Erwin merasa sangat bahagia karena Alisa akhirnya menyadari perasaannya.
"Alisa... Om mau bilang sesuatu, tapi kau janji tidak akan marah?"
"Apa itu, katakan saja" jawab gadis itu antusias.
Erwin terlihat ragu.
"Tentang apa, Om?" desaknya h lagi.
Erwin menggeleng. Sangat berat mengutarakan isi hati yang sebenarnya kepada Alisa.
"Nanti saja, lihat.. Langit membuka matanya." seru Erwin gembira.
Ia berteriak memanggil perawat untuk memberitahukan kalau anaknya sudah sadar.
"Jagoan.. ini Papa dan Mama ada bersama mu, Nak. Langit kenapa?" Erwin begitu terharu melihat anaknya sudah sadar kembali.
Bocah kecil tersenyum kepada mereka.
Papa janji, akan lebih banyak waktu lagi bersamamu."
"Aku tidak akan berjanji yang muluk-muluk Om, tapi aku pastikan akan menebus semua kesalahanku di masa lalu, aku akan menikmati setiap detik moment kebersamaan ku dengannya."
Erwin menatapnya tersenyum.
"Iya, Om. Aku sadar selama ini terlalu egois hingga mengabaikannya."
"Dari awal, Om sangat yakin. Kalau kau adalah ibu yang terbaik buat Langit.." Erwin menatapnya dengan hangat.
"Langit.. Syukurlah kau sudah sadar." Valery datang tergopoh. Tak ketinggalan air matanya ikut keluar.
Di belakangnya ada Adit yang ikut masuk juga.
"Selamat, ya.. Langit sudah tidak apa-apa." ucapnya kepada Alisa.
"Terima kasih Dit, aku bahagia sekali setelah sebelumnya merasakan panik yang luar biasa saat mengetahui keadaannya." Alisa tersenyum lega.
"Langit.. Mama Valery Janji akan lebih sering bersama Langit." ucap Valery membuat Erwin menatap Alisa.
"Terima kasih atas perhatian dan kasih sayangmu selama ini. Tapi Langit sudah tidak apa-apa . Lagi pula sekarang ada Alisa yang akan selalu bersamanya." ucap Erwin.
"Alisa? Kau percaya, Mas? Dia, kan lebih mementingkan pacarnya daripada Langit. Lain denganku yang setiap saat berada di rumah." sindir Valery.
"Kalau Tante standby di rumah? Kenapa Langit bisa berada di sini saat ini?" serang Alisa tidak terima.
"Sudah.. Sudah..! Ini rumah sakit, tidak sepantasnya kita ribut. Hargai pasien lainnya."
Erwin berusaha menengahi.
"Dia yang mulai, aku tidak bicara apapun." Valery membela diri.
"Iya, aku mengerti. Tapi kami mohon.. Tolong biarkan Langit istirahat dulu."
Bahasanya yang memakai kata 'Kami' membuat Valeri terheran.
"Jadi, aku dan Adit mengganggu istirahatnya Langit?" Valery merasa tersinggung.
"Maaf, Dit. Aku dan Om Erwin butuh waktu untuk menemani Langit saat ini. Maaf banget. Kau tidak idak apa-apa, kan?" ucap Alisa sopan.
Adit mengangguk dan mundur dari ruangan itu.
Tinggal Valery yang masih bermuka tebal belum juga beranjak.
Alisa memberi isyarat pada Erwin agar mengurus Valery.
"Valery, ikut aku sebentar."
Erwin keluar dari ruangan itu, terpaksa Valery mengikutinya.
dua menit kemudian, Erwin masuk kembali dengan senyuman lebar.
"Sudah beres... !" ucap Erwin lega.
"Bagaimana kalau dia berulah lagi?"
"Tidak mungkin. Om, sudah memberinya pengertian."
Alisa mengangguk walaupun dalam hati dia ragu. Valery tidak akan mau menyerah segampang itu seperti keyakinan Erwin.
"Sebaiknya kau pulang dulu buat mandi dan istirahat. Biar Om yang menjaga Langit"
"Kalau aku harus istirahat, maka Om juga harus. kita berdua sama-sama lelah dan mengantuk." jawab Alisa berkeras.
"Tapi kalau kita berdua pergi, siapa yang akan menjaganya?" kilah Erwin.
