Pagi-pagi sekali Jasmine sudah bersiap, ini hari pertamanya bekerja di perusahaan, ia tak mau memberikan kesan buruk jika ia datang terlambat. Lebih baik datang lebih awal dari pada harus terlambat, begitu pikirnya.
Memakai celana panjang berwarna putih, di padukan dengan kemeja lengan panjang berwarna pink soft, Jasmine tampak sangat cantik. Terdapat tali yang di ikat membentuk pita di bagian kerah, membuat Jasmine semakin terlihat menawan.
Rambut panjangnya ia cepol dengan rapih, di sempurnakan dengan high heels berwarna putih senada dengan warna celananya.
Tak lupa juga tas jinjing berwarna putih yang menjadi andalannya. Jasmine tampak sangat modis dan elegant.
Tubuh rampingnya, kulit putihnya, juga make up natural merupakan perpaduan yang pas yang membuat gadis itu terlihat sempurna.
Melangkah dengan penuh percaya diri, Jasmine menyusuri lobby apartemen menuju ke pelataran, ia sudah memesan taksi online sebelumnya.
Sebuah mobil berhenti tepat di depannya, namun nomor flat mobil tersebut berbeda dengan nomor yang tertera di aplikasi tempatnya memesan taksi. Mobil itu juga terbilang cukup mewah untuk ukuran taksi online.
"Mbak Jasmine ..."
"Eh, Pak Darto? Anda di sini?" Jasmine tersenyum ramah, kemudian mengalihkan pandangan ke dalam mobil, kosong, itu artinya Alder tak ada di dalam sana.
"Iya, Mbak. Saya di tugaskan untuk mengantar mobil ini. Silahkan, Mbak."
Pak Darto memberikan kunci mobil itu pada Jasmine, namun Jasmine tak lekas menerima. Ia jadi bingung.
"Kenapa mobil ini di berikan ke saya pak? Apa ini juga fasilitas perusahaan?" Tanya Jasmine, jika iya, apa tidak terlalu berlebihan?
"Benar, Mbak. Ini fasilitas perusahaan untuk Mbak Jasmine. Silahkan di terima mbak," pak Darto kembali memberikan kunci mobil itu pada Jasmine, namun Jasmine lagi-lagi hanya diam dengan raut wajah bingung.
"Tapi Pak, saya tidak bisa nyetir mobil. Saya biasa pakai motor," kata Jasmine dengan jujur.
Membuat Pak Darto tersenyum geli melihat wajah polos gadis cantik itu.
"Owalah, mbak Jasmine gak bisa nyetir toh? Ya sudah, saya antar mbak Jasmine. Nanti saja bilang ke Pak Al, kalau Mbak gak bisa nyetir. Mungkin Pak Al akan meminta mbak kursus nyetir dulu," jelas Pak Darto.
Jasmine mengangguk, karena jika ia banyak bicara lagi, bisa-bisa ia terlambat. Jakarta berbeda dengan Surabaya, terlambat sedikit saja bisa terjebak macet dimana-mana.
"Mari Mbak, saya antar ke kantor," kata Pak Darto lagi.
"Gak usah di bukain Pak, saya ini bukan bos. Saya buka pintu sendiri saja. Saya gak enak loh sama Bapak," Pak Darto benar-benar memperlakukannya dengan baik, Jasmine tak enak hati jadinya.
"Gak papa, Mbak. Kata Pak Al, saya harus melayani Mbak dengan baik, Mbak ini kan karyawan teladan, harus di buat betah kerja di sini."
Jasmine hanya tersenyum, ia duduk di bagian kursi belakang. Ia merasa sangat di hargai, andai dulu Al juga menghargainya seperti sekarang.
Tapi mana mungkin, dulu dia bukan siapa-siapa, jelek dan selalu di pandang sebelah mata. Pantas jika Alder tak menghargainya seperti sekarang.
Apa harus cantik dulu baru di hargai?
Menempuh perjalan hanya Sepuluh menit saja, Jasmine sudah tiba di perusahaan. Letak apartemen Jasmine yang strategis memudahkan segalanya. Apartemen? Ngomong-ngomong soal apartemen, apa Alder akan membiarkannya pergi dari sana dan tinggal di kontrakan?
Pembicaraannya dengan Alder kemarin terpotong, Jasmine kabur karena sepertinya Alder mengingat sesuatu tentangnya.
Melihat gedung pencakar langit itu, Jasmine kembali gugup. Namun ia harus percaya diri, apalagi ia sekretaris CEO, Jasmine harus menjadi karyawan yang berkualitas dan membuktikan bahwa dirinya bisa membanggakan Pak Han juga Mamanya.
Tak di sangka, Alder pun baru saja tiba. Pria itu membawa mobilnya sendiri karena Pak Darto ia tugaskan untuk mengantarkan mobil pada Jasmine.
Sejenak tatapan mereka bertemu, namun Jasmine memutusnya lebih dulu. Ia berlari memasuki gedung, tak menoleh lagi dan segera memasuki lift.
Alder menggelengkan kepalanya melihat tingkah Jasmine. "Gadis aneh," gumamnya. Ia pun berjalan cepat memasuki gedung, menghentikan pintu lift yang baru saja hendak tertutup.
Hal itu menyita perhatian semua orang, tak biasanya Alder menggunakan lift karyawan. Apa pria itu salah memilih lift? Tapi di atas pintu lift itu terpampang nyata sebuah tulisan, bahwa itu lift khusus karyawan.
Sedangkan Jasmine, gadis itu menghela nafas gusar, kenapa Alder ikut masuk? Ia bergeser, tak ingin terlalu dekat dengan pria itu. Bukan apa-apa, ia lupa membawa masker, bagaimana jika ia bersin-bersin?
"Lain kali gak usah lari, saya bukan hantu!"
Jasmine sontak menoleh dengan mata membulat. Ia hanya berdehem kemudian kembali menunduk. Bingung juga harus menjawab seperti apa.
"Kenapa kamu lari?"
"Eeemm itu, tidak apa-apa Pak. Saya cuma tidak mau terlambat, ini hari pertama saya kerja, tidak lucu kalau saya telat masuk."
Alder menatap jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, "Masih banyak waktu, lain kali gak usah lari-lari. Kalau kamu jatuh repot, saya butuh sekretaris yang teliti dan hati-hati. Bukan sekretaris yang sembrono."
"Iya, Pak. Maafkan saya, lain kali tidak lagi."
"Hem," gumam Alder sebagai jawaban. "Tumben gak bersin?"
"Hah?" Jasmine mendongak, menatap Alder yang tampak meliriknya. "Mungkin hidung saya lagi normal, Pak."
Alder tersenyum tipis, tentu saja Jasmine tak melihatnya. Sebagai bos, ia harus menjaga wibawa dan keangkuhannya.
Hening, selebihnya mereka hanya diam. Alder sibuk dengan ponselnya, sementara Jasmine sibuk menahan bersin.
Sampai lift berbunyi pertanda mereka sampai di lantai yang di tuju. Kali ini Jasmine memilih diam, membiarkan Alder melangkah lebih dulu. Tapi ternyata pria itu juga diam, membuat Jasmine menoleh dengan kening berkerut.
"Kenapa kamu gak lari lagi?" Sindir Alder.
"Eh itu, kan Bapak bilang saya tidak boleh lari-lari. Bapak lupa yah, hahaha ..." Jasmine tertawa garing, kemudian sontak terdiam saat Alder menatapnya dengan sebelah alis terangkat.
"Tidak lucu ya, Pak?"
Alder menggeleng, kemudian pergi begitu saja. Meninggalkan Jasmine yang masih berdiri kikuk di dalam lift.
"Nara!"
Jasmine tersentak, ia lalu buru-buru keluar lift, menghampiri Alder yang sudah berjalan jauh darinya.
Bisa-bisanya ia sibuk menyusun rencana, padahal calon targetnya ada di sana.
"Maaf Pak," kata Jasmine.
"Maaf aja terus, lebaran masih lama! Jangan banyak melamun, saya gak suka punya sekretaris tukang ngayal! Masuk ke ruangan saya, dan pelajari tugasmu dengan baik!"
Jasmine mengangguk, hatinya dongkol karena ucapan Alder seperti keripik set*n level akhir, pedas, sangat pedas!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Hariyanti
coba pilih jd manager pemasaran,ga bakalan serumit ini.
2025-01-10
0
Linda Agustina Wardhana
udh berubah masih bgtu takut2 kirain berubah jd badas
2025-01-14
1
Sari Ramly
Plat
2024-08-08
0