Ada banyak hal yang sangat berpengaruh satu bulan ini, aku sendiri juga terkejut karena hal hal ini, saya akan menyebutkannya satu persatu. Yang pertama tentang seorang anak bernama Muklis yang mulai mengganggu beberapa anak termasuk Daffa, hal ini dimulai sejak hari ke lima dimana banyak anak yang sedang mandi telanjang tanpa sehelai benang pun di tubuhnya, walaupun hal ini dianggap menjijikkan oleh sebagian orang, tapi disini justru dianggap sangat lumrah. Disaat satu persatu anak mulai melompat dan menceburkan diri ke sungai, Muklis malah menemukan sebuah kain panjang dengan lebar yang tipis, lebih mirip tali, hal ini memunculkan ide gila dimana setiap anak yang keluar akan dia cambuk agak keras, alasannya karena mereka mandi telanjang, walaupun tidak terlalu sakit, tapi hal ini sangat mengganggu. Aku memutuskan tidak ikut mandi karena yaa, malas aja. Daffa adalah anak pertama yang keluar dari air dan langsung dicambuk oleh Muklis sembari ditanya, "Kon Lapo gak nggawe telesan ( kamu kenapa nggak pakai baju )." Muklis mulai mengangkat lengannya bersiap mencambuknya lagi, tapi kali ini dia lakukan sangat keras dan sengaja tidak dia arahkan ke Daffa, walaupun sikapnya menjengkelkan tapi dia masih punya hati. Daffa yang sudah terlanjur takut dicambuk, berusaha kembali ke air yang membuat cambukan Muklis yang diarahkan ke sungai mengenainya. beberapa orang yang mendengar suara cambukan keras itu seketika menoleh, beberapa yang lain tidak mendengar karena sedang menyelam atau memang tidak peduli saja. Daffa hanya bisa jongkok sembari memegangi punggungnya yang berwarna merah muda, Muklis yang tidak berniat menyakitinya mulai merasa bersalah dan terus mengoceh tentang dirinya yang memang tidak berniat sama sekali untuk mencambuknya keras, dia bahkan sampai melepaskan bajunya, menunjukkan luka yang terdapat di dadanya agar Daffa mau untuk membalasnya, Daffa yang masih meringis kesakitan melihat luka bakar itu dengan mata melebar, dia benar benar terkejut mendapati kalau anak didepannya ini memiliki masa lalu yang kelam, itulah hal yang dia pikirkan.
"Cok, nguawore ( Cok keterlaluan )." banyak anak mulai tertawa kecil sembari terus menyalahkan Muklis, Muklis saat itu hanya bisa tersenyum seperti kuda. Tanpa pikir panjang Daffa langsung berdiri sembari mengatakan, "westala ojok dioros, ngene tok ae ( sudahlah, jangan dipedulikan, lagian gini doang kok )." Daffa mengeluarkan senyuman lebar nan tulus dihadapan kami semua sembari memegang rambut Muklis, yang seketika membuat Muklis dan aku kaget, mataku ikut melebar, bagaimana bisa anak ini tetap tersenyum walau di cambuk keras hanya karena matanya melihat luka bakar, sesederhana itu kah pikiran anak ini, hal ini juga lah yang menjadikanku sebagai orang paling terkejut diantara semua anak karena bukannya terkejut anak anak lainnya malah tertawa melihat senyuman itu, tanpa aku sadari terdapat seorang anak yang nanti sore menyebabkan masalah kedua melewatimu begitu saja, anak bertopi itu memegang ujung topinya dan berjalan sedikit cepat menuju jalan lain sungai ini. Intinya hal sekecil ini malah membuat Muklis semakin meneruskan kelakuannya bahkan mengajak beberapa anak yang lain untuk membully, bukan mengajak sih, tapi lebih ke meniru Muklis. Kasus ini akan semakin berkembang dari waktu ke waktu, mulai dari saat itu juga angkatan kami di bagi menjadi dua, yang dibully dan membully. Lalu bagaimana keadaan Daffa?, dia pada akhirnya memutuskan untuk tidak menghiraukan tatapan kebingungan kami berdua dan malah masuk kembali kedalam air, semuanya yang masih kebingungan hanya bisa tertawa keras sembari terus menyindir Daffa.
...****************...
