Bab 10.

"Hentikan Petra!" Teriakku saat mobil yang dia kendarai makin jauh meninggalkan sekolah. Entah apa yang ada dalam pikirannya hingga membawaku secara paksa.

"Aku mau bicara, Kayla." ucapnya tetap fokus ke jalan.

"Mau bicara apa lagi. Semua sudah jelas antara kita tidak ada hal apapun!"

"Aku mau bicara soal, Bella." ucapnya serius.

 Bella? Kamu tidak punya hak soal Bella. Dia itu anakku." Semburku langsung emosi. Entah kenapa aku paling tidak suka Petra bicara soal Bella. Dia tidak berhak sama sekali, meskipun Bella darah dagingnya. Karena akulah yang berjuang selama ini membiayai kebutuhan, Bella.

"Dia juga anakku, Kay. Kita belum syah bercerai! Kamu juga tidak pernah menikah setelah berpisah dariku. Kenapa kamu tidak jujur kalau kamu sedang hamil waktu itu." Ungkapnya tandas.

"Satu hal yang paling aku syukuri, adalah terbebas dari lelaki bajingan seperti kamu! Kamu ceraikan aku karena tidak memberimu keturunan setelah keguguran itu. Kamu dan keluargamu menghianatiku, membuangku begitu saja. Lantas sekarang kamu tuntut kejujuranku. Dasar tidak tahu malu! Ceraikan aku!" ucapku lantang.

"Kay, aku telah bersalah. Aku mohon maaf telah melukai hati mu dulu. Mari kita lupakan masa lalu itu. Demi Bella. Aku mohon, Kay." ucap Petra setelah menepikan mobil di jalan sepi. Nada bicaranya berubah lembut dalam sekejap.

"Semudah itu kamu berkata setelah apa yang kamu lakukan? Demi Bella, fuih! Kamu membuatku ingin tertawa, Pet. Apa yang kamu lakukan sepuluh tahun lalu tidak akan pernah hilang. Sangat lucu sekarang kamu bicara soal masa depan Bella. Kemana kamu selama ini, pernahkan kamu membiayai hidupnya. Apakah kamu ada disaat dia lahir ke duania ini. Menjaganya waktu sakit, membeli susu dan pakaiannya. Kamu hanya bermodal spe**a, beraninya kamu mengakui dia anakmu. Dan satu lagi, aku tidak akan pernah membahas masa depan lagi dengan orang yang mencampakkan aku." ucapku meradang.

"Kay, maafkan aku. Lima tahun terakhir ini aku selalu mencarimu untuk meminta maaf. Tapi kamu telah pindah dan tidak seorang pun yang mau memberi alamatmu. Aku sudah menerima karma dari perbuatanku. Wulan meninggalkan aku, ibu sakit stroke. Aku juga kehilangan pekerjaanku. Aku sudah menerima hukuman itu. Dan jika kamu juga mau menghukumku, lakukanlah Kay, tapi aku mohon beri aku kesempatan menebus kesalahanku pada kalian. Membahagiakan kamu dan Bella." Petra berusaha memelukku tapi kutepis dengan kasar. Aku jijik saat tangannya menyentuh lenganku.

"Itu urusanmu, tapi satu hal yang pasti jangan berharap tentang kami. Kamu cari saja perempuan lain, aku kira kamu akan mudah mendapatkannya. Pergilah dari hidupku juga Bella." ucapku tetap teguh. Petra menatapku putus asa. Kepalanya dia tundukkan diatas kemudi.

Laki-laki yang telah meneduhkan hatiku lima belas tahun lalu itu saat ini persis seorang kesatria yang kalah perang. Entah kemana perginya wajah yang menyiratkan rasa percaya diri itu.

Lucu juga ternyata pernikahannya hanya bertahan lima tahun. Tanpa kelahiran seorang anak pun. Begitu angkuhnya ucapan mertuaku dulu, kalau Wulan pasti akan memberinya keturunan, karena masih muda dan sehat.

Nyatanya sekarang apa. Wulan malah meninggalkan Petra. Anak yang begitu dia harapkan tidak pernah lahir. Sementara dia mengabaikan sendiri anaknya. Anak yang tidak pernah ia ketahui keberadaannya. Usia perkawinanku masih tiga tahun waktu itu, tapi dengan mudahnya mereka menuduhku wanita tidak sempurna.

"Kay, aku tidak sengaja melihatmu sebulan lalu di sebuah pusat perbelanjaan. Setelah pencarianku yang gagal lima tahun ini. Tuhan mempertemukan aku kembali denganmu. Awalnya ku kira kamu telah menikah lagi, terutama saat melihat Bella. Aku mengikuti kalian sepanjang hari hingga kalian pulang ke rumah. Aku memang tidak pantas untuk menjadi ayah Bella. Kamu benar, aku tidak punya andil apa-apa selama ini dalam kehidupan Bella. Karena itu aku mohon, beri aku kesempatan menebus kesalahanku itu."

"Tetap saja aku tidak bisa, Petra. Aku harap kamu jangan menemui Bella lagi. Fokuslah dengan masa depanmu. Kami akan baik- baik saja karena sepuluh tahun ini kami sudah cukup bahagia tanpa hadirmu. Dan akan lebih bahagia lagi jika kamu tidak mengusik kehidupan kami."

Petra menunduk lemas, gurat wajahnya begitu putus asa. Peduli apa aku dengan perasaannya. Apapun yang diomongkannya tidak akan membuka pintu hatiku lagi untuk kehadirannya. Bisa saja dia cerita apa saja, untuk menarik simpatikku. Toh, aku tidak melihat semua yang dia alami.

Hatiku sudah tawar sulit sekali berdamai dengan luka ini. Bisa saja aku memaafkannya. Dengan waktu luka itupun akan kering juga dengan sendirinya. Tapi menerimanya kembali dalam kehidupanku itu yang tidak bisa aku lakukan. Sangat, sangat sulit menerimanya lagi hidup bersamaku karena akan ada saat-saat luka itu akan berdarah lagi dengan cara yang lain.

Ibarat gelas retak, diisi kembali dengan air. Perlahan dan pasti air itu akan merembes juga lewat celahnya meski telah direkat rapat. Dan bila benar-benar hal itu terjadi, rasanya akan lebih sakit belipat-lipat dari luka pertama.

Mending menata hati ini, agar lukanya tidak semakin parah. Menutup setiap celah untuk terjadinya luka baru.

"Aku harus pergi." Aku mencoba menekan tombol di sisi pintu mobil dan ternyata sudah tak terkunci. Saat tanganku hendak mendorong pintu dan tubuhku condong untuk keluar, Petra berucap.

"Kay, aku mohon kamu terima ini," dia mengangsurkan sebuah kartu, " untukmu dan Bella. Sebagai bentuk tanggung jawabku pada kalian. Terserah kamu mau pakai atau tidak tapi aku harap kamu menggunakannya. Setiap bulan aku akan mengisinya. Aku akan pergi seperti yang kamu inginkan. Maafkan aku telah membuat kalian tidak nyaman akhir-akhir ini." Aku kembali duduk ke posisi semula saat Petra menyerahkan kartu ATM itu.

Tanganku masih diam membeku tidak menerima, lalu Petra menjejalkannya ke telapak tanganku.

"Aku tidak akan memaksamu, Kay. Aku tau hatimu telah tertutup untukku. Tapi aku mohon, ini untuk Bella. Aku tau tidak akan bisa menebus pengorbananmu selama ini pada Bella dengan apapun." Petra tetap menyelipkan kartu itu ketanganku. Suaranya yang tercekat dan bergetar mau tidak mau menyentil secuil hatiku.

Aku tetap mencoba bertahan, tidak terpengaruh akan suasana yang tiba-tiba membuatku serba salah.

"Baiklah, aku terima kartu ini. Tapi, kapan saja kamu berubah pikiran aku akan mengembalikannya lagi padamu." Aku buru-buru keluar dan menutup pintu itu kembali. Aku bersikukuh tidak mau diantarnya kembali kelokasi sekolah, aku menyetop becak yang kebetulan melintas.

Entah seperti apa suasana hatiku saat ini. Antara benci dan kasihan saling bergumul di hatiku. Lima tahun mengenal Petra, dua tahun masa berpacaran dan tiga tahun hidup dalam naungan pernikahan cukup banyak menyisakan kenangan kebersamaan kami.

Dia yang dulu selalu lembut, penuh perhatian selama kami jadi sepasang kekasih. Itulah yang membuatku yakin untuk menerima lamarannya. Ditahun pertama, pernikahan kami dicobai karena aku mengalami keguguran.***

Terpopuler

Comments

Rieya Yanie

Rieya Yanie

nyesel.setelah ditinggalka istri muda..

2024-03-12

1

lindsey

lindsey

nyeselkan lo sekarang pet? makanya jangan maen seenak lo sendiri dan mak lo nyepelein istri yang baik dan ngata2in juga terus ninggalin gitu aja tanpa tanggung jawab apapun. rasain lo sekarang ga punya siapa2

2024-03-12

1

Basaria Siahaan

Basaria Siahaan

lanjut Thor 🌹🌹

2024-03-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!