Bab 18. Kerinduan Bella.

Aku merapatkan jaket ditubuh Bella karena cuaca dingin di pagi ini. Pagi ini kami akan joging ke taman kota, karena pas liburan sekolah.

Meski cuaca dingin tidak menyurutkan langkah kami menyusuri jalan basah oleh embun pagi.

Kenderaan masih satu dua lalu lalang. Dengan lari-lari kecil aku menyusul langkah Bella lima meteran di depanku.

Lima belas menit kemudian kami tiba di taman kota. Suasana taman kota sudah ramai begitu kami tiba. Aku memegangi lengan Bella, takut terpisah saking ramainya.

"Bella, kita ke arah sana aja ya, Nak?" tunjukku ke pelataran paling ujung. Tempat dimana senam pagi tengah berlangsung.

"Ayo, Ma." Bella dengan antusias menarik lenganku agar lebih cepat biar lekas tiba di lokasi senam. Kami mengambil tempat agak di pojok, karena tempat sudah padat. Lalu aku mengikuti gerak pemandu senam yang bergerak lincah. Hingga tubuh mengucurkan keringat.

Usai senam pagi aku mengajak Bella mengitari sekitaran taman dengan lari-lari kecil. Kabut pagi pun perlahan berarak pergi digantikan sinar mentari yang malu-malu mengintip lewat celah daun pepohonan.

Ketika aku tengah minum air mineral tiba-tiba Bella berseru memanggil seseorang.

"Om Piet!" teriak Bella dan tanpa sadar dia berlari beberapa langkah, tapi segera terhenti dan berbalik ke arahku. Sepertinya dia ingat sesuatu dan takut setelah menyadarinya.

Aku mengikuti arah pandangan Bella, benar saja Petra tengah memandang ke arah kami. Dengan langkah ragu dia mendekati kami.

Ah, dunia ini memang sempit.

"Hai, Bella, sedang olah raga pagi juga?" sapanya setelah berdiri di depan kami jarak satu meter.

"Iya, Om, egh ...." lidah Bella tercekat saat bicara. Menatapku bingung, seolah minta bantuan. Harus dengan apa menyebut Petra, aku meraba-raba jalan pikirannya.

"Sudah lama sampai? Oh ya, Om mau ngopi di sana, kalau Bella mau ikut Om, kita mampir kesana yuk, cari sarapan!" tunjukknya pada salah satu kafe dadakan yang menjamur di sekitar Taman.

Kembali Bella menatapku. Sorot matanya sangat sulit kutebak. Tapi, aku bisa melihat ada kerinduan di hatinya untuk bersama Petra. Seperti permintaanku kemarin, Petra tidak pernah lagi muncul di sekolah, Bella.

"Pergilah, Mama tunggu kamu di sini. Mama masih mau lari pagi beberapa putaran lagi." Tolakku halus.

"Aku mohon Kay, ikutlah," ucap Petra lirih, "demi Bella." Aku mengembuskan napas, merasa serba salah. Sulit bagiku menentukan sikap, antara menahan ego dan memenuhi harapan Bella. Sinar matanya yang menatapku luruh mengisyaratkan kerinduannya yang begitu dalam.

Petra memang telah berhasil memikat perhatian Bella. Sesuatu yang tidak bisa aku kendalikan sekalipun dia terlahir dari rahimku. Mungkin ikatan darah itu yang menjembatani. Dengan apa aku bisa memutusnya. Walau luka di hati ini tidak akan pernah sembuh, apakah aku harus menumbuhhkan luka baru di hati Bella?

Tidakkah aku akan menjadi ibu yang egois, bila menjadikan Bella tumbal perasaanku. Membalaskan luka ini dengan menjauhkan keduanya.

"Mama." Bella mengguncang lenganku karena aku terdiam cukup lama. Aku tersadar dan gelagapan.

"Eh, iya." sahutku pendek. Mengikuti langkah keduanya menuju sebuah kafe.

"Bella mau pesan apa? Mau bubur kacang hijau gak. Disini buburnya enak sekali." Petra menawarkan sarapan untuk Bella.

"Bella lebih suka bubur ketan hitam, Om."

"Oh ya, bubur ketan hitam pun enak. Om pernah juga mencicippinya kemarin. Mantap rasanya." Ungkap Petra tersenyum menanggapi Bella.

Hatiku serasa diiris mendengar percakapan itu. Bella yang berpura-pura memanggil Petra, dengan sebutan Om dan Petra yang masih menyatakan dirinya sebagai Om Piet. Entah untuk menjaga perasaanku atau Petra mengira kalau Bella belum mengetahui jati dirinya. Yang jelas suasana hatiku tidak sedang baik-baik saja tapi aku berusaha menahannya. Demi Bella. Yah, semua demi Bella.

Sekilas orang yang melihat kami pasti mengira kalau kami pasangan suami istri yang harmonis. Terlepas dari sikapku yang menjaga jarak. Sementara aku melihat binar wajah Bella yang begitu bahagia, karena dia memang sangat merindukan sosok seorang ayah.

Seperti apa perasaannya saat ini karena mengetahui masih memiliki seorang ayah dan tengah berada bersamanya. Tapi tidak bisa dia jangkau karena masa lalu ayah dan ibunya.

"Kay, pesan apa. Biar sekalian aku pesankan."

"Bubur kacang hijau saja."

"Oke, aku pesan 'kan, ya." Petra pergi memesan makanan diiringi pandangan Bella. Sekilas kemudian dia menatapku. Bella merasa jengah ketika kami saling tatap.

"Kenapa sayang?"

"Mama tidak marah 'kan sama Bella?" ucapnya polos.

"Memang kenapa?" tanyaku menelusuri wajahnya yang menatapku lekat.

"Soal Om Piet."

"Tidak apa sayang. Om Piet adalah Papa Bella. Maafkan Mama situasi menjadi sulit untukmu. Kamu boleh menyebutnya Papa, kapan saja kamu mau. Oke." Aku menggenggam jemari mungilnya dan berusaha tersenyum semanis mungkin.

"Makasih Mama, Bella sangat sayang sama Mama." ucapnya seraya memelukku. Bella mengurai pelukannya ketika Petra kembali.

"Sabar ya, pesanan kita akan datang bentar lagi."

"Iya, Pa." ucap Bella spontan. Petra mengerjapkan matanya, kaget mendengar ucapan Bella. Aku pura-pura menatap layar ponselku. Seolah tidak mendengar apa yang diucapkan Bella.

Petra mau bicara tapi pelayan kafe keburu datang membawa pesanan kami. Dalam diam aku menikmati bubur dihadapanku. Begitu juga dengan Petra. Tapi aku yakin hatinya pasti tengah berkecamuk efek dari ucapan Bella.

Sementara Bella sangat menikmati makanan di depannya. Sepertinya dia tidak menyadari apa yang barusan diucapkan. Sikapnya begitu santai tetapi telah menimbulkan gelombang di dada, Petra.

Usai menikmati sarapan buburnya, perhatian Bella teralih oleh keramaian ditengah taman. Ternyata ada badut. Anak-anak berebutan mau menyalami badut itu. Tidak terkecuali Bella, dia sangat suka melihat badut.

"Ma, itu badut." serunya tanpa pamit bergegas ke tengah taman. Aku bermaksud menyusul ketika Petra berucap, aku jadi mengurungkan niatku tetapi mataku tetap memindai Bella.

"Terima kasih, Kay, akhirnya kamu menginzinkan Bella menyebutku, papanya."

"Tidak perlu berterima kasih, aku melakukannya untuk Bella." sahutku dingin.

"Iya aku tau, tapi aku harus tetap berterima kasih, karena kamu menjelaskan siapa aku yang sebenarnya. Aku masih berharap kamu mau membuka kembali hatimu un ...."

" Stop Petra, kita sudah membahas hal ini. Jangan pernah lagi membicarakan masalah tentang kita. Aku akan memberi izin untukmu secara berkala menemui Bella. Tidak lebih dari itu." kupotong ucapan Petra.

"Tapi Kay."

"Cukup! Aku tidak akan pernah membahas soal ini lagi." ucapku tegas dan aku segera bangkit dari kursiku saat mataku tidak menemukan Bella di tengah taman.

"Ada apa Kay?" ucap Petra saat melihatku nanar menatap taman.

"Aku mau lihat Bella." Aku bergegas meninggalkan Petra. Aku mencemaskan Bella yang menghilang dari pandanganku.

"Tunggu Kay."

Aku melihat seseorang tengah memegang lengan Bella. Otomatis sifat paranoid ku kumat.

"Bella!" Aku menarik tangan Bella hingga terlepas dari sosok yang memeganginya. Bella terkejut begitu juga pria itu. Dan aku lebih terkejut lagi, saat melihat siapa sosok yang memegang lengan, Bella.***

"

Terpopuler

Comments

Yutaka Kansaki

Yutaka Kansaki

apakah itu Bram....
wah jdi penasaran...
makin seru aja...
next mom..
aq tunggu up selanjutnya 👍👍👍 semangat 💪🌹🌹🌹🌹

2024-03-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!