Bab 19."

"Bram?!" seruku kaget melihat Bram lah yang memegangi lengan Bella. Spontan aku kaget kok Bella bisa kenal Bram.

"Iya, ada apa Kay? Kenapa wajahmu panik begitu? Kamu kenal Bella ya?" cecar Bram yang tidak bisa menyembunyikan keheranannya atas sikap kasarku yang menarik Bella dari pegangannya.

"Bella putriku, kok kamu bisa kenal Bella?" Gantian aku yang bertanya dan mengabaikan keheranan Bram.

zxzrf

"Bella putri kamu, Kay?" beliak Bram. Aku mengangguk dan merasa lega, karena tadi mengira orang lainlah yang memegang Bella.

"Bella teman Alicia, mereka satu kelas. Tadi dia kesulitan melihat badut, makanya aku ajak ke sini. Kenapa juga membiarkan Bella berkeliaran." Bram seolah menyalahkan kelalaianku.

"Tadi aku bersamanya di salah satu kafe, Bella sangat suka badut. Dia tadi masih aku pantau." Aku menetralkan degup jantungku karena serangan panik tadi.

"Maafin Bella, Ma. Bella tidak apa-apa." celetuk Bella saat menyadari telah membuat mamanya kalang kabut.

"Iya nak, kamu telah membuat Mama cemas. Lain kali jangan pergi sendiri."

"Kay, ada apa dengan Bella?" ucap Petra yang sudah menyusul langkahku

"Eh, Petra juga di sini?" ucap Bram kaget. Melihat kemunculan Petra yang juga mengkhawatirkan Bella. Sepertinya Bram juga heran kenapa aku dan Petra muncul hampir bersamaan dengan sikap yang sama. Mencemaskan Bella.

"Maafkan Bella Om Piet," ucap Bella beralih memeluk Petra. Bram menatap kami bergantian.

"Eh, Kayla dan Petra sudah saling kenal?" Alis Bram mengernyit heran. Sama seperti aku, juga tidak menyangka Petra kenal dengan Bram.

"Iya, Petra adalah ...." ucapanku belum selesai tapi sudah dipenggal Petra.

"Kami teman kuliah dulu, Pak." sahut Petra membuatku kaget dengan jawaban, Petra. Kata Pak, itu maksudnya apa, apakah Bram atasan Petra? Dan lebih kaget lagi kenapa Petra tidak jujur saja siapa aku sebenarnya.

"Oh, kebetulan jumpa disini, ya? Gimana khabar ibu?" Bram malah bertanya soal mantan ibu mertua. Apakah mereka sedekat itu.

"Ibu saya sehat-sehat, Pak."

"Titip salam buat ibu ya. Oh, ya, saya tunggu laporan yang kemarin." Bram menyinggung soal pekerjaan membuat tebakanku tidak meleset kalau Petra adalah bawahan Bram.

"Baik Pak, besok akan saya serahkan langsung sama, Bapak."

"Oke, selamat liburan ya? Kay, belum mau pulang? Biar sekalian saya antar." Bram menawarkan tumpangan.

"Makasih Bram. Aku dan Bella masih ada urusan lain." Aku melihat wajah Bram berubah karena penolakanku.

"Tante, ayolah Tan. Kita pulang bareng. Bella mau 'kan, biar diantar Papa, Alicia." pintanya memelas.

"Kalau dibolehin Mama."

"Ayo dong, Tan," rengek Alicia membuatku merasa tak enak menolaknya. Akhirnya aku menerima tawaran itu.

"Dadah Om Piet." Petra membalas lambaian tangan Bella. Sempat terlihat olehku sorot matanya yang bersinar aneh kala aku masuk ke mobil, Bram.

Hal yang tidak kuduga, Petra ternyata bekerja di perusahaan Bram. Manajer yang dia tugaskan untuk membuka kantor cabang di kota tempat tinggalku sepuluh tahun terakhir ini.

"Kay sudah lama ya saling kenal dengan, Petra?"

Aku terbatuk mendengar pertanyaan yang tidak kuduga akan diajukan Bram. Aku bahkan merasa sulit untuk menjelaskan kalau Petra adalah mantan suamiku karena ucapan Petra tadi yang menyatakan kalau aku dulu adalah teman kuliahnya.

"Sudah cukup lama," sahutku datar.

"Sudah lama kenal dan saling komunikasi juga?" kejarnya.

"Kami baru berjumpa lagi setelah sepuluh tahun," ucapku dan merasa gerah dengan pertayaan itu. Sepertinya Bram, dapat merasakan keenggananku menjawab pertanyaannya atau memang dia hanya sekedar ingin tau, Bram menyudahi pembicaraan soal Petra.

Beberapa saat kami terdiam. Hanya celotehan Alicia dan Bella yang mendominasi. Beberapa kali aku memergoki sepasang mata Bram di kaca spion tengah.

"Aku tidak menyangka kalau Alicia akan cepat akrab dengan Bella. Padahal mereka tidak sekelas dan Bella lebih tua." Bram kembali memulai pembicaraan dengan topik putrinya.

"Kalau bukan seusia dan sekelas bagaimana mereka bisa akrab?" ungkapku heran.

"Aku terlambat menjemput Alicia. Bahkan dia sudah menangis karena takut. Bella telah membujuknya agar tidak takut. Sejak itulah mereka bersahabat." Mendengar itu Alicia dan Bella tertawa.

"Alicia sebenarnya gak takut, Pa. Tapi Alis dah kebelet pipis tapi takut mau ke toilet. Kak Bella mau menemani Alis. Kak Bella baik sama Alis."

"Oh, karena itu kamu nangis ya?" Bella tertawa.

"Ih, Kak Bella jangan ngejek Alis dong."

"Jangan-jangan Alis udah sempat ngompol." timpal Bram membuat merah wajah Alicia.

"Ih, Papa jahat. Buka aib, Alis." Alis menepuk bahu Bram dengan manja. Bram dan Alicia begitu hangat bercanda. Aku melirik Bella sekilas dan kulihat sinar matanya yang menyiratkan sesuatu. Aku menepuk lengannya dan tersenyum hangat. Menepis rasa yang aku tahu adalah kerinduannya tentang sosok seorang ayah.

"Kita mutar kemana ini?" ucap Bram karena arah menuju kediamanku sudah sampai.

"Belok kanan, Om." sahut Bella.

"Hem, Bella pintar." ucap Bram, melambatkan laju mobil lalu berbelok ke arah kanan memasuki gang.

"Belok kiri lagi ya, Om lalu lurus ke ujung." Aku hanya tersenyum simpul melihat ulah Bella yang menjadi pemandu jalan. Bram sempat memergoki ku yang tersenyum lewat kaca spion.

"Stop Om! Dah sampai!" teriak Bella. Bram berhenti lalu mematikan mesin.

"Rumah Bella ya mana?"

"Tuh Om, cat biru." Bella menunjuk rumah berwarna biru. Berjarak tiga meter dari tempat mobil parkir. Bram bergegas membukakan pintu untukku dan Bella.

"Mampir dulu, Om. Ayo, Alis." Bella lagi-lagi mendahuluiku bicara.

"Lain kali aja ya, Bella. Om dan Alicia pamit dulu." ucap Bram. Seraya mengusap kepala Bella.

"Janji ya, Om!" Bram menganggukkan kepalanya dan menatapku lekat. Aku menghindari tatapan itu.

"Dadah Alicia," ucap Bella melambaikan tangannya. Aku juga ikutan melambaikan tangan. Aku segera membuka pintu pagar begitu mobil yang dikemudi Bram menghilang di ujung gang.

"Mama, ternyata udah kenal juga sama Om Bram dan Alicia ya?" kata Bella saat kami makan siang.

"Iya, Om Bram itu teman Mama semasih.sekolah dulu. Ternyata Bibi Mirah itu kerja sama keluarga Alicia. Pas ngantar gorden kemarin itu, disanalah Mama ketemu Alicia." tuturku mengisahkan pertemuanku kembali dengan Bram.

"Bella gak pernah ngomong kalau dapat teman baru," tanyaku.

"Bella lupa, Ma. Om Piet tadi kenal juga sama Om Bram ya, Ma."

"Iya, karena Om Piet bekerja sama Om Bram." Bella manggut-manggut mendengar penjelasanku.

"Ma, kalau Mama dah bercerai dengan Papa. Tidak bisa bersama lagi ya?" Ucap Bella mengejutkanku.

"Iya, sayang. Karena Mama dan Papa sudah berpisah. Tidak bisa tinggal serumah lagi." kataku berhati-hati memilin kata demi kata yang bisa dimengerti Bella.

Bella sangat kritis dengan hal-hal baru yang dijumpainya dan butuh perjuangan bagiku untuk menjelaskannya. Karena aku tidak ingin dia salah menafsirkannya.

Bella pastinya masih bingung dengan kondisi ayah dan ibunya. Mengapa kedua orang tuanya harus berpisah. ***

Terpopuler

Comments

lindsey

lindsey

bella pasti lebih milih bram yang jadi ayah sambungnya daripada petra. sebab bella jadi ada teman mainnya.

2024-03-21

1

Yutaka Kansaki

Yutaka Kansaki

next kak...
semangat 💪🌹
aq tunggu up selanjutnya 👍...
makin seruuuu...n semakin bikin aq penasaran dg kelanjutan nya...
apakah Bella akan nmbersama Bram cinta wakt SMA dulu tau dengan Petra mantan suaminya...uuuhhh..makin GK sbr nunggu kelanjutannya

2024-03-21

2

Cidaha (Ig @Dwie.author)

Cidaha (Ig @Dwie.author)

Cie, bakal dapat bos nih, Kay. 😁

2024-03-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!