Kaki Aran melangkah ke ruang ganti, dimana pakaian Arthur tertata rapi sesuai urutan warna. Ia berdiri sambil melihat sekeliling ruangan tersebut, hingga mata nya tertuju pada figur pria itu yang terpampang besar di salah satu dinding.
"Orang macam apa yang memasang figur diri sebesar ini," bergumam heran dengan gambar besar didepannya.
Setelah puas melihat semua interior ruang itu, Aran beralih pada dress yang telah disiapkan. Dress kuning summer dengan pita di pinggangnya begitu mewah dan menawan dikenakan nya.
Ia sedikit membubuhkan riasan di wajah nya serta merapikan rambut yang cukup berantakan. Aran tidak kesulitan, karena semua itu sudah tertata dan tersedia di meja rias.
Aran tersenyum manis didepan cermin, sejenak ia melupakan apa yang kini terjadi pada nya. Hingga lamunan nya buyar kala suara Arthur terdengar di telinga nya.
"Sampai kapan kau akan mengagumi wajah jelek mu," dengan nada sombong dan meledek Arthur berbicara tanpa perasaan.
Sontak, Aran langsung menoleh ke arah pria itu yang kini berdiri di depan pintu. Wajah Aran mendelik saat menatap Arthur, ia melipat kedua tangannya di dada.
Berjalan tanpa rasa takut menghampiri Arthur. Dan kini, justru pria itu yang malah tiba-tiba terdiam tanpa sepatah kata.
"Saya merasa kasihan pada anda yang membeli gadis buruk rupa, Tuan. Ternyata selera anda rakyat jelata seperti saya," itulah Aran, kini ia mulai menunjukkan sikap beraninya.
"Jadi kau menghina cara pandang ku?" menarik pergelangan tangan Aran dengan menekankan ucapan nya.
"Bukan saya, tapi anda sendiri yang mengaku," masih menjawab tanpa merasa takut sedikitpun.
"Kau harus jaga batasan. Dirimu sudah ku beli dengan harga mahal, jangan berani berbuat macam-macam," menegaskan kembali status Aran dimatanya.
Keduanya pun turun dari kamar setelah adu mulut dengan kemenangan Arthur. Arthur memberi instruksi agar Aran mau menggandeng tangannya.
"Di dalam rumah, untuk apa bergandengan," ia menatap sinis pria disampingnya yang sampai saat ini belum ia kenal namanya.
"Menurut saja, dan katakan 'iya setiap Nenek bertanya," berbisik dengan penuh penegasan di telinga Aran.
"Hm," tak berniat menjawab ucapan Arthur.
Saat keduanya tiba di ruang bersantai. Nampak seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik duduk di sofa. Ia tersenyum kala melihat Arthur dan Aran.
"Halo Nenek," Aran langsung menyapa Nenek didepannya dan melepaskan genggaman tangan Arthur.
"Istri Cucuku," Nenek nampak bahagia dan menyambut hangat Aran.
Nenek memeluk Aran dengan lembut, dengan senang hati pula ia membalas pelukan Nenek. Wanita paruh baya itu tampak senang melihat keberadaan Aran, Aran merasa lega karena tidak seperti novel-novel yang ia baca tentang keluarga suami yang kejam.
"Akhirnya kau mau menemui ku, Apa Arthur mengancam mu?" suara nya yang lembut membuat Aran merasa nyaman.
"Jadi nama pria itu Arthur," ia menampilkan senyum manisnya.
"Tentu saja tidak, Nek. Untuk apa dia mengancam ku," menjawab ucapan sang Nenek dengan lembut.
Lalu, mereka duduk di sofa agar merasa lebih nyaman. Arthur ikut duduk tak jauh dari keduanya.
"Aran sedikit sibuk, Nek," Arthur menyahuti percakapan dua wanita tersebut.
"Ya, ya begitulah alasan mu," Nenek hanya mengiyakan ucapan Arthur.
"Baiklah, aku harus pergi sebentar," Arthur bangun dari duduknya.
"Ekhemm," ia memberi isyarat agar Aran mengantar nya ke depan.
"Sudah, biarkan istri mu bersama Nenek," Nenek menyahuti tanpa mu melepaskan genggaman tangan nya pada Aran.
Arthur mengangguk, lantas ia berjalan ke luar dan sudah ada David yang menunggu. Siluet Arthur pun hilang dan sudah tak nampak dari pandangan kedua wanita beda usia itu.
"Apakah kau bahagia menikah dengan Arthur?" Kini pertanyaan Nenek terdengar serius.
"Tentu saja, Nek. Mengapa tidak," Aran tidak ingin membuat masalah pada Nenek didepannya.
"Aran, Nenek sudah mengenal Arthur. Pada orang lain kau boleh berbohong, tapi pada Nenek tolong katakan yang sejujurnya," Nenek mengusap lembut tangan Aran, seolah paham kegundahan yang dihadapi Aran.
"Maaf, Nek. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa," ia menunduk sopan pada Nenek.
Nenek mengangguk paham mendengar ucapan Aran. "Mantan istri Arthur sering membuat keributan, Nenek harap kau bisa menjaga Arthur," Nenek dapat melihat jelas perubahan raut wajah Aran.
Aran begitu terkejut mendengar kebenaran lain yang baru di dengar nya. Wajah nya memucat, seakan darah sudah tak mengalir pada otaknya.
Di Kantor, Arthur kini sedang menatap layar laptop didepannya. Tiba-tiba fokusnya teralihkan oleh dering ponselnya, tanpa melihat siapa penelpon ia langsung menjawab panggilan tersebut.
"Ayah?" Ia kini tahu bahwa Ayahnya lah yang menelpon.
"Aku hanya butuh waktu sebentar. Tolong, Ayah tidak boleh membawa itu kembali sebelum semuanya selesai," Ia menegaskan ucapannya ditelepon.
Setelah berbicara beberapa hal, ia memutuskan sambungan itu dan kembali beralih pada laptop nya.
'Tuk, tuk, tuk...
Tanpa menoleh Arthur sudah tahu bahwa itu langkah kaki David, dan kini pria itu sudah ada didepan nya.
"Nona Jolie baru saja tiba di bandara," Ia memberitahukan apa perlu disampaikan nya pada sang atasan.
Pragg! Arthur memukul meja dengan keras. Wajahnya seketika memerah menatap David, tangan nya langsung terkepal saat mendengar nama itu dari mulut David.
"Bisakah kau tidak memanggil nya Nona?" Menatap David dengan tajam.
"Saya hanya menghormati nya sebagai mantan istri anda, Tuan," Dengan tenang David menjawab ucapan Arthur.
Arthur yang begitu kesal hanya bisa menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Kepala nya terasa berdenyut searakan baru saja ia baru mendengar berita bencana.
"Apa lagi rencananya?" sambil memejamkan mata ia bertanya pada David.
"Dia akan mengadakan pameran seni di galeri nya, Tuan," David menjawab sopan. Arthur hanya mengangguk sebagai tanggapan.
"Sedang apa wanita itu?" bertanya tanpa menyebutkan nama.
"Saya tidak tahu pasti, Tuan. Laporan dari kepala pelayan, Nona belum makan malam dan hanya makan camilan saat bersama Nyonya besar," David paham yang dimaksud Arthur pasti Aran.
"Cih, menyusahkan,"
....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments