"Siapa nama kamu?"
Pria yang memakai kaca mata itu mengulang pertanyaannya saat Jasmine hanya diam saja. Keningnya berkerut, menatap heran pada Jasmine yang terus menatapnya dengan tatapan yang ... Entahlah!
"Apa sebelumnya kita pernah ketemu?" Tanya pria itu lagi. Gadis cantik di hadapannya seperti mengingatkannya pada seseorang, tapi siapa?
Jasmine menunduk, lalu menggelengkan kepalanya. Jemarinya saling bertaut, saling meremas menyalurkan rasa campur aduk yang membuat dadanya sedikit nyeri.
Setelah sekian lama, kenapa ia harus bertemu kembali dengan pria itu? Cinta pertamanya, pria yang menjadi motivasinya untuk berubah, pria yang dulu selalu mengacuhkannya dan tak pernah meliriknya sedikit pun meski ia sibuk mengejarnya.
Alder, kenapa harus dia? Ternyata dunia begitu sempit, hingga di waktu singkat Jasmine kembali bertemu dengan masa lalunya. Untuk sesaat, waktu terasa berhenti, ruangan itu seperti menyempit, oksigen di sekitarnya terasa menyusut, dadanya sesak.
Harapannya untuk tak bertemu kembali dengan orang-orang di masa lalunya menguar begitu saja. Belum sehari ia di Jakarta, Tuhan mempertemukannya dengan Alder, pria yang membuatnya bisa merasakan jatuh cinta namun merasakan rasa sakit di saat yang bersamaan.
“Al, aku suka sama kamu,” Cetus Jasmine saat Alder baru saja keluar kelas. Gadis pemberani itu bahkan tak perduli menyatakan perasaannya di depan umum, Jasmine anggap itu sebagai pembuktian bahwa rasa sukanya pada Alder tak main-main meski usia mereka saat itu masih labil. “Haciiiiih,” Jasmine mengusap hidungnya, entah mengapa ketika ia dekat dengan Alder, hidungnya kerap merasa geli lalu berakhir dengan bersin.
Suara tertawaan menggema seketika, menertawakan Jasmine yang kata orang-orang konyol karena sudah berani menyukai pemuda sepopuler Alder. Gadis gendut seperti Jasmine bermimpi mendapat balasan perasaan dari Alder, karena banyak gadis-gadis populer yang Alder tolak sebelumnya.
“Lo lagi mimpi? Bodoh banget mempermalukan diri sendiri, lap dulu tuh ingus lo!” celetuk Lily. “Mana mau Alder sama lo, gue aja masih mikir-mikir buat nembak dia, lo yang modelannya kaya gini berani-beraninya nembak dia di depan umum. Mungut keberanian dari mana lo?”
Jasmine tak mendengar, ia fokus pada Alder. Tatapannya lurus mengunci pemuda tampan di hadapannya. Menanti jawaban apa yang akan pemuda itu lontarkan. Sesekali gadis itu mengusap hidungnya, agar ia tak bersin lagi di hadapan Alder.
“Alder, kalau kamu mau mikir dulu boleh kok. Gak usah jawab sekarang, aku mau nunggu kamu. Atau sekedar bisa deket sama kamu aja aku mau,” kata Jasmine. Senyumnya masih merekah, ada kelegaan karena dia sudah mampu menyatakan perasaannya pada Alder.
Bukan tanpa alasan Jasmine menyatakan perasaannya pada Alder, selain karena rasa cintanya yang sudah sangat besar, ia juga beberapa kali memergoki Alder menatapnya, Jasmine anggap Alder juga menyukainya.
“Al, kamu gak mungkin mau sama dia kan? Reputasi kamu anjlok nanti,” Lily terus mengompori, ia tak akan rela jika Alder memiliki hubungan dengan siapapun apalagi Jasmine. Harga dirinya bisa hancur jika ia kalah oleh gadis gendut dan kumal itu.
Alder masih diam, mata tajamnya membalas tatapan Jasmine, lalu tanpa mengatakan apapun ia pergi. Meninggalkan Jasmine yang habis di soraki semua teman-temannya. Bahkan ada yang sampai melempar tissue bekas pakai pada Jasmine, mereka sangat puas menertawakan kebodohan Jasmine.
“Kamu di sini mau melamun atau mau memperkenalkan diri?”
Jasmine tersentak, untuk sesaat Alder membawanya pada bayangan masa lalu. Tiba-tiba tubuhnya gemetar, “Ma-maaf pak, sa-saya sedikit pusing,” kata Jasmine. Tentu ia berbohong, “Haciiiiiih,” Ternyata hidungnya masih tahu dan mengenal aroma Alder, hidungnya geli dan ingin bersin.
Kening Alder semakin berkerut, matanya semakin intens menatap Jasmine, seperti tengah mengingat-ingat sesuatu. Ia lalu bertanya, “Nama kamu siapa? Saya belum sempat melihat CV kamu.”
Jasmine berdehem, ia membekap hidungnya yang kembali ingin bersin, “Sa-saya, nama saya Jas, emmm maksud saya, nama saya Naraya Pak,” jawab Jasmine. Ia tak berbohong, namanya memang Naraya, Naraya Jasmine.
Hatinya terus berdoa, agar Alder tak mengenalinya. Setidaknya, ia bisa fokus bekerja jika Alder tak mengenalinya.
“Naraya? Panggilan kamu?” Tanya Alder lagi. Ia terus menatap Jasmine, seperti meneliksik wajah Jasmine yang seperti tak asing untuknya.
“Panggil saya Nara,” Jasmine berusaha bersikap tenang, ia memberanikan diri membalas tatapan Alder, mata itu, mata yang masih mampu menenggelamkannya. Jantung yang berdetak begitu kencang menandakan rasa itu masih ada. Tidak, Jasmine tak mau lagi terjatuh di lubang yang sama. Ia bukan lagi Jasmine yang bodoh!
“Ok, Nara. Kamu adalah Marketing terbaik di perusahaan saya di Surabaya, dan kamu berkesempatan mendapat promosi naik jabatan. Ada dua posisi yang saya tawarkan, yang pertama menjadi Manager pemasaran, dan yang kedua menjadi Sekretaris saya. Kebetulan posisi itu sedang kosong, melihat prestasi kamu, saya yakin dalam waktu singkat kamu bisa menguasai pekerjaan kamu nanti.”
Nara menelan ludah, posisi yang sangat menggiurkan. Tapi untuk menjadi sekretaris, resikonya juga akan sangat besar untuknya. Ia tak mau terlalu dekat dengan Alder.
“Bagaimana? Saya butuh jawaban kamu sekarang juga,” desak Alder, ia memang tak mempunyai banyak waktu.
“Manager pemasaran, saya memilih posisi itu. Karena itu sesuai dengan keahlian saya dan tidak jauh dari posisi saya sebelumnya,” jawab Jasmine.
“Kamu yakin? Gaji yang saya berikan juga berbeda, untuk menjadi sekretaris saya, saya bisa membayar kamu Lima kali lipat dari gaji Manager pemasaran. Tentu fasilitas yang akan kamu dapatkan juga lebih kumplit, seperti rumah, mobil dan tunjangan-tunjangan lainnya. Kalau kamu cerdas, kamu pasti tahu posisi apa yang akan kamu pilih,” Alder menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, telunjuknya mengetuk-ngetuk punggung tangannya yang lain, seolah tengah menghitung mundur untuk mendengar keputusan Jasmine.
Semakin di buat pusing lah Jasmine, ia bingung harus memilih posisi apa. Benar kata Alder, jika ia cerdas, ia pasti akan memilih sekretaris, tapi justru itu kebodohan untuknya. Lalu bagaimana dengan gaji yang besar juga semua fasilitas untuknya? Ia bisa memboyong sang Mama secepatnya jika ia memilih posisi itu.
“Pak saya ...”
“Putuskan sekarang, saya tidak punya banyak waktu untuk menunggu!” Alder membuka kaca matanya, memijat pangkal hidungnya sejenak lalu meletakkan kacamata itu di atas meja.
“Saya …”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Hariyanti
ayo semangat.... tunjukkan kalo kamu adalah itik buruk rupa yang sdh berubah jadi angsa. lawan trauma mu
2025-01-10
0
Lilo Stitch
awas cinlok lg, ingat jasmine alder uda cuekin kamu pas kamu di bully sama tmn" mu, jgn mudah tergoda lg ya
2024-10-29
0
kriwil
udah berubah ngapain harus ganti pangilan harus di bikin tegas untuk bales dendam bukan mlempem
2024-06-25
0