"Iyo Cok, takkiro mau Kate ngaploki Muklis, tibakne malah mringis dancok ( iya Cok, kukira tadi mau mukul Muklis, ternyata dia malah tersenyum dancok )." Seorang anak yang sedang tiduran sembari mengobrol mulai keheranan dengan kejadian itu. "Arek e mesti ngunu ta lek digarai ( dia memang selalu begitu ya kalau di ganggu anak lain )." Anak itu bertanya kepada lawan bicaranya yang kini sedang menghadap keatas, mereka berdua telah mengobrol banyak hal sejak beberapa jam yang lalu. Malam hari terasa begitu hampa dan hanya mereka berdua sajalah yang masih terdengar suaranya, semua anak telah tertidur pulas dan mereka berniat tidur di tengah tengah halaman, tapi niat mereka tidur ini harus segera dibatalkan saat salah satu dari mereka mulai bertanya
"Gendenga, wong Karo aku ae langsung dikaploki ( gila kali, kalau sama aku aja langsung dipukul )." Lawan bicaranya langsung membalas dengan tertawa khasnya, dia yang dari tadi memandang langit langsung menoleh sembari tersenyum kepadanya. "aku Iko yo kaget kok pas de e malah mringis koyok wong gendeng, tapi e pas tak takoni, jarene aku mringis Nang awakmu ( aku juga kaget pada waktu dia senyum seperti orang gila, tapi saat ditanya dia menjawab kalau senyumannya itu untukku)." Masih dengan senyumannya dia menambahkan perkataannya barusan. Dia merasa seperti orang yang akhirnya mendapatkan pencerahan dan tempat curahan hati yang selama ini dia tunggu di bagian paling dalam hatinya
"La Kon Lapo Lo kok isok aree mringis?, wong digenek ngunu kok malah mringis, aree seneng paling Karo awakmu ( lah kamu ngapain kok bisa membuatnya tersenyum? udah digituin kok malah senyum, dia suka padamu mungkin )." Anak yang pertama dibuat semakin bertanya tanya dengan jawaban tidak memuaskan yang diberikan, dia mulai merubah posisinya menjadi terlentang mengikuti anak disampingnya. Setelah apa yang dia saksikan dan dia dengarkan, dia kini semakin mengerti apa yang dari dulu dilakukan oleh anak di sampingnya ini, dan entah kenapa anak ini tidak terganggu sama sekali dengan ucapan ku yang menyukai.
"Iyo paling, mboh Aku yo gak ro kok, Moro Moro pas aku Arep liwat aree disamblek, aku wes ta deloi ae, takkiro kan Kate dikaploki, dadakne aree malah mringis, kene mek liwat tok, tambah disambut kayak gitu, Iyo yo paling aree seneng Nang aku pas iko ( aku juga tidak tahu, tiba tiba saat aku lewat dia sudah di cambuk, aku hanya melihatnya saja, kukira mau di pukul, ternyata dia malah senyum, kita cuman lewat di sana malah disambut kayak gitu, iya ya, mungkin dia suka denganku saat ity)." Anak disampingnya menjawab sekali lagi pertanyaan yang sedari tadi dilontarkan, ini sudah seperti interograsi tapi dengan cara lembut, banyak sekali pertanyaan demi pertanyaan yang dia ucapkan hingga pada akhirnya anak ini menjawab semua pertanyaan dengan ikhlas tanpa mengeluh sama sekali. Wajah dari lawan bicaranya langsung berubah jijik, dia sedang memikirkan hal yang tidak tidak di balik mukanya. "Cok, seneng seng dimaksud iku guguk seneng gay Cok, yo seneng biasane ngunu lo dancok, isok mbedakno ta gak se ( Cok, suka yang ku maksud itu bukan suka gay Cok, ya suka kayak biasanya gitu lo dancok, bisa ngebedain nggak sih )." Melihat raut muka jijiknya, anak ini langsung menjelaskan ke salah pahaman ini.
"Oh Iyo, terus angger pirang dina Moro Moro awakmu njejek timbane Zahir nganti pecah iku kon Lapo blok? ( oh iya, selang beberapa hari kemudian kamu menendang tong nya Zahir sampai pecah itu ngapain blok? )." Dimas kembali bertanya kepada anak disampingnya, seperti biasa dia seenaknya mengganti topik secara tiba tiba. Dia bertanya tentang tong yang memang selalu dibuat membersihkan pakaian, tong yang saat ini sudah menghilang dan kemungkinan sudah ada di tempat paling kotor dan bau. Anak disampingnya sempat kebingungan karena tidak terlalu ingat kejadian yang sudah lama itu. "Teros pas awakmu Moro Moro dipisui Karo abiy iku yaopo, maringunu sing awakmu dikaploki arek gede gede iku piye maneh, teros lapo awakmu nggara- ( terus pada waktu kamu tiba tiba diberi kata kata mutiara oleh abiy itu bagaimana, lalu yang kamu dipukul senior itu bagaimana, lalu kenapa kamu mengganggu- )." Ucapannya terpotong, kini Dimas menutup mulutnya dengan telapak tangan, dia tidak sengaja keceplosan dan membahas lagi hal yang masih abu abu di otaknya.
"Sek tala Cok, bingung aku, kabe iku isok tak jawab mas tapi Yo ojok langsung Kabeh dancok ( tunggu dulu cok, semuanya bisa ku jawab mas tapi ya jangan langsung semuanya dancok )." Anak disampingnya menjawab dengan nada kebingungan, dia tidak tahu dari mana dia harus memulainya, dia yang dari tadi diam saja berusaha mengingat ingat kejadian demi kejadian yang terjadi di masa lalu harus membalas sebelum Dimas mulai memperbanyak pertanyaannya, hal ini memang sudah terjadi berkali kali di setiap pembicaraan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments