"Heh, ini sedikit. Dia tidak tahu aku pernah bekerja di tempat fotocopy. Ingin menjebak ku, tidak semudah itu, Manager Diana," batin Aran.
Entah apa kesalahan nya hingga mendorong wanita itu untuk membuat dirinya dalam masalah. Tangan Aran bergerak cepat menyusun berkas-berkas itu, ia menatap sekeliling. Menyadari tidak melihat keberadaan Manager Diana.
"Aran, apa perlu ku bantu?"
Seorang wanita yang membela Aran tadi menghampiri. Adelia, ia karyawan yang sudah bekerja satu tahun di divisi satu, sebelumnya ia berada di divisi lima selama dua tahun.
Selama ia bekerja di divisi satu memang Manager Diana nampak menyalah gunakan kekuasaan untuk menindas yang lemah, dan Diana akan bersikap baik ketika bertemu dewan Direksi.
"Tidak perlu kak, ini akan segera selesai,"
"Wah, kerja mu cepat sekali. Ini baru tiga puluh menit tapi kau hanya tinggal menyelesaikan satu file,"
"Hahah, aku sudah terbiasa. Saat SMU aku bahkan bekerja di tempat fotocopy,"
"Benarkah? Kau hebat sekali,"
Aran tersenyum menanggapi pujian dari Adelia. Wanita muda itu mengambil dua gelas dan menuangkan kopi sachet yang sudah tersedia di ruangan itu.
"Minumlah, Divisi satu memang memiliki manager tidak tahu diri. Jadi biasakanlah dirimu untuk beberapa bulan kedepan,"
Ia menyodorkan segelas kopi yang baru saja dibuat nya. Ya memang begitulah Divisi satu, mereka bekerja di area regional. Pekerjaan mereka juga terbagi rata karena banyak nya karyawan.
"Terimakasih, kak," Aran menerima kopi itu. Sementara Adelia kembali ke meja nya.
Setelah beberapa saat akhirnya Aran menyelesaikan tugas nya. Ia duduk untuk menikmati kopi yang masih hangat itu, membuka ponselnya melihat pesan yang baru saja masuk dari Arthur.
"Apa ada yang menindas mu?"
"Hm, sepertinya dia penggemar mu,"
"Manajer Diana?"
"Iya, di hari pertama dia sudah mempersulit ku,"
"Abaikan saja, jika dia berani berbuat lebih, segera katakan padaku,"
"Iya, kau ini mulai cerewet!" mengakhiri pesan dengan diakhiri ekspresi wajah yang meledek.
"Apa pekerjaan mu sudah selesai?!"
Aran mendongak dan melihat Manager Diana sudah berdiri di depannya dengan melipat tangan di dada, ya ini memang kesalahan nya juga yang bermain ponsel saat jam kerja.
"Sudah, sudah ku susun juga," Aran menyerahkan semua file yang sudah disalin nya.
"Kembali ke meja mu, apa kau dibayar untuk bermain ponsel!"
"Bahkan aku belum dibayar," batin Aran.
Wanita itu pergi dengan membawa file yang Aran salin ke meja nya. Begitu juga dengan Aran yang kembali ke mejanya untuk mengerjakan tugas yang sudah tersedia.
Ting! Pesan masuk di ponsel Aran membuat layar ponsel itu menyala. Namun, Aran abaikan karena ia tahu pasti itu Arthur yang ingin menggangu nya.
"Wah, apa kau juga penggemar Presdir?" Adelia tidak sengaja melihat wallpaper di layar ponsel Aran.
Aran melirik ponselnya, buru-buru memindahkan ponsel itu ke tas nya. Karena tindakan nya yang beberapa kali kurang ajar pada Arthur, pria itu juga memaksa agar wallpaper ponselnya diganti dengan foto nya.
Untung bukan foto Arthur ketika memakai bando, kalau Adelia melihat nya mungkin citra Arthur di perusahaan nya sendiri menjadi turun.
"Hahah, tidak apa. Banyak gadis-gadis lainnya juga yang mengidolakan Presdir. Apalagi dia belum memiliki istri lagi,"
"Benarkah?"
"Iya, jadi kau tidak perlu khawatir ataupun malu,"
"Apa kau juga mengagumi nya, kak?"
