Dingin. Udara ac yang terdapat di ruang rawat itu terasa cukup menusuk ke dalam tulang. Membuat merinding. Bahkan gemetar? Membentuk dekap dari kedua tangan Naira berusaha menghangatkan dirinya sendiri dari hawa sejuk yang kian menyusup.
Fatimah tampak terpana. Terpesona akan ketampanan kedua orang anak muda yang ada dihadapannya. Bukan suka. Tidak. Melainkan takjub mengagumi kedua sosok itu yang memiliki iras yang hampir mendekati kalimat sempurna.
Kedua anak muda itu memiliki postur wajah yang sama-sama tegas. Namun, satu di antaranya memiliki aura yang lebih kuat. Maskulin, sangat berkharisma. Sehingga membuat siapapun yang sedang berhadapan dengannya tidak berani asal bicara.
“Tante masih ingat dengan saya?” Boy bertanya. Senyumnya terulas ramah. Sangat manis, semakin menambah siklus ketampanannya sampai membuat Fatimah menelan ludah.
Fatimah menggeleng. Sangat pelan. Seakan cukup berhati-hati tidak ingin gegabah, takut tindakannya salah. Sejenak maniknya memicing. Ia menatap lamat ke arah Boy yang ada dihadapannya. Mencoba cari ingat, siapa tahu ada sedikit selipan masa lalu yang bisa memberi petunjuk tentang sosok yang ada di depannya?
“Boy William’s. Putra tunggal dari pasangan Alexandre William’s dan Juliany. Apa sekarang Tante ingat?” lontar Boy menyebut nama kedua orangtuanya—yang sontak membuat Fatimah membelalak di ikuti ingatan yang menyeruak.
Bagaimana ia bisa lupa. Dua orang itu merupakan pasangan yang begitu harmonis saling mencintai. Juliany sendiri juga merupakan teman dekat Fatimah saat mereka masih sama-sama susah.
Alexandre memang merupakan keturunan konglomerat. Tapi Juliany tidak. Ia hanya anak seorang buruh cuci yang bekerja pada keluarga William’s. Sehingga tidak ada restu dari kedua orangtua Alexandre ketika keduanya menikah.
Hal terparahnya bahkan Alexandre diketahui telah dicoret dari akta harta warisan. Menyisakan tiga saudaranya, karena ia memilih membangkang menolak perjodohan yang telah ditentukan oleh kedua orangtuanya dengan menikahi Juliany.
Kehidupan yang sangat sulit memang kala itu. Alexandre yang tidak pernah merasa hidup susah harus merintis dari nol. Bersama dengan Andi, Alexandre mulai kembali merintis karir, tapi tidak dalam usaha yang sama.
Andi Mayora mengggeluti bisnis di bidang perikanan. Sementara Alexandre pada bidang industri. Bertolak belakang memang, tapi keduanya saling membantu. Saling support dalam setiap perjalanan bisnis mereka sampai akhirnya keduanya sama-sama mendulang kesuksesan.
Sayangnya beberapa tahun kemudian setelah kepergian keluarga Alexandre ke Australia. Fatimah harus menelan pil pahit kehilangan kehidupan layaknya dalam waktu singkat. Andi Mayora dinyatakan bangkrut karena dikhianati oleh karyawannya sendiri!
Fatimah mengangguk. Antusias! Ternyata sosok berkharisma di depannya merupakan pria kecil yang dulu sempat ia timang-timang. Tidak terasa cairan bening itu keluar, mengairi pelupuk mata. Jatuh membasahi bantal, di ikuti satu tangan kanan mencoba meraih pipi Boy. Tidak lelaki itu tepis.
“B- Boy… k- kau sudah besar, Nak?” Fatimah tersedu haru melihat putra sahabatnya itu kini sudah tumbuh menjadi pria dewasa. “Bagaimana… b- bagaimana dengan Ibumu? Dia sehat-sehat saja ‘kan?” lontarnya kemudian—membuat kerut di kening Boy terlihat jelas. Tidak lama, lantas kembali mengulas senyumnya sembari menggeleng pelan.
“Mama sudah meninggal dalam kecelakaan pesawat saat ingin terbang ke Australia.” kata Boy terlihat tegar.
Terkejut. Tentu saja. Juliany yang ia pikir masih dalam keadaan baik-baik saja itu ternyata sudah tiada? Sama sekali tidak menyangka. Mengingat kehidupan mereka yang Fatimah kira baik-baik saja. Namun, musibah memang tidak bisa di elakkan dan naas sudah menimpa.
“Tante turut berduka cita. Dan maaf, karena tadi Tante kira—”
“Tidak apa-apa, Tante. Saya maklum. Dan juga sebenarnya kedatangan saya ke sini bukan cuma untuk menjenguk Tante. Tapi juga sekaligus ingin meminta izin kepada Tante dan Paman untuk membawa Naira.” Boy menimpali ucapan Fatimah yang merasa bersalah padanya.
Pernyataannya sontak membuat Fatimah tercengang untuk yang kedua kalinya. Meminta izin membawa Naira? Apa maksudnya? Apa mungkin selama ini anak angkat pembawa sialnya itu diam-diam berhubungan dengan Boy di belakang mereka? Bagaimana bisa?!
Naira sendiri ikut tersentak mendengar pernyataan yang barusan keluar dari mulut Boy. Meminta izin? Ingin membawanya? Kemana?! Keduanya sama sekali tidak dekat. Pertama kali bertemu saat Naira yang terjebak tidak sengaja mencari perlindungan ke dalam mobil Boy. Itupun tidak ada salam perkenalan—mengingat pada saat Boy berbicara kepadanya gadis muda itu langsung pingsan, dan tau-tau bangun dalam keadaan tidak berbusana!
Tunggu… tunggu… apa ini semua jangan-jangan ada kaitannya dengan pukulan Naira kemarin malam? Pria itu datang karena ingin—
“Fatimah, Naira, sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan dengan kalian. tapi—”
“Jadi, Paman, belum menyampaikan apapun kepada Naira? Jika sebenarnya kami berdua sebentar lagi akan menikah?” imbuh Boy sengaja memotong ucapan Andi yang belum selesai ia utarakan kepada Istri juga Putrinya—yang lantas seketika membuat gadis muda itu tertegun di tempatnya!
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Aisyatul Munawaroh
Sekali2 up nya double dong thoor
2024-03-16
0
Rukayah Redmi
lanjut thooor
2024-03-15
1