Bab Sepuluh

Harris terdiam mendengar semua nasehat yang diberikan sang ibu. Namun, semua sudah tak bisa disesali. Tak akan bisa kembali. Syifa pasti begitu sakit hati sehingga meninggalkan rumah. Padahal dia telah mengatakan jika rumah itu hak milik Syifa. Atas nama dirinya.

Setelah makan malam, Ibu Marni membantu bibi membersihkan dapur sedangkan Harris memilih duduk di ruang keluarga. Masih terus mencoba menghubungi ponsel Syifa, berharap akan aktif.

Mereka sedang asyik dengan aktivitas masing-masing ketika tiba-tiba ponsel milik Ibu Marni berdering. Wanita itu lalu berjalan mendekati meja.

Ibu Marni buru-buru mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja dan melihat nama yang tertera di layar. Matanya terbelalak kaget ketika melihat nama yang tidak terduga.

"Harris, ini nomor dari rumah sakit," ucap Ibu Marni dengan suara gemetar.

Harris langsung menoleh dari ponselnya dan melihat ekspresi wajah ibunya yang pucat pasi. Tanpa berkata apa-apa, Harris segera menghampiri ibunya yang masih memegang ponsel.

"Apa yang terjadi, Ibu?" tanya Harris cemas.

Ibu Marni menelan ludahnya, kemudian ia dengan terbata-bata menjelaskan bahwa ada seseorang yang memberitahu jika bapak Darimi, ayah Harris, sedang berada di rumah sakit dalam keadaan kritis akibat kecelakaan. Harris terkejut mendengar kabar tersebut dan refleks segera mencabut ponsel dari tangan ibunya.

"Ayah? Apa yang terjadi dengan Ayah?" tanya Harris panik sambil menekan nomor yang tertulis di layar ponsel. Dia mencoba menghubungi nomor itu kembali.

"Sabar, Nak. Kita harus tenang dulu," ucap Ibu Marni sambil mencoba menenangkan Harris. Padahal sebenarnya wanita itu juga sangat cemas setelah mendengar berita dari seseorang tadi.

Setelah beberapa nada panggilan, akhirnya telepon tersebut diangkat oleh seseorang di seberang sana. Harris menarik napas dalam-dalam, sambil menunggu suara di ujung telepon.

"Saya dari rumah sakit, ini mengenai Bapak Darimi. Beliau mengalami kecelakaan dan sedang dalam perawatan intensif di sini," ucap suara pria yang terdengar serius di seberang sana.

Harris merasa dunianya seakan-akan berhenti berputar. Dia terdiam sejenak, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ibu Marni berusaha menenangkan Harris yang mulai tampak kesulitan bernapas.

"Nak, kita harus segera pergi ke rumah sakit. Ayahmu butuh kita," ucap Ibu Marni sambil memegang tangan Harris.

Tanpa berkata apa-apa, Harris segera mengambil jaketnya dan bersiap-siap untuk pergi. Mereka berdua bergegas menuju rumah sakit, dengan perasaan cemas yang sulit mereka sembunyikan.

Sesampainya di rumah sakit, Harris dan Ibu Marni langsung menuju ruang perawatan di mana ayah Harris sedang berada. Mereka disambut oleh seorang perawat yang menjelaskan kondisi terkini dari bapak Darimi.

Ibu Marni duduk gelisah di bangku ruang tunggu rumah sakit, sementara putranya sedang berbicara dengan petugas administrasi. Tangannya gemetar dan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Dia tak menyangka bahwa malam ini akan menjadi malam yang begitu suram.

Beberapa saat kemudian, Harris menghampiri ibunya dengan langkah lemah. "Bu, ayah telah pergi," kata Harris dengan ibunya sambil mencoba menyembunyikan kesedihan di matanya. Ibu Marni terpaku. Dia tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Suaminya, orang yang selalu tegar dan penuh semangat, sekarang telah pergi untuk selamanya.

"Nak, ibu harus melihat ayahmu," ujar Ibu Marni seraya menangis. Mereka berdua pun berjalan menuju ruang jenazah. Saat mereka sampai di ruangan tersebut, Harris membeku melihat tubuh bapaknya terbaring lemas di atas meja dingin. Apa lagi sang ibu. Tubuh wanita itu terlihat lemah.

Harris duduk di samping tempat tidur jenazah dengan tatapan kosong. Ibunya memeluknya erat, mencoba memberikan kehangatan dan kekuatan di saat yang sulit ini. "Harris, ayahmu selalu akan ada di hati kita. Dia adalah pahlawan kita sepanjang hidup," ujar ibunya dengan suara lembut.

Harris mengangguk pelan. Dia tahu bahwa semua kenangan bersama ayahnya akan selalu terpatri di hati dan pikiran. Mereka berdua telah melewati begitu banyak hal bersama-sama, dan Harris tak pernah menyangka bahwa akhirnya mereka akan berpisah dengan cara yang begitu tragis seperti ini.

Beberapa saat kemudian, Harris pun bangkit dari duduknya. Dia ingin memberikan yang terbaik untuk sang ayah dalam upacara pemakaman nanti. Harris memegang tangan ayahnya dengan lembut dan menyeka air mata yang masih berlinang di pipinya.

"Harris, kamu bisa melihat ayahmu sebentar saja, nanti kita harus bersiap-siap untuk pemakamannya," ujar ibunya. Harris pun mengangguk dan mengucapkan selamat jalan terakhir untuk ayahnya, Bapak Darimi.

"Ya Allah, kenapa cobaan datang bersamaan begini. Aku baru saja berpisah dari menantuku dan saat ini aku harus kehilangan sang suami," gumam Ibu Marni. Dia berusaha tegar, meski sebenarnya hatinya sangat remuk.

Harris mengurus semua administrasi agar jenazah ayahnya bisa segera di bawa ke rumah.

***

Di hari pemakaman, Harris dan ibunya dikelilingi oleh keluarga dan teman-teman mereka. Mereka semua datang untuk memberikan dukungan dan mengenang sosok Bapak Darimi yang begitu berarti bagi mereka semua.

Nadia selalu saja berada di samping Harris. Seolah ingin mengatakan jika dia pasangannya pria itu.

Harris berbicara di depan makam ayahnya, "Ayah, terima kasih sudah menjadi pahlawan dalam hidupku. Aku akan selalu mengenang mu dengan penuh cinta dan rasa terima kasih," ucap Harris dengan suara yang gemetar.

"Terima kasih untuk semua cinta dan kasih sayangmu yang tak akan pernah ku lupakan, Suamiku. Selamat jalan, semoga kau bahagia di sisi-Nya. Tak akan pernah terlupakan senyum manismu yang selalu menghangatkan hatiku.Kini kau telah menjadi bintang di langit yang akan selalu menyinari jalan hidupku," ucap Ibu Marni.

"Ayah, meski kini engkau telah pergi, tetapi kenangan akanmu tetap terpatri dalam hatiku. Doaku selalu menyertaimu di alam sana.Tidak ada seorang pun yang bisa menggantikan peranmu dalam hidupku, ayah.Doa dan rinduku selalu menyertaimu, ayah," gumam Harris dalam hatinya.

Setelah pemakaman selesai, Harris kembali ke rumah bersama Nadia dan ibunya. Mereka duduk di ruang tamu dengan hening. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Tak berapa lama ibu pamit masuk ke kamar. Satu-satu pelayat juga pada pulang.

Harris teringat akan Syifa melihat Nadia yang hanya diam sambil bermain ponsel, bukannya menemani sang ibu dan menghiburnya.

"Jika saat ini Syifa masih di sini, pasti dia akan menemani dan menghibur ibu," gumam Harris dalam hatinya.

***

Di kota lain, Syifa yang sedang menyantap makan malam menjadi tersedak. Dia jadi teringat pada kedua mertuanya.

"Kenapa aku tiba-tiba teringat ayah dan ibu. Aku merasa ada sesuatu yang terjadi pada mereka. Pada siapa aku harus bertanya? Apakah sebaiknya aku menghubungi ponsel ibu?" tanya Syifa dalam hatinya.

...----------------...

Selamat Siang. Nanti di bab berikutnya mungkin mama akan buat beberapa tahun kemudian. Dan kadang di bab berikutnya ada flashback, karena novel ini memakai alur maju mundur.

Baca tiap bab update, ya. Jangan menumpuk bab. Terima kasih. 😍😍😍

Terpopuler

Comments

YuWie

YuWie

mbok wis tho syif2..baik yo baik..jare meh melupakan semuanya kok malah mau nelp harang

2024-04-26

0

ꪶꫝ༄༅⃟𝐐MD𝕿𝖎𝖌𝖊𝖗⒋ⷨ͢⚤☠️⃝⃟𝑽

ꪶꫝ༄༅⃟𝐐MD𝕿𝖎𝖌𝖊𝖗⒋ⷨ͢⚤☠️⃝⃟𝑽

aku lanjut thor

2024-03-22

1

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

Harris udh di ksh orang yg baik milih barang jelek
.kamu kehilangan ayah sebagai pahlawan kamu tp kamu sendiri ga mau jd pahlawan buat anakmu..

2024-03-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!