"Karena itu, kalau memang harus pulang, kita akan pulang bertiga."
Erwin mengusap kepala gadis itu.. Ia gemas melihat kekerasan Alisa.
"Kalau begitu, biar Teddy membawakan baju dan perlengkapan lainnya kesini."
Alisa mengangguk setuju.
Entah kenapa, setiap detik kebersamaannya bersama pria itu menimbulkan kebahagiaan yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.
Orang bilang, bahkan dia sendiri mengakui dulu sangat cinta dan sayang kepada Adit. Tapi perasaan yang dia rasakan terhadap Erwin jauh berbeda. Perasaan bahagia, merasa di lindungi, di Ayomi dan entah apalagi. Yang jelas, pandangannya terhadap sosok pria yang bernama Erwin itu berubah sembilan puluh drajat.
**"
Langit pulih dan di perbolehkan pulang.
Dokter menyarankan agar anak itu di jauhkan dari asap dan debu.
Erwin berubah protektif dalam menjaga anaknya. siapapun yang mau berinteraksi dengan Langit harus cuci tangan.
Slam ini biar dia tidur di kamar saya." ujarnya pada Suster.
Setelah mandi dan terlihat segar, Erwin menunggu Langit datang di antar Suster. Karena penasaran, dia bangkit dan menuju kamar Langit.
"Sus, dengar perintah saya tadi?"
"Iya, Tuan. Tapi Nona berkeras membawa den Langit ke kamarnya." jelas Suster dengan ketakutan.
"Ya, sudah. Biar saya yang lihat."
Dengan penasaran, dia mendekati kamar Alisa yang ternyata tertutup.
Erwin mencoba mengetuknya.
"Bilang sama Tuan, kalau malam ini giliranku bersama Langit." Terdengar suara dari dalam.
Alisa mengira yang mengetuk pintu adalah Suster.
Erwin kembali mengetuknya pelan.
"Kau tidak mengerti juga, Sus.?"
"Alisa, buka pintunya.."
Suara berat Erwin mengagetkan Alisa. Ia bangkit perlahan dan membuka pintu.
"Om? maaf... Aku pikir Sus." ucapnya perlahan.
Tanpa mengindahkan Alisa.
Erwin sudah duduk di ranjang dan meraih tubuh Langit dalam pelukannya. Si bocah yang memang sudah mengenal kedua orang tuanya tertawa lucu.
Alisa terharu melihatnya. Ikatan batin antara ayah dan putranya. Hampir saja dia khilaf memisahkan dua hati yang saling membutuhkan.
"Hsi... Kenapa kau berdiri saja? Ayo gabung sama kita..' panggil Erwin sambil memberikan mainan Langit.
Dengan ragu Alisa ikut duduk di ranjang itu. Ia sengaja duduk agak jauh.
"Maaf, aku membawanya kesini, padahal Suster sudah memberitahuku kalau Om mau tidur bersamanya."
"Tidak apa-apa. Kita punya hak yang sama atas Langit. Kenapa Om harus marah?" jawab Erwin tersenyum penuh pengertian. dada Alisa berdesir saat melihat sorot mata Erwin.
"Aku merasa tidak enak..." ucapan Alisa terputus.
"Atau biar adil, kita tidur bertiga, bagaimana? Kau bisa bersama Langit, Om juga." Erwin memberi solusinya.
Alisa merasa gugup.
"Tapi..."
Erwin tertawa melihat wajah Alisa yang berubah pucat.
"Kau tenang saja, Om hanya bercanda. malam ini Langit akan bersamamu." ucap Erwin seraya melangkah keluar.
Tak di sangka Langit yang menangis melihat papanya keluar.
"Eeh, kenapa sayang..? Malam ini giliran Langit sama mama." Erwin kembali duduk dan membujuk putranya.
Alisa merasa kikuk.
Langit seperti ingin melihat kedua orang tuanya bersama.
Saat Erwin membawanya dia tidak mau. Saat Erwin pergi juga tidak boleh. Tapi saat Alisa dan Erwin duduk bersama menemaninya, anak kecil itu terlihat riang.
Erwin menatap Alisa sambil mengangkat bahunya. Ia tidak bisa mengerti dengan kemauan jagoannya.