"Sebelumnya iya, tapi kini tidak karena aku sudah menikah,"
Aran mengangguk paham. Dalam hatinya ia justru berpikir apa yang perlu di kagumi dari Arthur. Dimatanya pria itu hanya pria ceroboh yang menyebalkan, dan itu adalah hiburan tersendiri bagi Aran.
Arthur yang membawanya masuk ke kehidupan nya, tapi memang Aran yang banyak diuntungkan.
Waktu berlalu dengan cepat, tak terasa waktu makan siang sudah tiba. Sebelum keluar Aran membuka ponselnya terlebih dahulu dan mendapatkan pesan teks agar dirinya pergi ke ruangan Arthur.
"Tidak bisakah dia membiarkan ku bersosialisasi," gumam nya kesal tapi pada akhirnya menurut juga.
"Aran, mau pergi makan siang?" Adelia dan beberapa orang lainnya mengajak untuk makan bersama.
"Duluan saja, Kak. Sepertinya aku harus ke toilet dulu,"
"Oh, baiklah. Kami pergi dulu,"
Ingatan Aran cukup baik, ia masih ingat dimana letak ruangan Arthur. Di perjalanan, ia bertemu dua wanita yang saat itu pernah berpapasan dengannya dan Arthur di lift.
"Aih, aku malu mengingat kejadian itu," batinnya berteriak.
Ia bertingkah seolah tidak pernah bertemu dengan dua wanita itu. Dan, untungnya dua wanita itu juga tidak berniat menyapa Aran. Mereka keluar satu lantai sebelum Aran, hal itu membuat Aran merasa lega karena sudah berpisah dengan mereka.
Aran sampai di depan ruangan Arthur. Ia mengetuk pintu berkali-kali, akan tetapi tidak ada sahutan dari dalam. Ia langsung membuka pintu itu, menyadari bahwa Arthur tidak ada.
"Tadi dia menyuruh ku kesini, sekarang diamana dia,"
Pintu terbuka, spontan Aran berbalik dan melihat Arthur baru tiba dengan makanan di tangannya.
"Apa kau sudah tidak sabar ingin menemui ku," dengan sombong ia berjalan melewati Aran.
"Bukankah kau yang mengatakan agar aku cepat," ia ikut duduk di samping Arthur.
Arthur membuka makanan yang dibawanya. Dua porsi makan siang yang begitu menggiurkan, tapi tidak untuk Aran. Gadis itu hanya mengambil buah kesukaan nya saja.
Satu apel yang dibawa Arthur. Sontak pria itu menoleh dan menatap tajam pada nya, tatapan nya seolah bertanya mengapa tidak memakan makan siang nya.
"Aku malas makan,"
"Apa kau ingin sakit, cepat makan" ia memaksa agar Aran memakan makanan nya, tapi di tolak dengan gelengan kepala.
"Emmhh, kau saja. Aku masih kenyang," ia mendorong tangan Arthur yang menyodorkan makanan.
"Baiklah, makan saja apel mu. Jangan harap bisa keluar ruangan ini sebelum makanan mu habis," Arthur memakan makanannya dan pura-pura tak peduli pada gadis disampingnya.
"Apa maksud mu?" buru-buru ia bangun dan berjalan ke pintu.
Ia berusaha membuka pintu besar itu, akan tetapi begitu sulit terbuka. Aran tidak tahu kapan pria itu mengunci pintu, tanpa dia tahu itu pintu yang dapat dikunci otomatis oleh Arthur.
"Arthur..." Merengek seperti anak kecil agar pria itu membukakan pintu.
"Apa," Pria itu nampak acuh tak acuh dan membiarkan Aran merengek.
"Manager Diana bisa marah jika aku tak kembali," ia masih memohon dan menempel seperti prangko pada Arthur.
"Bukan urusan ku, kau yang dimarahi mengapa harus aku yang kesulitan,"
"Ayolah, aku sedang diet. Makanan ini terlalu banyak kalori,"
"Diet saja sana sampai berakhir di pemakaman,"
"Ish, Ck," ia berdecak kesal pada akhirnya menurut juga untuk memakan makanannya itu.
Arthur tersenyum puas melihat Aran yang pasrah. Pria itu sengaja akan menggagalkan rencana Aran, apa pun itu karena gadis itu sudah bertindak kurang ajar padanya.
...
Note: Untuk masalah di perusahaan seperti penempatan Divisi dan lain sebagainya jika ada kesalahan mohon dimaklumi karena Author sendiri tidak pernah bekerja di perusahaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments