"Bagaimana menurut, Mama?" Tanya Jasmine, ia mendongak, menatap wajah lelah Dahlia yang sedari tadi mengusap puncak kepalanya. Saat tengah bimbang, pangkuan sang Mama memang tempat yang paling tepat untuk mencari kenyamanan dan ketenangan.
Dahlia tersenyum, ia menunduk dan mencolek ujung hidung mancung putrinya, "Kamu yang akan menjalaninya, kamu juga yang harus memutuskannya. Kamu sendiri yang tahu, seberapa besar kadar kekuatan kamu untuk kembali hidup di sana. Mama akan dukung kamu apapun keputusan kamu. Tapi, benar kata Pak Han, kesempatan emas tidak datang dua kali loh sayang," begitu lembut suara perempuan itu, membuat Jasmine merasa tenang saat mendengarnya.
"Aku cuma takut, Ma. Aku belum siap jika suatu saat nanti aku ketemu lagi sama orang-orang di masa lalu aku."
"Mama ngerti, tapi sampai kapan kamu akan terus menghindari mereka? Sampai kapan kamu akan terus lari dan kabur? Suatu saat nanti, ada saatnya kamu akan ketemu lagi sama mereka, di mana pun itu, di situasi apapun itu. Kamu harus siap, kamu hanya perlu meyakinkan diri bahwa kamu bisa. Kamu harus buktikan pada mereka bahwa Jasmine yang sekarang bukan lagi Jasmine yang dulu. Kamu sudah berubah, kamu bisa lebih baik dari kamu yang dulu."
Dari pembicaraan itu, Jasmine bisa menyimpulkan bahwa Dahlia mendukungnya untuk mengambil promosi jabatan itu di Jakarta.
"Lagi pula, belum tentu mereka mengenal kamu yang sekarang kan?" Tambah Dahlia lagi.
Benar, belum tentu mereka mengenalnya. Dia sangat berubah, tubuhnya yang gemuk kini langsing, semampai seperti model-model yang kerap berjalan di catwalk. Karena rajin berolahraga, kulit-kulitnya kencang dan sintal, tak keriput meski tadinya gemuk lalu berat badannya surut.
Kulitnya yang hitam kini putih bersih setelah memakai produk yang ia pasarkan sendiri. Juga di lengkapi beberapa perawatan tentunya.
Rambut yang dulu sangat pendek kini panjang lurus dan hitam legam. Jangan lupakan hidungnya yang mancung dan lancip.
Jasmine sendiri merasa heran, kenapa hidungnya mancung? Padahal dulu pesek, mungkin karena tertutup oleh kedua pipinya yang bulat. Matanya yang dulu terlihat sipit nyaris tenggelam, kini tampak tajam dan menarik bagi siapa saja yang memandangnya.
Jasmine benar-benar glow up pada waktunya. Gadis itu menjelma bak bidadari, cantik, menawan, menarik dan bersinar.
"Mama benar, belum tentu mereka mengenalku. Baiklah, aku akan coba, Ma." Putus Jasmine pada akhirnya, ini cita-citanya, keinginan terbesarnya, ia tak boleh melewatkan kesempatan ini.
Lagi pula, hidupnya hanya untuk bekerja, mencari uang yang banyak untuk membahagiakan sang Mama. Jasmine ingin memberikan kehidupan yang layak pada Dahlia, memberikan tempat tinggal yang nyaman, juga agar Dahlia tak harus bekerja lagi di masa tuanya.
"Nah, gitu dong. Jangan lari terus, tunjukan pada mereka kalau kamu juga bisa bersinar.." Timpal Dahlia lagi, tak hentinya ia memberi semangat pada Jasmine, memotivasi sang putri agar kembali menata masa depan.
"Tapi Mama gimana? Aku gak mungkin ninggalin mama di sini," lirih Jasmine.
"Ya Tuhan sayang, Mama ini bukan anak kecil loh, lagian di sini banyak tetangga rasa saudara, kamu gak usah khawatir. Setelah kamu betah nanti, Mama nyusul," Dahlia gemas pada putrinya, Jasmine memang seperti itu, ia jadi prioritas utama Jasmine.
"Ya udah, aku coba..."
***
Kabar promosi jabatan Jasmine sudah menyebar di kantor, semua orang mengucapkan selamat. Tak ada persaingan kotor di antara mereka, yang ada hanya kekompakan dan saling membantu. Jika pun ada persaingan, itu adalah persaingan yang sehat demi memajukan perusahaan.
Orang yang paling bahagia adalah Pak Han, pria itu beberapa kali mengucapkan selamat pada Jasmine setelah Jasmine menemuinya dan memberitahu bahwa ia bersedia pergi ke Jakarta.
"Hebat kamu, Jasmine. Aku bangga sama kamu, kita semua di sini bangga sama kamu," pria tampan bernama Dandelion itu tersenyum hangat, mengusap puncak kepala Jasmine dengan lembut.
Beberapa kali pria itu mengutarakan perasaannya pada Jasmine, namun Jasmine selalu menolak. Karena dalam kamus hidupnya tak ada lagi cinta, melainkan bekerja keras untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah.
"Terima kasih Dion, ini berkat doa teman-teman semua," sahut Jasmine.
