Bab 11

Erwin sedang menikmati secangkir kopi hangatnya sat Valery menelponnya.

"Iya, ada apa?" jawabnya malas.

"Aku ingin bertemu, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan." suara Valery sedih.

"Eemh, aku ada pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan ." jawab Erwin berusaha mengelak.

"Tapi ini penting. Hanya kau bisa yang ku ajak berbagi, aku janji hanya Lina menit saja. aku akan ke kantor."." Valery tidak menyerah.

"Sebaiknya tidak usah, aku tidak di kantor."

'Kau tidak ke kantor? Kau sakit, Mas? aku akan segera datang kerumah." tanpa menunggu jawaban Erwin, telpon sudah terputus.

"Gawat.. bagaimana kalau dia benar datang kesini? Jangan sampai dia tau tentang Alisa dan langit saat ini." Erwin menjadi panik.

"Bukan bermaksud apa-apa, tapi kalau Valery datang kesini, tolong jangan bilang yang sebenarnya. lanjutkan saja sandiwara kita waktu itu. kalau dia bertanya tentang Alisa dan langit bilang seperti waktu itu." pinta Erwin pada Parmi.

Dia juga minta agar Parmi memberi tau yang lainnya.

"Baik, tuan."

Sebuah mobil berhenti di garasi.

Dengan langkah cepat wanita itu masuk kerumah. Dia tidak merasa canggung sedikitpun. Karena memang dia pernah jadi bagian dari rumah mewah itu.

"Mas, kau dimana? Parmi..!"

Dia menengok kanan kiri.

"Aku disini." suara Erwin mengagetkannya.

"Bukannya kau sakit? Kenapa berada disini?"

Erwin memang sengaja duduk di tepi kolam.

"Aku baik-baik saja. ada apa kau menemui ku?"

Valery merasa ada yang berbeda dari mantan suaminya itu. Baik sekarang maupun waki mereka bertemu waktu itu.

Ia merasa Erwin cuek ladanya. Tidak seperti biasa yang selalu berharap dirinya kembali. Valery memang tau kalau cinta Erwin padanya sangat besar.

"Kau merasa terganggu dengan kedatangan ku?" selidiknya.

"Bukan begitu, aku hanya ingin bangun dari mimpi saja. Kalau kenyataan nya kau sudah meninggalkan aku demi pria yang jauh lebih muda dariku, sekarang aku sudah sadar."

Valery terdiam. Niat hati ingin memberi kabar kalau dirinya sudah berpisah dari David. Eeh malah Erwin bilang menyerah dan move on darinya.

"Lalu apa yang membuatmu datang kesini?"

"Sebenarnya aku mau bilang, kalau aku sudah berpisah dengan David. Dia sudah berani mengkhianati ku."

"Itu adalah masalah mu, lalu apa hubungannya denganku?" tanya Erwin tegas.

Valery tercengang. Tidak ada simpati sedikitpun di mata Erwin sekalipun mendengar berita itu.

"Apa kau tidak senang mendengarnya, Mas?

sumpah, ya kau sangat berubah." ucap Valery tak percaya.

"Kau benar, aku memang sudah berubah. Dan aku menyesal kenapa baru sekarang menyadarinya. Dan untuk semua yang terjadi padamu saat ini, mungkin juga itu karma bagimu." ucap Erwin tenang.

"Mas, aku akan melupakan semua yang kau katakan barusan, meskipun memang menyakitkan. Kita bisa memulai dari awal lagi. Kita akan hidup bahagia. Dan aku janji tidak akan mempermasalahkan tentang anak lagi. bukankah tanpa anak kita juga bisa hidup bahagia seperti dulu?" Valery menatap lekat mata Erwin.

"Iya, aku memang memujamu, mencintaimu sepenuh hati."

Mendengar itu, senyum merekah dari bibir wanita itu.

"Tapi itu dulu, sebelum kau memutuskan pergi karena menganggap ku tidak bisa memberimu keturunan." senyum Valery lenyap tiba-tiba.

"Aku tidak percaya kau berubah begitu cepat. Pasti ada yang merubah mu, atau jangan-jangan... kau sudah menemukan seorang wanita pengganti ku." tuduh Valery.

"Ada atau tidak, sudah tidak ada hubungannya denganmu. Sebaiknya rubah hidupmu mulai sekarang. Bertobatlah..!"

Valery menggeleng keras.

"Tidak..! Kau tidak boleh melupakan aku begitu saja. Aku adalah cinta mu, aku adalah satu-satunya wanita dalam hidupmu." gumamnya pelan.

Dengan wajah merah padam, Valery menyambar tas nya dan berjalan cepat meninggalkan Erwin.

"Aduh..!"

Tanpa sengaja dia menabrak Alisa yang sedang berjalan sambil memanggil Erwin.

"Kau..? Bukankah kau yang ketemu waktu itu? Kau masih tinggal di sini?" tanya Valery heran.

Alisa masih melongo, dia tidak tau harus menjawab apa.

Saat itu Erwin datang tergopoh. dia takut Alisa akan mengatakan sesuatu kepada Valery.

"Ada apa Alisa?"

"Langit, Om. Dia demam?" ucapan Alisa membuat Erwin berlari ke atas untuk melihat keadaan Langit.

Alisa mengikuti Erwin. tinggal Valery yang memandang mereka keheranan.

"Langit? Siapa lagi dia? Dan.. bukankah gadis itu sedang hamil besar saat itu? Atau jangan-jangan penyebab berubahnya Erwin adalah gadis itu.." Valery merasa Erwin menyimpan banyak teka-teki.

Akhirnya dia meninggalkan rumah Erwin dengan kecewa.

***

"Kenapa dia bisa demam mendadak?" tanya Erwin khawatir. dia sampai menegur suster dan menuduhnya sudah teledor menjaga pangeran kecilnya.

Setelah mendapat pengarahan dari dokter yang di pilihnya untuk menangani Langit. Dia merasa sedikit lega.

Malamnya dia terus menemani Langit.

"Tuan silahkan beristirahat, Den langit sudah tidak apa-apa.." tegur susternya.

"Sebentar lagi, Sus. aku masih ingin menemaninya."

Alisa datang ke kamar itu untuk menyusuinya. Dia merasa harus segera menyusui Langit karena dadanya mulai nyut-nyutan.

Erwin menyambutnya dengan senyum, membuat Alisa salah tingkah.

"Bukankah dokter bilang dia harus lebih banyak menyusu dalam keadaan demam?" ucapnya saat menerima tatapan Erwin.

Erwin mengangguk senang. setidaknya nalurinya sebagai seorang ibu sudah mulai muncul.

"Jangan tersenyum begitu, Om. Aku menyusuinya juga karena dadaku sudah mulai sakit." keluhnya.

"Apapun alasanmu, tapi tidak bisa kau ingkari, kau mulai sayang pada anakmu. Meskipun kau gengsi mengakuinya." pikir Erwin.

Alisa memberi Isyarat pada Erwin untuk pergi.

"Apa?" Erwin tidak mengerti

"Aku tidak mungkin menyusuinya di depan, Om Erwin." ucapnya terbata.

Erwin mengerti dan melangkah keluar. Tapi anehnya Langit malah gelisah dan menangis kencang.

Suster membantu mendiamkannya tapi tidak bisa juga.

Erwin kembali menelpon Dokter.

"Biarkan ibunya menyusuinya, dan coba anda duduk di dekat mereka sambil mengajaknya mengobrol." saran Dokter lagi.

Erwin dan Alisa. Saling pandang.

"Aku mohon, kita coba saran dokter. siapa tau dia bisa tenang. Demi Langit...!" ucap Erwin memohon.

Alisa tidak menjawab, tapi juga tidak protes.

Suster dan pelayan sudah keluar dari kamar itu.Tinggal mereka bertiga. Erwin merasa mereka sudah seperti keluarga kecil yang bahagia.

Erwin mulai menyapa bayi mungilnya. Sambil memberi isyarat pada Alisa agar mulai menyusuinya. Tangan Alisa gemetar mengeluarkan sedikit buah dadanya.

Baby Langit langsung nyedotnya dengan kuat membuat Alisa meringis. Tapi perlahan rasa nyeri itu mulai berkurang.

"Sekarang, Papa dan Mama sudah bersama mu,kau tenang, ya..!" Erwin mengusap-usap rambutnya. Mata bayi itu terus menatap Alisa tanpa kedip. Setelah kenyang di pun tertidur.

Dada Alisa berdetak kencang. Wajah Erwin yang sedang memandangi anak mereka begitu dekat dengannya.

"Terima kasih atas semuanya." ucap Erwin tulus.

"Untuk apa?"

"Semuanya, kau rela menyingkirkan ego mu demi anak ku."

"Langit juga anak ku..!" ucapnya spontan.

Erwin mengangguk.

"Maksudku, aku yang sudah mengandung dan melahirkannya." jawab Alisa cepat.

"Kau benar, dan kau sangat pantas menjadi ibunya, kau masih muda, cantik, tapi aura keibuan mu terpancar jelas." puji Erwin membuat Alisa kembali tersipu.

"Perasaan apa ini? Kenapa setiap dia memuji ku, jantung ku berdetak sangat kencang?" batin Alisa.

"Aku akui memang tidak mengharapkannya. tapi saat ingat aku sudah lelah mengandungnya juga sangat sakit rasanya saat melahirkan. aku berubah pikiran." ucap Alisa pelan.

"Aku tidak mau menyerahkan langit pada, Om."

Erwin tersenyum.

Alisa terheran-heran.

"Itu yang Om harapkan selama ini. Kau akan mencintainya."

"Om tidak keberatan?" tanyanya polos.

Erwin menggeleng.

"Dia milik kita berdua. Entah kau suka atau tidak. Itulah kenyataannya."

Alisa terdiam.

"Alisa.. Seorang anak butuh kedua orang tuanya. Bukan ayahnya saja atau ibunya. Dia butuh keduanya. Mungkin Om, bisa memberinya isi dunia ini, tapi tidak akan bisa membelikan kasih seorang ibu padanya."

Alisa masih terdiam. Erwin kembali berkata,

"Om sangat berharap Langit tidak akan kehilangan salah satu dari kita."

Saat menatap Langit. Ada rasa tidak rela di hati Alisa jika harus kehilangan bayi tampan itu. Dan kenyataannya, Langit dan Erwin adalah satu paket yang tidak bisa di pisahkan .

"Apakah ini artinya aku sudah siap menerima Om Erwin juga dalam hidupku?"

💞 Bagaimana menurut readers? Alisa harus menerimanya atau tidak? Soalnya Erwin adalah pria yang yang sudah merusak hidupnya. Koment dong!

Terpopuler

Comments

Nunung

Nunung

Aku maunya om Erwin dan Alissa bisa bersatu kalo bisa menurut othor......kasihan langit jika dia di urus salah satu dari mereka jadi kurang lengkap dan kurang kasih sayang. 💪💪💪 ya Thor see you ❤️❤️

2024-03-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!