"Langit tidak mau kita berpisah. Kau tidak keberatan, kan kalau menemaninya sebentar sampai dia tertidur.?"
Alisa mengangguk samar.
Langit sudah hampir terlelap sambil memegangi botol susunya.
Suasana menjadi hening, baik Alisa maupun Erwin sama-sama terdiam.
"Dia sudah tidur, sebaiknya Om kembali ke kamar." ucap Erwin parau.
"Tapi gimana kalau dia terjaga dan menyadari tidak ada, Om?" pertanyaan itu terlontar begitu saja, Alisa mengutuk dirinya sendiri. bukankah itu berarti dia meminta Erwin untuk tetap tinggal?
"Lalu bagaimana? Kau tidak keberatan Om disini?"
Pertanyaan Erwin membuat Alisa dilema.
Dia ingin pria itu tetap tinggal. Tapi kalau dia menjawab iya, Erwin akan tau perasaannya yang sebenarnya.
"Tidak apa-apa, nanti kalau dia nyari. Antar ke kamar saja." ucap Erwin akhirnya.
Malam semakin larut. Alisa gelisah. dia memikirkan apa yang terjadi.
"Apakah ini artinya aku sudah bisa membuka hati untuk nya?"
"Apakah dia merasakan apa yang aku rasakan?'
Alisa menutup wajahnya dengan selimut. Tapi bayangan senyum Erwin terus menggodanya.
"Kenapa sih, Om? Biarkan aku istirahat. Jangan ganggu aku terus.." ia mengomel sendiri.
Karena ia menggerutu membuat Langit bergerak. Alisa berusaha kembali menidurkannya dengan memberinya susu. Tapi mata anak itu malah terbuka lebar.
Bukannya menangis Langit malah minta mainan.
"Ini sudah malam, Nak... Ayo bobok lagi."
Langit tambah mengoceh dengan menyebut papa.. papa..
"Bagaimana ini? Dia malah nyari papanya. Dpa aku antar ke kamar Om Erwin saja, ya..?"
Alisa menggendong anaknya ke kamar Erwin.
Sampai di depan pintu ia merasa ragu.
Lampunya masih menyala terang.
saat tangannya hendak mengetuk pintu. tiba-tiba pintu sudah terbuka.
Ternyata Erwin belum tidur, itu terlihat dari laptop yang masih menyala di ranjangnya.
"Om belum tidur?"
"Aku sengaja, karena kebiasaan Langit akan bangun dan mengajakku main jam segini. Ayo masuk..,!"
Erwin kembali menutup pintu saat Alisa sudah masuk.
Langit langsung anteng di suguhi mainan oleh Erwin.
"Kenapa kau berdiri saja, ayo kesini."
Ucap Erwin ramah.
Alisa melangkah ragu. Ini adalah ranjang Erwin, pria yang sudah sah menikahinya waktu itu. Menikah? Alisa baru menyadari kalau mereka adalah suami istri yang sah.
"Astaga.., dia sudah menutup pintu. Bagaimana kalau dia meminta hak nya saat ini, aku belum siap.." batin Alisa. keringat dingin mulai muncul di keningnya.
Kening Erwin berkerut melihat Alisa terlihat gelisah.
"Alisa, Om tau kita batu saja berbaikan. jadi di Om juga sadar. Tidak akan mudah buatmu menerima Om seutuhnya. Butuh waktu? Itu pasti. jadi kau tidak usah khawatir. Om tidak akan memaksakan kehendak padamu."
Penjelasan Erwin membuat Alisa menarik nafas lega. Langit sudah kembali terlelap.
Alisa bangkit hendak keluar tapi Erwin menahan tangannya.
"Tidurlah disini.. Kau tidak usah khawatir, Om akan tidur di sofa. Bukannya lancang mengingatkanmu tentang status kita, tapi kenyataannya. dunia taunya kita adalah suami istri. Dan lihatlah, di antara kita sudah ada Langit. Om sangat menghormati hubungan ini. karena itu, Om tidak akan menyentuh mu sampai kau sendiri yang memberi ijin."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Nunung
Syukur akhirnya mereka bisa bersama lagi ...Thor jangan hadirkan Valery dan Adit lagi ya sudah mereka berdua singkirkan. buat Alissa dan Erwin juga langit hidup bahagia. makasih semangat lop you ❤️❤️❤️
2024-03-16
0