Erwin terus membuntuti Alisa dari kejauhan.
Benar saja, gadis itu tidak menuju toko bunganya. Melainkan suatu tempat yang belum Erwin kenal sebelumnya.
Alisa masuk kedalam sebuah bangunan panti asuhan. ia terlihat akrab dengan seorang wanita parobaya yang ada di tempat itu.
Erwin tidak bisa mendekat, ia hanya mengawasinya dari jarak yang cukup jauh.
"Alisa, tumben kau datang, Nak.."
"Iya, Bu. Saya minta maaf beberapa bulan terakhir tidak bisa datang atau memberi bantuan buat adik-adik disini."
"Bukan itu maksud ibu? Kau menghilang tanpa kabar. Kami sempat khawatir."
Alisa mengeluarkan amplop dari tas selempangnya.
"Ini ada Rizki sedikit, semoga bisa membantu adik-adik disini.."
Wanita itu menerima dengan penuh suka cita.
Dari panti asuhan, Alisa menuju ke toko bunganya. Rosa menyambutnya dengan antusias.
Alisa kagum melihat kemajuan tokonya.
"Kau hebat, selama aku tinggal, Yoko ini malah maju pesat." ucapnya takjub.
"Berterima kasihlah pada Om Erwin. Karena campur tangannya semua ini bisa terjadi.
Dia seorang pebisnis yang hebat, ide-ide nya selalu cemerlang dan ini buktinya."
Mendengar nama Erwin di sebut, Alisa mendesah pelan. Ia tidak memungkiri selain pernah menoreh sejarah kelam padanya, dia juga banyak memberi kebaikan termasuk pada tokonya ini.
"Kau ada masalah?" Rosa mengamati wajah sahabatnya yang gelisah.
Alisa mengangguk.
"Om Erwin lagi?"
Alisa mengangguk lagi.
"Aku tidak bisa membantumu apa-apa." sesal Rosa
"Kalau Om Erwin saja mungkin aku tidak se bingung ini. Kau ingat mantan istrinya tang pernah aku ceritakan?"
" Kenapa dia?"
"Dia masuk kerumah itu dengan maksud jahat, dia berusaha menjatuhkan aku di depan Om Erwin."
"Lalu Om Erwin percaya begitu saja?"
"Itulah masalahnya, dia percaya pada wanita itu dengan membabi buta."
"Aku ingin mengakhiri semua ini, Ros. aku ingin berpisah darinya dan melanjutkan hidup ku."
"Lalu Langit?"
Air mata perlahan menetes dari mata beningnya.
"Om Erwin tidak mengijinkan aku membawanya kalau aku keluar dari rumah itu. Sedangkan aku tidak mungkin berpisah dari Langit. Dia sangat berarti dalam hidupku." Akhirnya Alisa tergugu. Ia menumpahkan segala beban yang di pendamnya.
Rosa mengelus punggungnya.
"Yang sabar, ya. Semoga ada jalan keluar yang terbaik."
Ponsel di tangan Alisa berbunyi.
"Iya, Dit. Aku di toko saat ini." jawab Alisa.
Rosa menatapnya kaget.
"Kau mau ketemu Adit? Apa aku tidak salah dengar?"
"Beberapa hari terakhir, dia selalu menghubungi ku. dia mengakui semua kesalahannya. dia ingin berubah. Apa aku salah memberinya kesempatan?"
Rosa menggeleng keras.
"Kau salah.. Bagaimanapun kondisi hubunganmu dengan Om Erwin. Kau tidak boleh berhubungan lagi dengan Adit."
"Kenapa tidak? Dia sendiri menjalin hubungan dengan mantan istrinya. Kenapa aku tidak boleh?"
"Ini salah, Alisa. Salah..!"
Tapi keputusan Alisa sudah tidak bisa di rubah lagi.
***
Erwin merasa heran mendapati sepeda motor parkir di depan rumahnya.
Perasaanya tiba-tiba tidak enak.
Benar saja. Di ruang tamu dia mendapati Alisa sedang mengobrol dengan Adit.
Adit tampak ketakutan saat Erwin menatapnya dengan tajam.
"Kenapa kau disini?" hardiknya dengan emosi.
"Aku yang mengundangnya.." jawab Alisa lantang.
"Kau...? Berani sekali melanggar larangan ku." desis Erwin.
"Om keberatan? Santai.. Aku saja tidak keberatan saat Om memasuk kan wanita lain dalam rumah ini.." jawaban Alisa sangat tenang.
Erwin terdiam.
Gadis itu sangat lihai membalikkan fakta.
"Itu lain.. Valery hanya sahabatku. Dia juga bukan kriminal seperti dia!" tunjuk Erwin ke Adit.
Alisa menurunkan telunjuk pria itu.
"Tenang, aku hanya melakukan apa yang Om lakukan, kenapa harus marah?"
Erwin meninggalkan mereka dengan wajah merah padam.
"Berani sekali bajingan itu menginjak rumahku. Apalagi dia berani menyentuh istriku..! Akan aku beri pelajaran." ucapnya sambil mondar-mandir tidak tenang.
Dia langsung meminta orang kepercayaan nya untuk mencari informasi tentang Adit.
"Bagaimanapun caranya, buat dia kembali mendekam di balik jeruji besi..!"
Erwin kembali ke tempat Alisa dan Adit duduk
Dia sengaja membuka laptopnya disana.
