Bab 13. Aku hamil.

Aku sedang membersihkan wajahku dengan kapas pembersih, saat suamiku masuk ke dalam kamar. Seusai makan malam aku malas duduk kumpul bersama di ruang keluarga. Aku merasakan tubuhku kurang enak. Sehingga aku punya alasan untuk masuk ke kamar.

Yang sebenarnya aku malas berhadapan dengan Ibu dan Rena. Bukannya aku cemburu, melihat Rena yang menggelendot manja sama Petra. Selama ini hal itu tidak pernah aku pusingkan.

Bagiku wajar saja, sebagai adik satu-satunya dia bersikap manja begitu. Bahkan aku juga suka memperlakukan Rena begitu disaat-saat tertentu

Seperti membelikannya hadiah kejutan atau uang tambahan jajannya.

Namun, saat mendengar ucapan Ibu, entah mengapa ada rasa yang sulit aku artikan. Seolah disakiti tak kasat mata. Aku merasa tak nyaman jadinya.

"Belum tidur, Dek? Katanya tidak enak badan?" Suamiku memeluk tubuhku dari belakang lalu mengendus leherku dengan ciuman hangatnya.

Aku menggelinjang geli dan berusaha menghindar. Dia membisikkan sesuatu ketelingaku karena aku diam saja, tubuhku diangkat dari kursi. Aku mengalungkan kedua tanganku keleher suamiku. Saat aku dalam gendongannya.

Dengan lembut tubuhku dibaringkan diatas tempat tidur. Baru juga suamiku mau mencumbuku, tiba-tiba terdengar suara ribut di luar kamar.

Petra menghentikan cumbuannya karena suara ribut itu.

"Ada apa ya, Bang? Itu suara Ibu dan Rena," ucapku heran.

Spontan Petra melonjak dari atas ranjang. Hanya mengenakan kolor.

"Bang!" teriakku. Petra menoleh. " Pake celana dulu." Petra buru- buru mengenakan pakaiannya. Lalu melesat keluar kamar. Aku juga merapikan kimonoku dan menyusul.

Aku menyaksikan Rena sedang memeluk erat suamiku. Suasana ruang keluarga berubah seperti kapal pecah saja. Bantal kursi sudah beterbangan kemana-mana. Entah apa yang terjadi.

"Kenapa, Bang?" ucapku karena melihat ibu juga sepertinya ketakutan.

"Gak papa, dek. Cuma kecoak!"

"Hah! Kecoak, hiiii ...." Tanpa sadar aku merinding ngeri. Aku paling jijik dengan binatang itu. Kok bisa ada kecoak di rumah ini, setiap hari aku selalu membersihkannya.

"Mana kecoaknya, Bang?" ucapku. Entah kenapa aku risih melihat Rena yang masih memeluk suamiku. Kelewatan sekali manjanya. Tidak tau kalau dirinya sudah besar, sudah kuliah tapi kelakuan masih seperti anak SD.

"Tadi diarah sana, Bang. Melintas pas Rena rebahan sambil nonton."

"Ya sudah, kecoaknya pasti sudah pergi. Sama kecoak aja takut." sungutku. "makanya kalo pas ngemil, jangan taruh sembarangan. Kamu selalu yampah bersih sedikit napa sih." ucapku kesal melihat bungkus camilan Rena yang berserakan. Heran, melihat kelakuannya yang rakus dan pemalas.

"Ih, Kak Kay kenapa sih jadi sewot. Suka-suka akulah ini rumah rumah aku, bukan rumah kau. Nyadar dong kalo kamu itu numpang." ucapnya.

"Eh, Rena. Kamu itu ngomong apaan. Kayla istri Abang, hormati dia sebagai kakak iparmu. Lagian yang dibilang Kay benar. Apa kamu gak bisa buang sampah ini ke tempatnya." Petra geleng kepala melihat polah adiknya.

"Ih, Abang jahat selalu saja belain, Kayla."

"Bukan bela-belain, Re. Tapi kelakuanmu ini sudah keterlaluan. Kamu pikir Abang tidak memperhatikan ulahmu selama ini. Hampir tiap hari kamu nyampah, yang repot bersihin selalu Kayla. Kelakuan kamu kek anak kecil saja."

"Dasar tukang ngadu, munafik lo!" tuding Rena ke Kayla, lantas berlari ke kamarnya.

"Siapa juga yang ngadu. Abang liat sendiri kelakuanmu. Bukannya sadar malah nuduh yang gak-gak. Liat, Bu, itu akibat dia terlalu dimanjakan." Petra menatap kepergian adiknya yang tidak suka dinasehati.

"Kamu juga keterlaluan. Selalu belain Kay didepan adekmu." cebik Bu Dinar, mertua Kayla.

"Astaga! Ada apa dengan semua ini. Kenapa makin kacau saja dari hari ke hari." Petra menyugar rambutnya dengan jari.

"Sudah, Bang, balik ke kamar yuk." Aku menarik lengan Petra, tidak ada gunanya membahas semua itu. Rena sudah sulit mengubah sifatnya yang egois. Selalu ingin menang sendiri.

"Aku benar-benar heran, kenapa Ibu dan Rena selalu saja bikin masalah. Dek, kamu itu tolong mengalah aja ya. Biar keluarga kita akur."

"Mengalah bagaimana maksud abang?" ucapku tidak mengerti

Agak lama Petra baru menjawab. Dia menghela napas berat sebelum mengeluarkan isi hatinya.

"Begini, kemarin itu Ibu ngomong ke aku. Beliau minta agar keuangan kita ibu yang kelola."

"Maksud Abang, gaji Abang sepenuhnya ya?" ucapku.

"Iya, aku juga belum mengiyakan sih. Makanya aku diskusi sama kamu. Bagaimana pendapat adek."

"Ibu, kenapa sampai ngomong begitu. Kalau memang Ibu butuh tambahan uang, 'kan bisa ngomong tapi kenapa harus Ibu yang pegang gaji abang sepenuhnya?" ucapku tak habis pikir.

"Entahlah, Abang juga gak ngerti. Mungkin karena selama ini Ibu yang biasa pegang gaji abang."

"Iya, tapi abang 'kan sudah menikah, bukan lajang lagi."

"Ah, Abang juga gak paham dek, dengan jalan pikiran Ibu. Padahal menurut Abang kamu itu sudah bijak kok mengatur keuangan di rumah ini.

"Apa tidak sebaiknya kita pindah saja dari rumah ibu. Kita ngontrak dan hidup mandiri, Bang?"

"Bukan abang tidak mau, tapi menurut Abang itu bukan solusinya. Abang gak tega juga harus ninggalin Ibu dan Rena." Aku menghela napas panjang mendengar ucapan suamiku. Sebersit rasa kecewa bercokol di dada karena suamiku tidak tegas menentukan pilihan.

"Kalau begitu, Abang akan menuruti kemauan, Ibu? Okelah, kalau itu keputusan yang terbaik menurut Abang, terserah. Aku akan menuruti putusan abang." ucapku kecewa. Tiba-tibà aku merasa pusing, perutku juga mual.

"Kamu kenapa, Dek?" samar masih kudengar kata itu sebelum tubuhku mendadak limbung. Semua terasa gelap bagiku. Ketika aku membuka mataku, ternyata aku sudah ada diruangan bercat putih dengan aroma khasnya.

"Kamu sudah siuman, Dek. Syukurlah." Petra memeluk tubuhku yang masih terbaring.

"Aku kenapa, Bang?" ucapku bingung karena berada di ruangan praktek dokter Mila.

"Tadi adek mendadak pingsan."

"Kok bisa?" ucapku heran.

"Hem, kenapa ya?" Petra malah tersenyum menggoda membuatku makin kebingungan. " Adek udah telat, ya?"

"Telat apa, Bang?"

"Mungkin Adek lagi hamil. Makanya pingsan tadi."

Aku mengingat-ingat jadwal haidku. Ah, iya sepertinya haidku memang telat datang. Benarkah aku hamil? Sudah biasa kalau siklus haidku tidak teratur. Bahkan pernah telat satu bulan tapi aku tidak hamil. Suamiku memang sudah menginginkan agar aku hamil. Apalagi kami sudah menikah lebih setengah tahun.

"Abang tau dari mana. Adek sering telat, tapi akhirnya datang juga."

"Hem, iya ya. Dokter Mila tadi yang ngomong. Tapi harus dipastikan juga dengan test."

Dokter Mila masuk keruang periksa diikuti Rena dan Ibu mertua.

"Bagaimana, sudah baikan?" sapa dokter Mila.

"Eh, iya dokter," sahutku.

"Ibu harus berhati-hati ya. Jangan terlalu lelah. Jaga kesehatan dan asupan gizi yang cukup."

"Apa benar saya hamil dokter?"

"Iya. Melihat dari kondisi Ibu. Besok ibu datang lagi dan bawa hasil test pecknya. Sekarang ibu boleh pulang. Ibu harus banyak istirahat, ya.

Aku terkejut mendengar berita itu. Semoga saja harapan kami segera terwujud memiliki anak.***

Terpopuler

Comments

Hana Roichati

Hana Roichati

Makasih up doublenya Kak 👍👍

2024-03-16

1

Yutaka Kansaki

Yutaka Kansaki

Alhamdulillah double up...
ya Allah...Jaga kesehatan mak...
semoga cepat sembuh... selalu diberikan kesehatan agar bisa up terus.... semangat 💪🌹🌹🌹🌹

2024-03-15

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!