TMTK - BAG 15

“Gimana kata, Dokter? Apa Mak mu udah boleh pulang?” tanya Andi usai ia barusaja menapakkan bokongnya pada kursi plastik yang tersedia di sana.

“Belum, Pak. Dokter bilang tunggu dua hari lagi. Kalau kesehatan Mamak semakin membaik, baru boleh pulang,” sahut Naira segera.

Andi menatap ke arah istrinya. Fatimah tampak sedang beristirahat. Wajah tuanya menunjukkan ketenangan. Tanda tak ada emosi yang tersirat karena keberadaan Naira di sana.

“Apa tadi Mamak marah-marah?”

“Ehm, maksud, Bapak, apa tadi Mamak ada marahi Naira? Mamak nggak bentak-bentak Naira ‘kan? Dan tadi Mamak juga nggak nolak saat Naira membantunya?” lontar Andi berhati-hati. Berharap pertanyaannya mendapatkan jawaban menenangkan.

Naira mengangguk. Gadis muda itu kemudian mengulas senyumnya. Memegang tangan Andi sembari menggeleng, juga mengangguk?

“Mamak nggak marah, Pak. Hanya saja tadi Mamak sedikit kesal saat Naira beritahu jika Bapak sedang pergi. Tapi setelah itu sudah tidak lagi. Mamak memang nggak mau Naira suapi makan. Tapi Mamak nggak nolak saat Naira bantu ke kamar mandi.” Apa adanya. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Ulasan kalimat Naira cukup menenangkan hati.

Dan Andi tahu jika sebenarnya jauh di dalam lubuk hati Fatimah masih tersimpan rasa kasih terhadap putri angkat mereka, Naira. Hanya saja belakangan saat situasi ekonomi mereka semakin sulit, Fatimah menjadi dirinya yang lain.

Sesaat Naira menunduk. Pegangannya pada Andi semakin mengerat. Ada hal yang harus ia bicarakan. Dan ini menyangkut kehormatannya yang masih samar-samar?

Bimbang antara masih suci atau tidak? Penuh keraguan. Terlebih ketakutan itu semakin mengganggu pikiran karena keadaan dirinya yang tempo malam sadar di atas ranjang seorang pria dewasa tanpa mengenakan apa-apa?

“Kenapa, Nai? Apa ada sesuatu?” Andi bertanya. Raut wajah putrinya menggambarkan kecemasan. Mulai berpikiran apa semua ini ada hubungannya dengan Eddy yang sempat menyekap Naira malam itu?

“Apa pria tua itu su—”

“Kita bicara di luar saja, Pak!” potong Naira segera. Menarik tangan Andi, mengajaknya keluar. Merasa obrolan ini sangat pribadi sehingga ia butuh tempat yang sedikit privasi untuk menyampaikan keraguannya.

Tidak menolak. Langkah Andi mengikuti pergerakan putrinya—yang kini membawanya keluar dari ruang perawatan istrinya menuju ke suatu tempat yang entah di mana akan bermuara?

Lalu,- Bruukkk!!

Naira menabrak sesuatu. Tubuhnya terhuyung. Genggaman tangannya pada Andi terlepas, membuat ia hampir menyentuh lantai. Langsung ditarik oleh seseorang dengan sangat cepat sampai membuat Naira mendekap sosok tersebut. Memegang pakaian sosok itu, mencengkeram, seolah mencari sokongan kuat agar pegerakannya stabil seperti semula.

Andi sendiri sangat terkejut. Reflek ingin kembali menarik putrinya. Namun, pergerakannya terhenti saat netra tuanya menangkap netra hitam pekat dari sosok yang mendekap Naira menyorot tajam ke arahnya.

“Nak Boy?” ucap Andi. Langsung kaku ditempatnya saat melihat sosok Boy yang tiba-tiba saja ada di sana.

“Paman Andi, pas sekali kita bisa bertemu di sini. Kebetulan saya ingin menjenguk Tante Fatimah, dan tidak tahu di mana ruangannya,” kata Boy dengan nada yang begitu ramah. Tapi tak lantas membuat Andi percaya. Mengingat ia yang baru dua jam lalu bertemu dengan Boy—namun tidak membicarakan apapun tentang kesehatan istrinya.

Naira tersentak. Lontaran kalimat dari sosok yang mendekapnya membuat ia segera mendongak. Penasaran, lalu tergemap. Karena ternyata sosok yang ia dekap sekarang merupakan sosok yang sama saat tempo malam ia pukul dengan gagang bisboll?!

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!