Alisa mendengus kesal.
"Ayo kita pindah.. Disini tidak tenang ada yang mengawasi.." ucap Alisa menyeret tangan Adit.
Mereka pindah ke tepi kolam.
Tak berapa lama kemudian, Erwin kembali ikut duduk tak jauh dari mereka.
"Apa sih maksud Om Erwin? Dia tidak membiarkan kita bicara dengan tenang." bisik Adit.
"Om, kenapa sih usil banget?" teriaknya kesal.
"Suka-suka dong. Ini rumahku..!" jawab Erwin acuh.
Valery datang dan menemani Erwin.
"Mau minum apa, Mas?" tanyanya dengan penuh perhatian.
Melihat Alisa menatap kearahnya, Erwin mulai berakting.
"Kopi saja, terimakasih, ya.. Kau baik sekali." jawabnya sambil melirik Alisa.
Valery pergi mengambilkan minuman sambil menggerutu. Ia tau kalau Erwin bersikap manis padanya hanya karena ingin memanas-manasi Alisa saja.
Alisa mengajak Adit keluar untuk mencari tempat yang asik.
"Alisa, jangan pergi..!" cegah Erwin.
"Suka-suka aku..!" jawab Alisa.
Erwin mengejarnya.
Tapi saat itu mereka mendengar tangisan Langit yang melengking.
Tanpa di beri komando, mereka berlarian ke kamar Langit.
Mereka berebutan masuk di pintu ingin masuk duluan.
"Aku duluan, badan Om itu besar..!"
"Aku Papanya, aku berhak tau terlebih dulu." Erwin tak mau kalah
Suster dan Parmi bengong melihat ulah mereka.
"Tuan, Nona..? Ada apa?"
Mereka baru sadar kalau Langit tidak apa-apa. Anak itu justru tersenyum melihat mereka.
"Kami mendengar tangisan Langit.."
"Maaf, Non. itu saya yang iseng. Itu hanya suara mainan. Nih, Den Langit lagi anteng." jawab Parmi.
Erwin menarik nafas lega.
"Lain kali jangan membuat kami kaget, Bik."
Parmi mengangguk.
"Sayang, kau kangen, Papa, ya .?" Erwin mengambil Langit dari tangan Suster.
"Eeeh, dia juga kangen padaku. Awas..!" Alisa sengaja mendorong Erwin kesamping.
"Alisa, kau apa-apaan?"
"Pikir saja sendiri..!" jawabnya sambil membawa Langit pergi.
Valery dan Adit yang menyaksikan semua itu menarik nafas.
"Kau lihat? Tidak gampang untuk mengambil pacarmu kembali. Kau harus menghadapi saingan berat.". jelas Valery di depan wajah Adit.
Adit kembali turun dengan wajah kecewa. Sedangkan Erwin membuntuti Alisa ke kamarnya.
"Alisa, gantian dong .! Aku juga mau bermain bersama Langit." ujar Erwin memelas.
Alisa tak perduli. dia memanfaatkan setiap detik kebersamaannya dengan Langit.
Dia sangat menyesal bagaimana dulu dia tidak menghendakinya. Lihatlah sekarang, Langit tumbuh sehat dan tampan. Membuat orang lain iri untuk memilikinya.
"Alisa, kau jangan pura-pura tidak mendengar ku."
Alisa tetap tidak merespon.
Karena kesal, Dia langsung saja masuk dan ikut mengobrol bersama Langit.
Alisa menatapnya heran.
"Kenapa? Keberatan? Kita orang tuanya, punya hak yang sama atas Langit. Jadi jangan banyak protes."
"Kenapa ayah Langit harus Om Erwin, sih? Kenapa tidak Adit atau Firman kek, yang lebih muda'an sedikit." omel Alisa.
"Kau bilang apa barusan? Kau menyesali kalau Om ini ayahnya Langit? Dan kau lebih suka kalau bandit itu ayahnya? Begitu?" mata Erwin terlihat marah.
"Tidak begitu juga.." jawab Alisa terbata.
"Kau jangan salah.. Walaupun usia ku jauh di atas kalian, tapi aku jauh lebih keren dalam segala hal dari mereka. Apa lagi si Adit itu."
Alisa mencibir kearahnya. Mereka saling mengolok tapi setidaknya tidak lagi bertengkar di depan Langit. Mereka sepakat, apapun alasannya Langit tidak boleh terkena imbasnya. Dia harus tumbuh normal dengan kasih sayang yang utuh.
Valery mendekati Adit yang menyendiri di ruang tamu.
"Kau serius dengan Alisa?"
Adit mengangguk pasti.
"Kita punya tujuan yang sama. Kau ingin kan Alisa, dan aku inginkan Erwin. Kenapa kita tidak kerja sama saja?"
Adit setuju.
Mereka merencanakan sesuatu untuk memisahkan Erwin dan Alisa.
Alisa dan Erwin masih di tempat tidur. Mereka terlihat seru mengajak Langit bicara. padahal bayi itu baru berusia delapan bulan. Langit terlihat tenang karena bersama kedua orang tuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Nunung
Coba kalian akur seperti itu aku kan senang lihatnya.....lihat biang kerok Valery dan Adit sedang merencanakan kejahatan pada keluarga Alissa..ke Thor semangat
2024-03-13
0