tidak ingin dia mengetahuinya. Sama seperti dulu aku yang menyimpan rahasia hatiku. Saat ini pun aku harus bisa menyimpannya.

Bram tidak menjawab pertanyaanku karena kami telah tiba di tempat tujuan. Lokasi wisata alam ini pasti padat, melihat banyaknya kendraan yang parkir. Karena fokus mencari tempat parkir pembicaraan kami terputus.

Lalu seorang petugas parkir mendatangi dan mengarahkan ke tempat parkir yang masih kosong. Aku membangunkan Alicia dan Bella, sementara Bram mengeluarkan barang bawaan kami dari bagasi.

"Kita udah sampai ya, Tan?" ucap Alicia sambil menguap, "papa mana, Tan?" dikuceknya kedua matanya berusaha melawan kantuk yang masih mendera.

"Ayo, anak-anak cepat keluar. Kita udah nyampe. Apa mau lanjut lagi tidurnya?" Bella dan Alicia bergegas keluar dari mobil masih dengan kesadaran yang belum pulih sepenuhnya.

"Ayo jalan, aku menggiring kedua bocil setengah teler itu di kedua sisi tubuhku. Memegang erat lengan mereka saat meniti jembatan gantung menuju lokasi.

"Wao ....! Indah sekali!" teriak Alicia dan Bella bersamaan. Hilang sudah kantuk itu saat melihat pesona Aek si Jornih. begitu sampai diseberang jembatan, Bella dan Alicia melompat kegirangan melihat air terjun yang aliran airnya menuju kolam dibawah.

"Kita cari pondok dulu," ucap Bram. Karena di bawah pondok sudah penuh, karena ramainya pengunjung. Kami di arahkan untuk naik ke atas.

Untunglah kami segera dapat pondok karena yabg menyewanya sudah mau pulang.

"Ofs, apa aja sih isi tas ini, berat kali." ucap Bram dengan nafas ngos-ngosan karena jalan mendaki. Satu persatu bawaannya di lepas.

"Si jago basket dah tua," sindirku. Bram melotot ke arahku. Ditimpali cekikikan Alicia yang merasa lucu melihat papanya.

"Ih, Papa gak malu ngeluh didepan, Tante Kay." gelaknya seraya membalikkan jempolnya.

"Kalau gak ngeluh, Tante Kay, gak akan peka." Bram membalas sindiranku. Eh, apa katanya? Tidak peka? Omong apaan itu, sedari tadi ngebahas soal tidak peka.

"Kalau memang butuh bantuan, ngomong saja. Ntar kita bantu, bantu suapin." candaku keseleo lidah. Bram menatapku dengan mata membola. Bella dan Alicia tidak mampu menahan tawanya. Sementara aku, wajahku memerah menahan malu. Astaga! ***

Terpopuler

Comments

Yutaka Kansaki

Yutaka Kansaki

ayo Bram..gaaasssss...sikat... jangan keduluan aq Petra...

next Mak...
aq tunggu up selanjutnya 👍 semangat 💪🌹💐

2024-03-22

1

lindsey

lindsey

ayo bram kan dah tau kay itu kurang peka langsung dong kasih signal2 pdkt dan jangan lupa pepet terus sampe kay ga berkutik

2024-03-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!