Setelah beberapa saat kemudian, Hazel sudah merasa tenang. Dia langsung berdiri mengambil tasnya dan berlari meninggalkan tempat itu tanpa mengucapkan sepatah katapun pada pria yang telah mencegahnya melakukan tindakan yang sangat bodoh.
Pria itu menatap kepergian gadis culun itu. "Sepertinya penderitaan gadis kecil itu cukup berat." Gumam pria muda itu.
Hazel berlari menuju rumahnya, sesampainya dirumah ia langsung membuka pintu dan melihat ayahnya yang tengah membersihkan foto almarhum istrinya.
Hazel langsung memeluk ayahnya dengan sangat erat sembari menangis. "Ayah, maafkan Hazel." Ucapnya menangis.
Ayahnya yang cukup terkejut itu pun melihat kearah putrinya yang memeluknya dari belakang. "Ada apa sayang? Kenapa kau tiba-tiba meminta maaf pada ayah?" Tanya ayahnya.
"Maafkan Hazel karena belum bisa membahagiakan ayah." Jawabnya.
Berto pun memegang wajah putrinya yang mungil itu dan mengusap airmata yang membasahi pipinya. "Bisa melihatmu tumbuh setiap hari adalah kebahagiaan bagi ayah sayang." Ucap Berto yang justru membuat Hazel semakin menangis mendengar nya karena dirinya hampir melakukan tindakan yang sangat bodoh.
"Kenapa kau tiba-tiba seperti ini nak? Apakah ada yang mengganggumu disekolah?" Tanya ayahnya.
Hazel menggelangkan kepalanya. "Tidak ayah, ayah tenang saja tidak ada yang berani menganggu putrimu yang perkasa ini disekolah," jawab Hazel tersenyum.
"Baiklah sayang, lalu karena apa?" Tanya ayahnya mencubit gemas hidung putrinya.
"Hmm... Sepulang sekolah tadi Hazel tiba-tiba teringat dengan momi, Hazel tiba-tiba merasa bersalah terhadap momi, karena Hazel momi jadi pergi meninggalkan ayah." Jawab Hazel berbohong.
"Kamu jangan berbicara seperti itu sayang, momi pergi meninggalkan kita karena memang ini semua sudah menjadi takdir tuhan, tidak ada yang bisa mengubah takdir tuhan sayang." Ucap Berto.
"Kamu jangan berpikir seperti itu lagi, okay." Ucap Berto.
Hazel menganggukkan kepalanya. "Sekarang bersihkan dirimu, ayah akan menyiapkan makan malam untuk kita nanti." Ucapnya.
Hazel pun pergi masuk ke kamarnya dan membersihkan dirinya, setelah beberapa menit kemudian ia pun selesai membersihkan tubuhnya dan sudah bersiap dengan pakaian tidurnya yang kebesaran ditubuhnya.
Hazel menatap sebuah poster yang menempel di dinding kamarnya. "Aku pasti akan masuk ke universitas itu," gumam Hazel yakin pada dirinya sendiri.
Cklek! pintu kamar Hazel terbuka. Berto melihat putrinya yang sedang memandang poster universitas terbaik di kota itu. "Ayah yakin kau pasti bisa masuk kesana sayang." Seru Berto.
Hazel melihat kearah ayahnya dan tersenyum. "Aku janji kepada ayah bahwa aku pasti akan bisa masuk kesana dan akan menjadi orang yang sukses suatu saat nanti." Ucap Hazel.
"Ayah juga yakin putri ayah yang sangat pintar dan perkasa ini pasti berhasil nanti." Seru Berto menambahkan semangat untuk putrinya.
Ke esokan paginya seperti biasa, Hazel dengan rutinitas nya yaitu berangkat ke sekolah sampai disekolah sudah pastinya dirinya akan di bully oleh teman-temannya.
Bukkk
Sebuah penghapus papan tulis terjatuh tepat mengenai kepala nya, pada saat dirinya membuka pintu kelas. Semua siswa-siswi di dalam kelas itu tertawa senang melihat kejadian itu.
Hazel yang sudah biasa menghadapi situasi seperti itu hanya diam dan mengambil penghapus itu untuk membalikkannya ke tempatnya.
Brukkk
Lagi-lagi dirinya terjatuh pada saat ingin duduk di kursinya karena siswi dibelakangnya tiba-tiba menarik kursinya. Dan Hazel hanya bisa diam saja menerima semua perlakuan buruk itu.
