Bab 3

Hubungan Erwin dan Alisa mulai mencair. Walaupun Alisa belum pernah bilang kalau dia memaafkan Erwin. Tapi dari sikapnya yang agak melunak membuat Erwin sangat bahagia.

"Hari ini kau sudah boleh pulang. Tapi Dokter bilang kau tidak boleh beraktivitas dulu." Erwin mendekati ranjang Alisa.

Terserah aku, Om tidak usah mengatur hidupku." jawabnya acuh.

"Itu bukan kata Erwin, tapi pesan saya.."Dokter Yuda muncul di belakang Erwin.

Alisa menyeringai malas.

"Alisa, kondisi fisikmu masih lemah saat ini. Apalagi kandunganmu rawan keguguran. Jangan terlalu banyak bergerak dulu. Bersyukur lah.. Anakmu sangat hebat, dia masih mampu bertahan setelah apa yang terjadi."

Alisa membuang muka.

Dia kesal karena Dokter itu seakan menekankan bahwa dia harus mempertahankan bayi itu.

Erwin menghela nafas melihat tingkah gadis itu.

Dokter Yuda memberinya isyarat agar dia keluar sebentar.

"Alisa, apakah kau tidak sayang pada janin itu? dia memang ada karena sebuah kesalahan, tapi tetap saja dia darah dagingmu sendiri. Apakah pantas kau menghukumnya dengan tidak memberinya kesempatan hadir ke dunia ini ?" Dokter Yuda meraih pundak gadis itu.

"Di luar sana, masih banyak wanita yang mengeluh karena tidak bisa merasakan bagaimana mengandung, melahirkan dan mengurus anak. harusnya kau bersyukur mendapat kesempatan itu."

"Tapi ini bukan buah cinta, Dokter. Anak ini ada karena nafsu birahi semata." jawab Alisa. Sepasang matanya yang bening menatap ke Dokter Yuda.

"Mungkin kau benar, tapi apakah anak itu pantas di salahkan karena kesalahan orang tuanya? Dia tidak pernah meminta untuk ada."

Alisa mendengus.

"Saya yakin dalam hati kecil kamu masih menyimpan rasa kasih sayang,termasuk pada anak yang ada di perutmu itu." Dokter baik hati itu menepuk pundak Alisa sekali lagi sebelum meninggalkan ruangan.

"Bagaimana, Yud? Dia keras kepala, kan?" Erwin mencegatnya di depan pintu.

"Bersabarlah sedikit, pada dasarnya dia seorang gadis yang manis dan baik hati. Pelan namun pasti dia akan menerima kenyataan, termasuk anaknya. kalaupun dia masih keras sampai saat ini, itu wajar. Kejadian itu tidak akan mudah terhapus dari ingatannya. Jadi, tugasmu untuk membujuknya."

"Terima kasih, selama ini kau selalu mensupport ku."

"Itu gunanya sahabat..." Yuda meninggalkan Erwin dengan senyum lebar.

Erwin sadar. dia harus lebih sabar menghadapi Alisa. Pasti tidak mudah menghapus kenangan buruk itu dari hatinya. dia berjanji dalam hati, akan selalu ada untuk melindunginya.

Erwin kembali masuk dan membereskan perlengkapan Alisa.

Seorang perawat datang membawakan kursi roda.

Erwin memberi isyarat pada jerawat biru agar keluar.

Alisa yang baru keluar dari kamar mandi, menatap malas pada Erwin.

"Kau sudah siap pulang sekarang?"

"Om, tidak usah sok perhatian padaku.." ucapnya pedas.

"Alisa, Om tulus perhatian padamu, tapi kalau kau merasa tidak nyaman, Om mohon maaf Anggap saja Om perhatian pada anak di perutmu."

Alisa menolak saat di suruh naik di kursi roda.

"Aku bisa jalan sendiri..."

"Tapi Dokter melarang mu terlalu capek."

"Aku.." Alisa tidak melanjutkan prosesnya karena Erwin sudah mengangkat tubuh dan duduk di kursi roda.

Karena merasa malu akan jadi pusat perhatian, Alisa terpaksa menurut.

"Untuk lebih aman, kau tidak akan pulang ke rumah mu, tapi kerumah Om." jelas Erwin.

"Tidak mau..!" tolak Alisa tegas.

"Kalau ke rumahmu, siapa yang akan menjagamu? Kau tinggal sendiri. Lagi Pula, Om tidak mau hal kemarin terulang lagi." sindir Erwin.

Alisa terdiam.

"Aku tidak mau..! Aku mau pulang ke rumahku saja. Kalau Om masih mengaturku juga, aku akan minum minuman bersoda, dan apapun itu yang bisa membuat aku keguguran." ancam Alisa.

"Baik lah.. Terserah padamu. Tapi tolong jangan lakukan hal yang bisa membahayakan kandunganmu, okey..?" ucap Erwin hati-hati.

Kalau sudah menyangkut kandungan Alisa, Erwin menyerah.

***

Alisa merasa merasa punya senjata untuk menekan Erwin. Dengan kehamilannya, dia bisa membuat pria itu tunduk padanya.

"Lihat saja, aku akan manfaatkan kelemahan mu ini." ucapnya dalam hati.

Erwin mengantar Alisa ke rumah kontrakannya. Rumahnya kecil namun cukup bersih.

"Aku sudah sampai di rumah, Om boleh pergi sekarang.." Alisa mengusirnya dengan halus.

"Masuklah dulu, Om mau pastikan kau masuk rumah dulu." jawab Erwin.

Dengan rasa kesal Alisa masuk rumah. Tapi tiba-tiba saja tubuhnya limbung dan hampir terjatuh. Erwin dengan sigap menangkapnya.

"Tuh, kan. Badanmu masih belum fit. Kau bandel kalau di bilangin." omel Erwin sambil memapah Alisa masuk rumah.

"Om semakin tidak percaya melepas mu tinggal sendirian disini."

Alisa terdiam. Ia merasa kepalanya sangat berat.

"Panggilkan Rosa saja." ucapnya lirih.

"Rosa sedang menjaga toko mu. Kau mau pekerjaan di toko berantakan, dan para pelanggan jadi kecewa?"

Alisa menggeleng.

Mereka terdiam sejenak..

"Alisa, Kita buat suatu perjanjian saja." ucap Erwin tiba-tiba.

Dahi Alisa berkerut.

"Ya, perjanjian. Om ingin memastikan Janin di perut mu itu tetap aman. Karena itu kita adakan perjanjian ini. Kau harus berjanji akan menjaga dan membiarkan janin itu lahir, lalu Om akan membawanya pergi jauh darimu. Sebagai imbalannya, kau akan mendapat rumah mobil dan sejumlah uang. Kau bisa membuka toko bunga yang besar sesuai impianmu."

Alisa terdiam.

"Tawaran pria ini menarik juga. Tapi untuk itu aku terpaksa harus melahirkan anaknya.." batin Alisa.

"Bagaimana?"

Erwin tidak sabar ingin mendengar jawaban gadis itu.

"Baiklah .. setelah kupikir- pikir menarik juga. tapi ingat, ya..! begitu anak ini lahir, Om harus menjauhkannya dariku. Bahkan aku tidak mau melihatnya."

Erwin tersenyum lega.

"Tapi..." Alisa menggantung ucapannya.

"Tapi kenapa?"

"Kalau aku hamil tanpa suami, tentu saja akan menjadi ejekan masyarakat..." gumamnya seolah pada diri sendiri.

Erwin ikut bingung.

"Benar juga kata Alisa. Kalau dia hamil tanpa suami, tentu akan di kucilkan lingkungannya."

"Selama kau hamil, tidak usah keluar rumah. Semua kebutuhanmu, Om yang tanggung. Bagaimana?" Erwin mencoba memberi solusi.

"Tidak bisa, sepandai-pandainya kita menutupi bangkai, baunya akan mencium juga." jawab Alisa kesal.

Mereka kembali terdiam.

"Kita menikah saja.. "

Mata Alisa membola.

"Menikah? Dengan Om Erwin?" Alisa merasa tak percaya.

"Kau jangan salah sangka dulu, maksud ku, kita menikah hanya pura-pura, setelah anak itu lahir. Kau bisa bebas." timpal Erwin lagi.

"Apa hanya ini jalan satu-satunya?" tanya Alisa ragu. dia tidak bisa membayangkan menikah dengan pria yang pantas di panggilnya papa.

Erwin mengangguk.

"Kau setuju atau tidak?" desak Erwin lagi

"Berat, Om. Tapi kalau tidak ada jalan lain lagi.. Terpaksa aku setuju."

Erwin tersenyum lega.

"Tapi ada syaratnya." ucap Alisa cepat.

"Om tidak boleh melarang ku melakukan apa yang aku suka. Dan satu lagi. kita hanya menikah pura-pura, jangan coba-coba melewati batasannya." ucap Alisa serius.

Erwin tertawa sambil mengacak rambut gadis itu.

"Iya, Om tau. Kau itu pantasnya menjadi putriku" ucap Erwin di sela tawanya. Persyaratan Alisa yang terakhir terdengar lucu di telinganya. Bagaimana mungkin ia akan menyukai gadis itu dalam keadaan sadar?

Setelah itu mereka berpisah, setelah sebelumnya Erwin menelpon Tedi agar membawa seorang bibi untuk menemani Alisa malam itu.

Erwin bisa bernafas lega. Alisa sudah berjanji akan menjaga kandungannya. Hal yang sangat di dambakan oleh Erwin adalah mempunyai keturunan.

Selain dia memang ingin menimang anak, dia juga ingin membuktikan pada Valery kalau dirinya pria sehat.

Erwin merebahkan tubuhnya di kamarnya yang mewah. Rasa lelah dan cemas karena Alisa selama beberapa minggu terakhir sekarang bisa berkurang.

Yah,apapun syarat dari gadis itu, yang terpenting dia mau melahirkan anak dalam rahimnya. Erwin juga yakin, seiring waktu, Alisa akan merubah pendapat nya, apalagi setelah melihat anaknya kelak.

Baru saja, matanya terpejam. Ponselnya berbunyi.

Dengan sigap dia menyebar ponsel itu

"Pak, Non Alisa muntah-muntah dan lemas sekali." suara Bibik tidak dia dengar sampai selesai. Erwin langsung menuju tempat Alisa dengan perasaan khawatir.

"Bagaimana ini bisa terjadi? Kau tidak minum vitamin dari Dokter?"

Alisa benar-benar lemas karena muntah beberapa kali. Tapi dia menolak keras saat Erwin hendak membawanya kerumah sakit.

"Aku tidak bisa mencium bau obat.." keluhnya.

Erwin menjadi bingung sendiri.

Akhirnya Alisa pasrah saat Erwin memutuskan membawanya pindah kerumahnya.

"Disini terlalu sempit. Bibik tidak leluasa merawat mu."

💞Ayo dukungan mu sangat berarti🙏🙏

Terpopuler

Comments

Dlaaa FM

Dlaaa FM

Lanjutannnnnnn

2024-02-24

1

Nunung

Nunung

Semoga setelah mereka menikah dan buat surat perjanjian ....setelah anak itu lahir dan Alisa berubah pikiran dan akhirnya mereka bersatu jadi keluarga kecil yang sangat bahagia 😁😁😁 aku bikin akhir yang bahagia menurut Persiku sendiri ..

2024-02-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!