"Sedih deh aku, kamu pasti lebih betah di Jakarta. Jangan lupakan Surabaya yah Jas, aku tunggu kamu balik lagi ke sini," Dandelion meraih tangan Jasmine, menggenggamnya dengan erat. Sekali lagi ia akan mencoba peruntungan, mengutarakan perasaannya sebelum perempuan itu pergi.
Jika pun harus hubungan jarak jauh, tak apa. Ia akan terima asal Jasmine membalas perasaannya.
"Jasmine, apa gak ada kesempatan buat aku milikin kamu? Aku gak keberatan kalau kita harus berhubungan jarak jauh, aku pasti sabar nunggu kamu," ucap Dion dengan lembut. Ia tatap Jasmine penuh harap, semoga gadis itu bisa luluh.
Pria yang kerap di sapa Dion itu terus menatap Jasmine yang justru membuang muka. Setiap kali ada yang mengutarakan cinta, Jasmine pasti bimbang. Bukan karena ia juga cinta, melainkan bingung harus menolak dengan cara apa?
Karena selembut apapun kalimat penolakan yang ia ucapkan, tetaplah menyakitkan.
"Dion, aku kan udah pernah bilang, hidup aku bukan untuk cinta, tapi uang. Aku matre, aku gak punya perasaan, kamu pasti akan menyesal nanti. Kita temenan aja, ok?"
"Aku rela kamu porotin, aku rela kamu cinta uang aku aja. Asal kamu mau jadi pacar aku, aku yakin suatu saat nanti kamu juga bisa cinta sama aku. Please, Jas. Mau yah jadi pacar aku?"
Jasmine menarik tangannya, pria keras kepala ini membuat kepalanya pusing tujuh keliling.
Jika sudah begini, harus dengan cara apalagi dia menolak? Jujur matre saja Dion masih mau menerima, lalu alasan apa lagi untuk membuat pria itu mundur?
"Aku mohon, Jas. Mau yah?"
"Dion, aku gak bisa. Duh, gimana sih bikin kamu ngerti," Jasmine menggigit bibir bawahnya, otaknya terus berputar untuk mencari alasan yang tepat agar penolakannya Dion terima tanpa protes.
"Aku gak bisa, Maaf Dion. Aku harus pulang, harus packing karena besok pagi-pagi banget aku udah harus ke Jakarta."
Dion kembali meraih tangan Jasmine, tak rela perempuan yang di cintainya itu pergi tanpa meninggalkan status untuknya.
"Jasmine, setidaknya kasih aku kesempatan sekaliiiiiii aja. Aku sanggup memberikan uang jajan tiap bulan ke kamu, kamu mau uang kan? Mau uang berapa? Aku pasti usahakan," keukeuh Dion.
Jasmine berdecak, ia tahu Dion termasuk orang berada, tapi ia tak menyangka pria itu bersedia menjadi bodoh hanya untuk dirinya.
"Gini aja, kalau kita jodoh, kita pasti ketemu lagi. Aku gak bisa kasih kamu harapan, maafin aku ..."
Dion tak menyerah, ia bahkan berlutut di hadapan Jasmine. Memohon agar gadis itu memberinya kesempatan untuk menyandang status kekasih Jasmine.
"Dion, bangun! Kamu ih," Jasmine berdecak kesal. "Keras kepala banget sih?" Omelnya.
"Widiiih, Mas Dion dan Mbak Jasmine lagi romantis-romantisan toh?" Sukri, OB sekaligus Sekretaris Lambe Dower penyebar gosip, heboh melihat adegan yang katanya seperti di film-film. Ia bahkan memanggil beberapa karyawan lain untuk menyaksikan pertunjukan Jasmine dan Dandelion.
"CK, Dion! Jangan bikin gaduh, kamu gak malu di liatin banyak orang? Kamu jadi bahan tontonan tahu gak?" Omel Jasmine, ia semakin kesal.
"Aku gak malu, ini sebagai bukti keseriusan aku sama kamu. Biar mereka tahu kalau aku cinta banget sama kamu," sahut Dion dengan enteng.
Jika sudah begini, apa Jasmine tega mempermalukan pria itu dengan penolakannya.
"Terima aja toh, Mbak'e. Mas Dion ganteng, tajir pula. Serasi sama mbak Jas yang cantik," Sukri mendadak menjadi kompor.
"Terima.."
"Terima.."
"Terima.."
Di lengkapi dengan teriakan teman-teman sekantor seraya bertepuk tangan.
"Asem," batin Jasmine. Ia menunduk menatap Dion, pria itu mengerjap penuh harap.
"Ok ok, aku terima," lirih Jasmine pada akhirnya. Lemas rasanya, apa-apaan ini? Jasmine pertama kalinya berpacaran, itu pun karena desakan teman-temannya. Sudahlah, setidaknya lakukan ini demi uang, Dion bersedia menggelontorkan uang untuknya, anggap ini mau-nya Dion. Bukan karena ia yang jahat menjadi cewek matre.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Yani Cuhayanih
Pura2 matre tak apalah jasmine..
2024-03-09
3
Sukhana Ana Lestari
Anak baik masih memikirkan bgmn mamanya nanti setelah Jasmin tinggalkan.. Yg penting sekarang kamu harus berjuang demi bs membahagiakan mama Jas.. 💪💪💪
2024-02-18
0
Sukhana Ana Lestari
Good Jasmin.. akuh suka dgn semangatmu..
2024-02-18
0