"Eh culun, mana salinan pr yang aku mau kemarin." Ucap Hailey dengan arogan seperti biasanya.
Hazel mengeluarkan buku dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Hailey. "Kau sudah menyalin semuanya kan?" Tanya Hailey.
Hazel menganggukkan kepalanya. "Bagus, good girl." Ucapnya mengacak-acak rambut Hazel yang terkepang dua.
Kriiinngg
Bel istirahat pun berbunyi menandakan semua para murid dapat merehatkan pikiran. Semua murid pergi ke kantin sekolah untuk menyantap makanan disana.
Berbeda dengan Hazel, ia justru pergi ke rooftop sekolah dimana tempat favoritnya dengan membawa bekal yang disiapkan oleh ayahnya tadi pagi. Hazel menyantap makanannya dengan tenang ditemani angin sepoi-sepoi yang menyejukkan dirinya.
Hanya ditempat itu ia bisa merasakan ketenangan tanpa diganggu oleh Hailey dan kawan-kawannya. Dari atas sana Hazel dapat melihat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh para murid seperti kegiatan olahraga.
Hazel ingin sekali dapat bermain basket bersama dengan yang lainnya karena basket merupakan olahraga kesukaan nya. Namun ia tidak dapat bergabung karena sudah pasti dirinya akan ditolak.
Jangankan beraktivitas, dirinya diam saja masih sering diganggu dan jadi bahan bullyan. Hazel merebahkan tubuhnya di kursinya kayu yang panjang disana. Dirinya memandang langit yang amat sangat indah.
"Apakah suatu saat nanti aku bisa mengapai mimpiku yang setinggi langit?" Gumamnya mengulurkan tangannya keatas.
Hazel mempunyai impian yaitu menjadi seorang arsitek terkenal suatu saat nanti, Itulah yang membuat dirinya bertekad untuk bisa masuk kedalam universitas ternama dan terbaik suatu saat nanti.
...****************...
Brukkk
Gerobak sampah yang digunakan oleh Berto ayahnya Hazel tiba-tiba tumpah karena tidak seimbang, "Oh tidak!" Ucap pria tua itu karena plastik-plastik sampahnya ikut terjatuh juga.
Berto pun memungut kembali plastik-plastik sampah tersebut, namun seorang pria muda yang kebetulan melewati jalan itu menghentikan motornya ketika melihat gerobak seorang pria tua jatuh.
"Biarkan aku membantumu paman." Ucap pria muda itu.
"Tidak usah nak, nanti tubuhmu bisa bau. Biarkan paman saja." Jawab Berto.
"Tidak apa-apa paman," seru pria muda itu mulai mengambil plastik-plastik sampah itu dan memasukkannya kedalam gerobak sampah.
"Terimakasih nak," ucap Berto.
"Iya paman, kemana paman akan mendorong gerobak ini?"tanya pria muda itu.
"Kesana nak diseberang cafe itu." Jawab pria tua itu sembari menunjukkan tempatnya.
"Okay paman, aku akan membantumu." Seru pria itu memegang tangkai gerobak sampah itu dan menariknya menuju tempat yang ditunjuk oleh Berto tadi.
"Ehh. Tidak usah nak. Paman bisa sendiri." Ucap Berto menyusul langkah kaki anak muda itu.
"Tidak apa-apa paman, anggap saja ini hari keberuntungan paman." Sahut anak muda itu.
Berto tersenyum dan akhirnya membiarkan anak muda itu membantunya. "Baiklah, kalau begitu paman berterimakasih anak muda," ucap pria tua itu tersenyum.
"Iya paman," jawabnya.
"Jarang sekali ada anak muda sepertimu yang mau membantu orang lain apalagi membantu seorang tukang sampah seperti saya ini." Ucap Berto memuji pemuda baik itu.
"Paman jangan berkata seperti itu,. Jika tidak ada paman maka lingkungan ini akan kotor , jasa paman itu sangat besar." Timpal anak muda itu sembari menarik gerobak sampah.
"Terimakasih nak, jarang sekali ada orang yg memandang pekerjaan seorang tukang sampah," ucap Berto tertawa lirih.
"Ini pekerjaan mulia paman dibandingkan dengan pejabat-pejabat negara yang suka memakan uang rakyat, justru orang seperti itulah sampah sesungguhnya." Seru pria muda itu. Berto tersenyum mendengarnya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments