Mama Yenni benar-benar merawat keduanya dengan baik. Terutama Adit yang memang membutuhkan perhatian khusus. Bocah 10 tahun tersebut mungkin telah bisa menerima keadaan jika dirinya harus duduk di kursi roda entah sampai kapan mengingat kondisi mereka yang tidak sedang baik baik saja.
Senyum Adit selalu mengembang didepan sang kakak. Tak ingin menambah beban berat dan hanya bisa memberi semangat.
"Dek, sudah makan?"
Ehm Adit mengangguk dan melemparkan senyumnya.
"Sudah, tadi mama bawa lauk enak deh kak."
"Mama?" Dee menengok kanan kiri takut sang adek sedang berhalusinasi.
"Dek, yang sabar ya. Do'ain terus mama dan papa disana. Kakak tahu adek merindukan mereka tapi kita harus tetap ingat pada Allah." Dee mengusap lengan kecil Adit penuh sayang.
Hi hihi
Adit terkikik geli membuat Dee semakin tak mengerti. "Jangan jangan dia kesurupan"
"Dek."
"Kakak kenapa? Adit tahu kalau mama dan papa sudah tenang di sana, mereka juga sedang tersenyum melihat kita asal kita tidak bersedih maka mereka juga akan merasakan kebahagiaan yang sama dengan kita. Kata mama Yenni, kita tidak boleh bersedih terus agar apa yang kita inginkan bisa dikabulkan oleh Tuhan."
"Mama Yenni?"
"Heum, tadi mama datang bawain buku cerita juga alat menggambar, itu disana." Adit menunjukkan sebuah lemari kecil yang entah sejak kapan sudah ada disana. Ada beberapa buku dan alat-alat tulis terlihat disana.
"Adit senang?"
"Heum, bukunya bagus bagus. Adit juga dibelikan buku surat surat pendek supaya bisa mendoakan mama dan papa disana, ini bukunya." Adit berbinar memperlihatkan kebahagiaan yang kentara dari sorot matanya yang bening.
Dee ikut tersenyum hatinya menghangat melihat semangat yang berkobar dalam diri adiknya. Tak ada lagi kesedihan terpancar dari mata itu seperti seminggu lalu dimana sang adik selalu histeris saat menyadari kedua kakinya tak lagi bisa digunakan berjalan.
Adit terlihat sangat putus asa dan hal itu sempat membuat Deviana merasa gagal menjaga sang adik. Dee mengusap air mata yang dengan lancangnya menetes di kedua sudut matanya.
"Kalau boleh kakak tahu kenapa panggilnya mama sama tante Yenni?"
"Mama bilang kalau panggilan tante itu buat wanita cantik yang masih muda nah kalau mama katanya sudah tua sudah nggak pantas lagi dipanggil tante." Adit terkikik diujung kalimatnya membuat Dee juga tersenyum menatap haru sang adik.
"Oh ya dek, mulai besok kakak sudah kerja lagi. Apa tak apa kakak tinggal sendiri?"
"Heum, Adit kan sudah besar kak." jawab Adit dengan mata berbinar sambil menganggukkan kepalanya berulang kali demi bisa menyakinkan sang kakak kalau dirinya tak apa apa jika ditinggal sendirian.
Huuuft
Deviana menghembuskan nafas berat. Tak ada pilihan lain bagi gadis itu selain kembali bekerja di bengkel milik Bang Beni. Orang yang ditemuinya tanpa sengaja karena mobilnya mogok dijalan. Dee yang memang suka sekali membantu mendiang papanya dulu sedikit tahu tentang mesin hingga tanpa ragu gadis itu membantunya.
Siapa sangka, kemampuan otodidaknya tersebut malah menjadi ladang pencarian rizki untuknya dan sang adik. Dee masih bersyukur ditengah kehancuran keluarganya dirinya masih bisa menghidupi sang adik meski sangat terbatas.
"Oh ya kak, mama bilang kita bisa pindah rumahnya besok siang. Hari ini masih dibersihkan."
Ha
"Pindah rumah??"
"Iya."
Dee menatap sang adik tak mengerti, namun gadis itu memilih diam dan menunggu saat yang tepat untuk berbicara dengan mama Yenni. Dee tak ingin berhutang budi terlalu banyak. Wanita baya itu sudah terlalu banyak membantunya juga sang adik dirinya tak ingin semakin merepotkan.
*************
"Ric, ada Bella tuh di luar."
"Mau ngapain dia kesini, nggak ada janji temu kan dengan perusahaan papanya?"
"Mau ketemu denganmu katanya."
"Masalah apa?"
Roy mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu. Rico menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa, memijit pangkal hidungnya pelan.
Bukan tak tahu dengan maksud wanita itu untuk datang, namun Rico tak ingin memberi harapan. Hatinya tak pernah lagi merasakan getaran seperti dulu. Cintanya seolah mati sebelum berkembang hingga membuat Rico enggan untuk memulai suatu hubungan.
Baginya cukup kehadiran mama, kakak ipar dan adiknya. Rico cukup senang dengan hidupnya saat ini. Tak ingin menjalin kasih atau berharap lebih, karena rasa sakit yang dia rasakan bahkan hingga kini masih sangat terasa. Dua tahun perjuangannya dulu sia sia pada akhirnya.
"Aku tak ingin menemuinya jika bukan masalah pekerjaan." putusnya kemudian membuat Roy menghela nafas.
"Sampai kapan Ric?" Rico menoleh tak mengerti pada asisten dan juga sahabatnya tersebut.
"Sampai kapan kamu mau menutup diri begini, apa kau masih mengharap kehadirannya?"
"Tidak!! Aku tak mengharap apapun tapi aku juga tak ingin merasakan hal yang sama."
"Nggak semua perempuan sama seperti dia, Ric. Harusnya kau bisa memahami itu. Coba buka hatimu dan terima mereka siapa tahu kau bisa keluar dari rasa trauma yang kau miliki. Kau lihat kak Ray, kau tahu bagaimana dia lebih dari pada yang aku tahu. Tapi lihat sekarang, dia bahagia dengan cintanya."
"Mungkin nanti, tapi tidak untuk saat ini." Rico meraih gelas diatas mejanya dan meneguk isinya hingga tandas.
Roy menggelengkan kepalanya, percuma juga memaksa jika orangnya sendiri memang tak mau.
"Oh ya Roy, tentang rumah yang mama minta bagaimana, apa sudah kau dapatkan?"
"Mama sedang meninjaunya hari ini." Roy kembali ke mejanya yang memang berada dalam satu raungan dengan Rico, hal itu dilakukan atas permintaan Rico sendiri mengingat beberapa bulan yang lalu, Bella nekat masuk ke dalam ruang kerjanya dan berusaha untuk menjerat Rico.
"Kalau begitu lebih baik kita kesana."
Ha
"Lalu bagaimana dengan pekerjaan mu, bukankah kau bilang sibuk hari ini."
"Biarkan saja, aku sedang ingin menghirup udara segar, ayo." Rico beranjak meraih jas yang dia letakkan di sandaran kursinya dan berjalan dengan tenang keluar dari ruangannya.
"Terserah lah, kan dia bosnya."
Roy merapihkan sebentar mejanya sebelum berlalu mengikuti langkah Rico yang semakin menjauh.
Di lobi dapat mereka lihat keberadaan Bella yang masih bertahan disana. Gadis cantik dengan dress bunga bunga selutut itu nampak tersenyum manis manakala melihat sosok Rico yang berjalan keluar dari dalam lift.
Dengan senyum yang mengembang Bella mendekat.
"Ric, aku tahu kau pasti akan turun juga. Aku sudah menunggumu dari tadi." gadis itu mencebik namun setelahnya menampilkan senyum nya kembali.
"Maaf aku sibuk."
"Nggak papa toh sekarang kamu sudah turun, ayo kita pergi?" Ucapnya dengan upaya meraih lengan Rico namun pemuda itu segera menipisnya.
"Aku ada urusan diluar dan maaf aku nggak ada waktu untuk urusan yang tak penting. Sebaiknya kau pulang, dan jangan lakukan hal percuma yang akan membuang waktumu."
"Bagaimana jika aku ikut, kita bisa makan setelahnya?" tawar Bella yang tak ingin kehilangan kesempatan kali ini.
"Jangan memaksaku untuk bertindak kasar padamu, Bel. Pulanglah!!"
Rico melangkah cepat diikuti oleh Roy yang hanya mengedikkan bahunya. Roy sangat tahu pasti wanita seperti Bella tak akan semudah itu menyerah. Tapi selama masih bisa diatasi maka dirinya tak akan turun tangan untuk membantu Rico.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Wah keren De..👏👏👍👍👍
2024-09-26
0
niktut ugis
nama mu cantik Bella mungkin secantik orang nya tapi jangan pernah mengejar yg tak pasti
2024-06-02
0
@☠⏤͟͟͞R Atin 🦋𝐙⃝🦜
Bela ini terlalu pede sekali dia, jan dipaksa lah kalo Rico nya gak suka ke kamu
2024-04-26
1